Benarkah Menikah dapat Mengangkat Harkat dan Martabat Perempuan?
Artikel Islami
Pada zaman sebelum Islam datang, kaum perempuan derajatnya dianggap rendah. Bahkan ketika itu jika seorang istri melahirkan bayi perempuan, maka suaminya segera mengubur bayi tersebut hidup-hidup.
Begitu bobroknya moral saat itu. Zaman Jahiliyah, berasal dari kata Jahl yang artinya bodoh. Bukan berarti orang-orangnya bodoh secara intelektual. Tapi lebih dari pada itu. Bodoh dalam hal moral, sosial budaya, politik, dan aspek kehidupan lainnya.
Islam datang dengan membawa rahmat bagi semesta alam. Termasuk keadilan bagi perempuan sebagai manusia yang mempunyai hak asasi sama dengan laki-laki. Bahwa bagaimanapun keadaan seorang manusia, yang menentukan derajat manusia tersebut adalah hatinya.
Seiring dengan perkembangan zaman. Perempuan telah mendapatkan kembali hak asasi manusianya. Berbagai aktifis kesetaraan gender tak henti-hentinya menyuarakan hal tersebut.
Salah satu dari pengangkatan derajat seorang perempuan adalah dengan menikah. Menikah bukanlah soal pengekangan, sekat, ataupun bentuk ketidakbebasan seperti yang disuarakan oleh orang-orang yang kontra terhadap lembaga pernikahan.
Seorang filsuf eksentrik, Nietzche mengatakan " Rasa hormat terhadap satu sama lain, sebagai orang yang melaksanakan kehendak itu, itulah yang kusebut pernikahan."
Rasa hormat atas pertalian hubungan antara laki-laki dan perempuan merupakan hakikat pernikahan.
Pernikahan bukan hanya soal legalitas berhubungan seks.
Maka ketika laki-laki dan perempuan menikah. Secara otomatis keduanya mempunyai hak dan kewajiban. Keseimbangan dan kesetaraan gender. Suami dan istri mempunyai porsi masing-masing dalam menjalankan biduk rumah tangga.
Jika dalam agama Islam. Seorang yang menikah maka telah menyempurnakan sebagian imannya dan mengikuti sunnah Rasulullah.
Adapun keistimewaan perempuan ketika sudah menikah lalu melahirkan anak. Nabi telah bersabda bahwa ibu lebih utama tiga tingkat dari ayah. Tetapi surganya seorang istri berada pada suami.
Kenapa Menikah mengangkat harkat dan martabat perempuan?
Ketika menikah, maka seorang perempuan mendapat kejelasan status. Dalam realitanya perempuan yang menikah lebih terhormat dari perempuan yang kerap keluar rumah bersama laki-laki yang bukan mahramnya.
Hak dan kewajiban jelas melekat padanya. Seorang istri mempunyai porsi dalam mengatur rumah tangganya. Jika suami diibaratkan sebagai kepala sekolah, maka istri berperan sebagai guru.
(Maka dari itu carilah istri yang berprofesi sebagai guru dan sedang studi keguruan, berterima kasihlah kalian para guru dan calon guru pada tulisan ini hehe....)
Jadi, sudah siapkah kamu mengangkat dan diangkat harkat dan martabatnya?
4 komentar
Tulis komentarSebenarnya memang begitu jika setiap individu itu benar-benar memahami ilmunya. Tetapi pada prakteknya tidak seperti itu. Miris jadinya..
ReplyIya mba, mereka yang belum paham hakikat pernikahan ada yang menganggap pernikahan itu pengekangan. Malah ada yang menggugat lembaga pernikahan... haduh miris...
ReplyMakasih atas responnya mba Denik... :)
Tulisanmu selalu bagus dan enak dibaca mba khikmah.. semoga para perempuan yang belum memahami hakekat pernikahan dapat memahaminya setelah membaca tulisanmu ini yah, mba.
ReplyMakasih mba, tulisan kan untuk dibaca, jadi aku buat senyaman mungkin buat pembaca, hehe..
ReplyIstajib ya Allah, Aamiin...
-Terima kasih telah berkunjung di blog ini. Silahkan tinggalkan kritik, saran untuk perkembangan.