Musik Koplo dan Kecintaan Millenials akan Bahasa Lokal
ArtikelKompasiana.com |
Biar tidak ada salah paham atau paham salah. Akan aku sebutkan musik koplo itu apa, jangan berprasangka dulu, oke? Karena sesungguhnya prasangka itu hanyalah prasangka. Apasih?
Jadi, musik koplo atau juga dangdut koplo adalah aliran suatu sub
aliran dalam musik dangdut. Dengan ciri khas irama yang menghentak dari
gendangnya. Aliran ini dipopulerkan oleh grup musik melayu atau yang biasa
disingkat dengan OM.
Oke, itu kata wikipedia begitu, kalau mau lebih lengkap buka dan
baca sendirilah, karena aku bukan mau menuliskan sejarah musik koplo, dan yang mau
kubahas adalah musik koplo yang berbahasa Jawa, tahu kan?
Di antaranya yang berjudul Konco Mesra, Bojo Ketikung, Ditinggal
Rabi, Kimcil Kepolen, Sayang, Jaran Goyang, dan lain-lain.
Nah, lagu-lagu itu lagi hits nih, aku tahu lagu-lagu itu gegara
saat di kantor mahasiswa, kan sering tuh aku ngadem sekalian ngewifi gratis di
situ, nah pertama denger, eh nih musik kok asik juga didengerin, lama-lama jadi
suka, witing tresno jalaran soko kulino, wkwkwk....
Seperti dalam berteman yang gak pemilih, dalam menikmati musik pun,
aku tidak pemilih, pemakan segala genre musik. Dari sholawat hingga murratal, dari
pop hingga dangdut, dari jazz hingga hiphop, asalkan enak didengarkan mah
lewat.
Dan yang membuatku senang, lagu itu berbahasa Jawa. Yang secara
enggak langsung, tuh lagu ikut andil dalam upaya pelestarian budaya lokal,
yakni bahasa Jawa. Asal kau tahu, aku ini termasuk manusia yang cinta budaya
lokal.
Tapi kan bahasnya tentang percintaan, Net? Alah, alasan basi. Toh lagu-lagu
sekarang tentang cinta semua, Bojo Ketikung dan Tak Selamanya Selingkuh itu
Indah masih satu saudara, Konco Mesra dan Teman Tapi Mesra masih sedarah,
Ditinggal Rabi masih sahabatan sama Melewatkanmu. Ah, dan bandingkan saja
dengan lagu-lagu lain.
Masih mending tuh lagu bisa mengantarkan anak bangsa untuk mengerti
dan suka bahasa Jawa. Toh Jaran Goyang dan Despacito lebih (sensor) mana coba?
Faktanya, bahasa daerah sekarang itu sudah mulai dilupakan orang
tua dalam hal mengajari anaknya. Lihat saja, lebih banyak anak kecil yang bisa
bahasa Indonesia dan bahasa Inggris dibanding bahasa lokal, kek Jawa, Sunda
atau pun Batak.
Dan, menurutku tidak terlalu buruk millenials yang suka musik
koplo. (Ah itu pembelaanmu saja, Net.) Daripada Despacito? Nah loh nah loh... (Wah
yo gapapa, asal gak tahu artinya.) Asem... wkwkwk.
Oke, pada akhirnya, harapanku adalah, bukan hanya ngefans sama
pelantun lagunya wahai millenials, tapi ngefans jugalah sama budaya lokal,
bahasa Jawa. (Ah, koe yo nulis nganggo bahasa Indonesia terus, Net) Ah, ribut
koe.