Tampilkan postingan dengan label Artikel. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Artikel. Tampilkan semua postingan

Sabtu, 23 September 2017

Musik Koplo dan Kecintaan Millenials akan Bahasa Lokal

Kompasiana.com

Biar tidak ada salah paham atau paham salah. Akan aku sebutkan musik koplo itu apa, jangan berprasangka dulu, oke? Karena sesungguhnya prasangka itu hanyalah prasangka. Apasih?

Jadi, musik koplo atau juga dangdut koplo adalah aliran suatu sub aliran dalam musik dangdut. Dengan ciri khas irama yang menghentak dari gendangnya. Aliran ini dipopulerkan oleh grup musik melayu atau yang biasa disingkat dengan OM.

Oke, itu kata wikipedia begitu, kalau mau lebih lengkap buka dan baca sendirilah, karena aku bukan mau menuliskan sejarah musik koplo, dan yang mau kubahas adalah musik koplo yang berbahasa Jawa, tahu kan?

Di antaranya yang berjudul Konco Mesra, Bojo Ketikung, Ditinggal Rabi, Kimcil Kepolen, Sayang, Jaran Goyang, dan lain-lain.

Nah, lagu-lagu itu lagi hits nih, aku tahu lagu-lagu itu gegara saat di kantor mahasiswa, kan sering tuh aku ngadem sekalian ngewifi gratis di situ, nah pertama denger, eh nih musik kok asik juga didengerin, lama-lama jadi suka, witing tresno jalaran soko kulino, wkwkwk....

Seperti dalam berteman yang gak pemilih, dalam menikmati musik pun, aku tidak pemilih, pemakan segala genre musik. Dari sholawat hingga murratal, dari pop hingga dangdut, dari jazz hingga hiphop, asalkan enak didengarkan mah lewat.

Dan yang membuatku senang, lagu itu berbahasa Jawa. Yang secara enggak langsung, tuh lagu ikut andil dalam upaya pelestarian budaya lokal, yakni bahasa Jawa. Asal kau tahu, aku ini termasuk manusia yang cinta budaya lokal.

Tapi kan bahasnya tentang percintaan, Net? Alah, alasan basi. Toh lagu-lagu sekarang tentang cinta semua, Bojo Ketikung dan Tak Selamanya Selingkuh itu Indah masih satu saudara, Konco Mesra dan Teman Tapi Mesra masih sedarah, Ditinggal Rabi masih sahabatan sama Melewatkanmu. Ah, dan bandingkan saja dengan lagu-lagu lain.

Masih mending tuh lagu bisa mengantarkan anak bangsa untuk mengerti dan suka bahasa Jawa. Toh Jaran Goyang dan Despacito lebih (sensor) mana coba?

Faktanya, bahasa daerah sekarang itu sudah mulai dilupakan orang tua dalam hal mengajari anaknya. Lihat saja, lebih banyak anak kecil yang bisa bahasa Indonesia dan bahasa Inggris dibanding bahasa lokal, kek Jawa, Sunda atau pun Batak.

Dan, menurutku tidak terlalu buruk millenials yang suka musik koplo. (Ah itu pembelaanmu saja, Net.) Daripada Despacito? Nah loh nah loh... (Wah yo gapapa, asal gak tahu artinya.) Asem... wkwkwk.

Oke, pada akhirnya, harapanku adalah, bukan hanya ngefans sama pelantun lagunya wahai millenials, tapi ngefans jugalah sama budaya lokal, bahasa Jawa. (Ah, koe yo nulis nganggo bahasa Indonesia terus, Net) Ah, ribut koe.

23 September 2017, ditulis Inet Bean sambil mendengarkan “Konco Mesra”

Rabu, 20 September 2017

Tidak Perlu Berbagi Kesedihan

http://www.farizykun.net

“Kau baik-baik saja?” tanyaku.

“Iya, bahkan aku tidak pernah merasa sebaik ini, meskipun di sini aku sebagai mentor, tapi justru aku yang belajar banyak dari mereka.” katanya dengan menyunggingkan senyum.

“Tapi kau terlihat pucat.”

“Aku hanya sedikit kelelahan.”

Masih kuingat percakapanku denganmu ketika kita sama-sama menjadi mentor pesantren ramadan di sekolah menengah atas. Waktu itu matahari memang terik, di tambah berpuasa, jadi kukira itu menjadi alasan yang tepat untuk menganggapmu hanya kelelahan semata.

Sampai pada penutupan pesantren ramadan kau masih sehat-sehat saja, atau kau yang memang pintar menyembunyikannya dariku, dari kami, dari siswa-siswa.

Dan setelah lebaran, kabar itu begitu mengejutkanku, bagaimana mungkin? Kenapa tiba-tiba sekali? Kenapa tidak ada kabar apapun sebelumnya?

Tiba-tiba saja ada kabar bahwa kau meninggal dunia. Tapi kenapa? Ketika kulihat terakhir kali tidak ada tanda-tanda kau sakit parah atau sedang menjalani pengobatan dengan tubuh kurus, tubuhmu biasa saja.

Pagi-pagi aku dan teman-teman berangkat ke rumahmu, mengantarkanmu ke peristirahan terakhir. Terlihat teman-teman lain yang sudah berkumpul di sana dengan mata sembab, satu-dua terlihat masih menangis, yang lain menenangkan.

Ah, bahkan ternyata tetanggamu pun, tidak tahu perihal penyakitmu, seorang tetanggamu menceritakannya kepadaku tanpa kuminta. Baru setelah kau pergi, kita tahu sesungguhnya apa yang sedang kau rasakan beberapa waktu belakangan.

Aku belajar banyak hal darimu, kau paling rajin mengerjakan tugas kelompok, tidak sepertiku yang hanya kadang-kadang, kau murah senyum, suka berbagi kebaikan, dan tidak suka membagi kesedihan.

Bagaimana bisa kau menyembunyikan penyakitmu? Bukankah seharusnya kau butuh setidaknya dukungan moril? Bahkan kau hanya bilang pergi untuk berlibur yang sesungguhnya untuk kemoterapi. Kau terlalu kuat, aku belajar itu untukmu, tidak perlu berbagi kesedihan, tapi jadilah lilin yang menerangi, meski sakit dan akan lenyap pada waktunya.

Kini genap sebulan kau pergi, semoga kau ditempatkan di surga-Nya. Aamiin.

20 September 2017, ditulis Inet Bean setelah melihat puisi yang ditujukan seorang teman padanya.

Senin, 11 September 2017

Kepuasan antara jadi Objek Foto dan Fotografer

http://tipsfotografi.net/fotografer-harus-punya-flare.html

Di jaman sekarang, swafoto atau selfie sepertinya sudah menjadi kewajiban ketika ada acara tertentu atau sedang ada moment yang berkesan, bahkan adapula yang menjadikan swafoto sebagai obat, tiga kali sehari. Jika tidak swafoto dalam sehari, terasa ada yang salah dalam hidupnya.

Tetapi yang miris, sekarang swafoto tidak dilakukan ketika sedang bahagia saja, beberapa pernah kujumpai, abg yang swafoto saat dia sedang menangis, lalu diposting dengan caption tentang putus cinta yang memilukan, jujur saja postingan seperti itu membuat mataku pedih, dan buru-buru ingin mengenyahkannya dari beranda facebook-ku jika saja bisa.

Jadi, secara tidak langsung, swafoto dilakukan demi kepuasan hati, mereka melakukannya untuk mengungkapkan apa yang dirasakan, termasuk kepiluan hati dan disebarkan di media sosial. Hal itu bisa jadi adalah suatu bahaya psikologi.

Seperti pemuda Inggris yang depresi akibat sering berswafoto. Ia terobsesi untuk terlihat fotogenic, bahkan dalam sepuluh jam sudah 200 foto yang dia ambil, akibat dari tidak terpenuhi keinginannya, dia ingin mengakhiri hidupnya.

Beberapa bahaya psikologi dari hobi swafoto yang perlu diwaspadai yaitu gangguan penyakit mental, krisis kepercayaan diri, kepribadian narsis dan kecanduan. bahkan psikiater pemerintah Thailand telah mengimbau kepada pemuda-pemudinya agar tidak melakukan swafoto, karena bertambahnya pemuda galau yang membuat jumlah calon pemimpin generasi baru berkurang.

So, kurangilah berswafoto. Sebelum kecanduan hai pembaca blog lemping pena.
Lantas bagaimana soal kepuasan menjadi fotografer? Ah ini akan ku-share berdasarkan pengalaman pribadi saja, karena jujur saja aku lebih suka mengambil foto dari pada diambil foto. Aku sadar diri, aku ini tidak fotogenic, aku selalu pede dengan bilang kenyataannya lebih bagus daripada fotoku yang diambil tapi dalam hati bilangnya, heuheu.

Makanya aku lebih suka mengambil foto saja, tak jarang di beberapa acara, aku mendadak jadi fotografer, entah karena orang lebih berminat di foto, sehingga jika menjadi fotografer otomatis tidak difoto, atau karena memang aku yang bisa mengoperasikan kamera LDR, eh DSLR maksudku, padahal jujur saja aku tidak terlalu bisa mengerti pengaturannya, tapi setidaknya aku lumayan berwawasan soal mengambil angle, atau sukarela saja jadi fotografer, toh aku suka.

Saat mengambil foto, dan itu bagus, seperti ada kepuasan tersendiri, seperti mengabadikan moment istimewa, seperti menghasilkan seni yang estetik. Apasih? Aku bicara apa coba? Pahamkah? Untuk memahami, kamu coba saja sesekali jadi fotografer, ingat, tangkap moment istimewa, biasanya foto yang seakan bisa berbicara.


11 September 2017. Catatan Inet Bean.

referensi: http://doktersehat.com/hobi-selfie-waspadai-bahaya-psikologi-ini/

Testimoni pemateri yang puas atas foto yang kuambil, haha
agak narsis dikit gapapa yah.
Foto ini berbicara gak menurut kamu? Maksudku seperti menjelaskan ketiga objek sedang melakukan kegiatannya sendiri-sendiri.

Rabu, 09 Agustus 2017

Review Si Te

www.akibanation.com

Review     : Si Te
Penulis     : Wiwid Nurwidayati
Blog          : http://wiwid-nurwidayati.blogspot.co.id

Berdasarkan tugas kelas fiksi ODOP kali ini adalah me-review tulisan bergenre fiksi dari sesama teman ODOP. Nah, aku mendapat tugas mereview tulisan dari Bunda Wiwid. Mak-mak ODOP yang sekaligus menjadi PJ kelas fiksi. Wah, jadi agak gak enak. Tapi aku enak-enakin aja deh, daripada enggak ngerjain tugas, ya kan Bund?

Oke, jadi dilihat dari judulnya yaitu “Si Te” terdengar begitu singkat, padat dan misterius. Jadi, begitu baca judulnya, minat untuk membaca tiba-tiba meningkat secara signifikan. Untuk apalagi selain ingin tahu Si Te itu apa? Makhluk yang seperti apa? Atau jangan-jangan makanan dari mana?

Maka, akupun mulai membaca paragraf awal, dimulai dari sang Aku yang memaparkan kebiasaan seseorang, di sini penulis begitu detail menjelaskan ciri-ciri fisik seseorang yang dia tuturkan.

Lalu pada paragraf selanjutnya, penulis mulai memperkenalkan perangai tokohnya yang baik namun agak royal, yaitu ketika si tokoh mempersilakan tempat duduknya untuk seorang Ibu yang sudah tua dan saat si tokoh mengeluarkan rokok yang berkelas. Dan di paragraf selanjutnya masih tetap memaparkan perangai baik si tokoh.

Di paragraf terakhir, penulis membiarkan pembaca menebak kenapa si tokoh misterius tersebut disebut Si Te oleh sang Aku.


Tulisan tersebut bisa disebut flashfiction, di mana hanya terdapat konflik yang sederhana, namun penulis dapat menarik pembaca untuk menuntaskan membacanya. Mengenai kekurangan, tidak begitu besar, hanya terdapat typo sedikit.

Inet Bean, 9 Agustus 2017

Senin, 31 Juli 2017

Simple saja Menghadapi Writer's Block

https://www.theodysseyonline.com/10-stages-writers-block-writing-article

Tidak akan mudah untuk menuliskan bagaimana aku terbebas dari writer’s block. Maka dari itu aku memilih mengetik, agar lebih mudah. Mungkin saja. Tetapi yang sebenarnya terjadi adalah, seperti mencoba memaparkan cara berhenti cegukan saat aku sendiri sedang cegukan.

Writer block (selanjutnya ditulis dengan WB, sekadar informasi, WB adalah akronim dari writer’s block) sendiri merupakan penyakit yang menyebalkan bagi penulis. WB adalah ketika semuanya terasa hambar,tiada lagi yang menarik untuk ditulis, tak ada gairah menulis, seperti segalanya terasa buntu dan stag. Setidaknya itu yang kurasakan.

Singkatnya WB itu mentok nulis. Penyebabnya tentu banyak, mulai dari penyebab yang mengada-ada sampai ada-ada saja. Seperti sibuk karena banyak tugas, itu sudah pasti masuk kategori mengada-ada. Sebab menulis bisa di mana dan kapan saja. Aku tidak sedang menyindir siapa-siapa, tapi aku menyindir diriku sendiri. Dengan sangat keras. Ah!

Adapun sebab lain, yaitu karena patah hati atau sakit hati. Ini masuk kategori ada-ada saja. Tetapi ini serius, benar adanya.  Tapi bukankah patah hati jadi bisa nulis apa yang dirasakannya, Net? Kau pernah sakit hati? jika pernah takkan pernah bertanya seperti itu.

Patah hati itu semacam alasan yang sangat pas untuk bermalas-malas. Benar-benar ada-ada saja kan? Tapi itulah hati, tidak bisa ditebak. Rumit. Tapi sudahlah, sekarang aku sedang tidak patah hati, jadi kemungkinan WBku agak sembuh. (Memalukan, silakan tertawakan aku, hahaha)

Jadi apa yang dilakukan untuk menyembuhkan WB?

Segala sesuatu pastinya dimulai dengan NIAT. Niat aja dulu untuk sembuh dari WB, atau niat menulis. Kalau niat aja enggak, gimana mau ke tahap selanjutnya?

Setelah itu, kau tutuplah matamu. Rasakan aura positif disekitarmu. Pastikan kau lakukan di tempat yang aman, sebab kalau tidak dikhawatirkan ketika kau membuka mata, barang-barangmu telah hilang. Aku tidak tanggung jawab ya...

Perlu diketahui, bahwa WB itu berbeda dengan tidak punya ide, WB lebih mengacu pada sulitnya mengungkapkan suatu ide ke dalam tulisan.

Maka dari itu, pada step selanjutnya, jika kau merasa sudah cukup tenang dan bisa mulai menulis, maka langsung tulis saja. Jika tidak, pergilah ke toko buku, jika dompetmu tidak memungkinkan, maka kusarankan ke perpustakaan saja, Baca Buku.

Bacalah buku yang menarik menurutmu, tidak perlu buku berat seperti sejarah Kerajaan Nusantara. Membaca buku ringan pun cukup. Karena pada dasarnya WB itu bisa disebabkan kurangnya nutrisi kosa-kata, dengan kata lain kurang baca.

Menurutku pribadi sih WB itu males aja intinya. Segalanya menurutku hanya alasan yang mengada-ada. Itu hanya menurutku saja sih, jika kau tidak percaya, itu hakmu.

#TugasFiksi5