Lelaki Kitab Kuning
Cerpenhttp://www.andikafm.com/news/detail/8248/1 |
Senja itu
adalah senja yang melelahkan. Dengan jalanan yang berdebu, bunga-bunga yang
menguncup, dan deru motor yang bergegas meninggalkan kampus. Sementara itu, aku
masih bergelut dengan beberapa teman demi tugas yang tak kunjung selesai.
Untuk sesaat
aku tak melihat adanya sesuatu yang istimewa. Hanya lelaki yang rapi dan wangi.
Yang aku tunggu darinya adalah dia
membacakan kitab kuning yang tidak berharokat, atau sebut saja arab gundul.
Setengah
gila aku mencari-cari syarah kitab itu di internet, tetapi hasilnya nihil.
Lelaki yang kini duduk tepat di hadapanku adalah satu-satunya harapanku,
maksudku kami. Dia adalah senior di pesantren temanku, merangkap seniorku di
kampus.
Kini dia
mulai membaca kitab tanpa harokat yang berkertas kuning itu. Perkalimah, dengan
kehati-hatian yang penuh, memadu-padankan dengan kaidah nahwu shorof,
mentasrifkan kalimah demi kalimah.
Aku
mengharokati sesuai dengan apa yang dibacakannya, saat dia agak kesulitan
membaca, aku mengamatinya, pura-pura ikut merasakan kesulitannya. Dia bergumam
tentang La nahi, mabni, masdar, sandaran per kalimah. Dan aku hanya
memandangnya dengan pandangan berusaha mengerti apa yang digumamkannya.
Sedikit
terbersit rasa kagum terhadapnya, bagiku orang yang pintar bukan hanya mereka
yang pandai berhitung atau hafal rumus fisika dan kimia. Lelaki di hadapanku
ini, aku mengakui kecerdasannya dalam ranah nahwu shorof. Meskipun dia selalu
bersikap merendah.
Senja
digeser oleh peraduan bulan. Terdengar lamat-lamat adzan maghrib. Kami pun
bergegas ke mushola kampus. Di sana belum ada yang adzan. Sekali lagi aku
dibuat terkagum hingga meleleh mendengan suara adzannya. Merdu, jernih, dan
menyentuh. Rasanya ingin menangis.
Setelah dia
adzan karena tidak ada yang adzan, dia melanjutkan dengan bersholawat. Masih
dengan suara yang merdu, jernih, dan menyentuh. Beberapa menit kemudian, dia
menjadi imam. Bacaannya begitu tartil dan jernih. Aku ingin menangis.
Ah Tuhan,
jika Kau mau berbaik hati padaku. Aku ingin satu lelaki yang seperti dia. Halus
perangainya, cerdas otaknya, dan merdu suaranya. Wajahnya yang teduh seolah menyempurnakan
sosoknya.
Aku ingin
berjumpa lagi, untuk sekadar bercakap-cakap. Tapi bagaimana caranya?
7 Maret 2017
-Terima kasih telah berkunjung di blog ini. Silahkan tinggalkan kritik, saran untuk perkembangan.