Aku Mau Jadi Koruptor
Celoteh
Sudah ke sana-ke mari aku mencari kerjaan. Tapi tak kunjung
menemukan. aku seorang sarjana pendidikan yang gak punya kerjaan alias
nganggur. Alhasil setiap hari hanya
bengong saja sambil sesekali ikut meramaikan permainan para pengangguran. Kartu
remi, tanpa uang tentunya.
Suatu hari saat aku sedang main kartu remi tetiba temanku
menghampiriku. Dia juga tak jauh beda nasibnya denganku. Betapa kejam negeri
ini pada seorang pemuda sepertiku.
“Ayo ikut aku San…” ucap Opick yang tiba-tiba sudah
dibelakangku sambil setengah menyeret lenganku.
“Eh, mau kemana?” tanyaku penasaran.
“Ayolah ikut saja,” ujarnya.
Terpaksa aku mengikutinya. Kita berjalan melewati pasar.
Kemudian masuk ke gedung tua. Sebenarnya aku mau diapakan si Opick pake masuk
ke gedung tua yang bangunannya benar-benar sudah rusak di sana-sini.
***
“Hai semua, kenalkan, ini Bang Sandi, dia seorang sarjana
pendidikan yang akan mengajar kalian,” Opik bicara dengan tenangnya, sementara
aku masih kebingungan. Yang kulihat para anak jalanan, mereka kucel dan
terlihat sangar. Usianya bervariatif kuperkirakan, mungkin kebanyakan usia SMP
dan SMA. Jumlahnya lumayan banyak.
“Eh, maksudnya apa ini Pick?” aku berbisik.
“Udah, ikutin saja,” jawabnya berbisik pula.
“Bang Sandi akan menjelaskan apa itu pendidikan pada
kalian,” ujar Opick.
“Emang pendidikan itu apa Bang?” salah satu dari mereka
nyeletuk.
“Iya, apa itu pendidikan?” Mereka bersahut-sahutan bertanya.
“Oke, Jadi pendidikan itu adalah Suatu proses yang amat
fundamentalis bagi keberlangsungan hidup,” Kulihat mereka terbengong.
Opick berbisik lagi, “Heh, pake bahasa yang mudah mereka pahami.”
“Oke anak-anak, jadi pendidikan itu amat sangat penting bagi
kita semua,” jelas Opick.
“Memangnya mencopet butuh pendidikan?” Anak yang paling kecil
bertanya.
Terang saja aku kaget dengan pertanyaannya, “Heh Pick, dia
copet?” bisikku.
“Iya mereka copet,” jawabnya. Aku antara kaget tidak kaget
sebenarnya.
.
“Oke, Jadi mencopetpun ada ilmunya, mencopet orang yang
tidak berpendidikan akan sedikit hasilnya dibandingkan dengan mencopet orang
yang berpendidikan,” terangku dengan gaya aneh, aku di situ pun rasanya
menjadi kikuk.
“Ya, seperti para koruptor,” ucap Opick dengan polos.
“eh, ko’ jadi koruptor sih Pick?”tanyaku sambil menyikut
tangannya.
“Wah hebat dong koruptor,” Anak berbaju hitam yang kulitnya
tak kalah hitam menanggapi.
“Iya kalau gitu aku mau berpendidikan biar jadi koruptor,
Hidup koruptor!!” Anak kecil yang tadi bertanya tentang pendidikan menimpali.
“Hidup koruptor!!!” Kontan semua yang ada di gedung
ber-korr.
Aku hanya bisa salah tingkah dengan hati miris sekaligus
tergelitik.
***
Sementara di tempat lain.
“Bagaimana Operasi Tangkap Tangannya Pak? Apakah mereka
memang sudah terbukti melakukan suap?” tanya seorang wartawati cantik.
“Ya, kami sudah menangkap ada tiga oknum, bukti-bukti sudah
kami kantongi. Tinggal pendalaman kasus saja,” jawabku dengan intonasi suara
berwibawa.
“Bagaimana dengan kabar tentang uang USD 8000 Pak?” ujar
wartawan lain.
“Kami menyitanya, namun masih dalam proses penyelidikan
apakah itu adalah uang suap atau bukan.”
“Pasal apa yang akan dijeratkan Pak”
“Pasal 11 Undang-undang Nomor 31 Tahun1999 sebagaimana
diubah dengan UU nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana
Korupsi (UU Tipikor) juncto Pasal 64 Ayat (1) KUHP, Oke saya permisi dulu
semua,” ucapku sambil melenggang pergi meninggalkan wartawan yang masih saja
mengejarku.
***
Cerita pertama sebenarnya terinspirasi dari Film Alangkah Lucunya
Negeri Ini. Dan film itu benar-benar membuatku tertabok dengan jalan ceritanya.
Sederhana namun begitu mampu membuat hati miris dengan apa yang terjadi pada
negeri ini. Bahkan di akhir ceritanya membuatku terharu.
Karena tantangan ODOP minggu ini tentang membahas berita
yang lagi booming, maka hal itu aku sandingkan dengan berita yang emang lagi
anget. Sehangat kotoran burung yang jatuh mengenai kepala, haha iti sih
pengalamanku waktu kecil. Jadi waktu itu aku sedang bermain kejar-kejaran, eh
ada anget-anget menimpa rambutku, dan ternyata itulah pokoknya.
Oke kembali ke topik. Tentang pendidikan. Adakah yang salah
pada pendidikan di Indonesia? Hingga mereka yang berpendidikan justru berbuat
nista. Mencuri uang rakyat. Dengan kedudukan yang telah dicapainya berkat
rakyat?
Mereka berpenampilan necis dengan gaya hidup hedonis. Jam tangan ratusan juta, mobil milyaran. Padahal satu bulan gajinya hanya sekitar kurang lebih 36 juta? Lalu ternyata itu adalah uang rakyat. Kemudian ketika di jalan dicopet.
Nah barangkali itu yang namanya dari rakyat, oleh rakyat dan untuk rakyat.
Anak-anak yang hidupnya di jalanan. Hanya sebatang kara.
Sejatinya mereka adalah tanggung jawab Negara. Namun kenyatannya uang mereka
justru habis sebelum sampai pada mereka. Hingga anak-anak itu tak punya pilihan selain mencari uang sendiri. Dengan cara baik sampai pada yang tidak baik.
Jadi, semua ini salah siapa?
Fakir miskin dan anak-anak yang terlantar dipelihara oleh
negara.
(Pasal 34 Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia)
Khikmah Al-Maula
4 April 2016
#OneDayOnePost
13 komentar
Tulis komentarRealita negeri ini.
ReplyRealita negeri ini.
Replypotret negeri tercinta kiya, memilukan
Replypotret negeri tercinta kiya, memilukan
ReplyHmm geram nian sama koruptor.
Replynegeri para pencoleng :)
ReplyPenjahat berdasi lebih kejam ayunda
Replymemilukan, hiks
Replymiris
ReplyKamu jenius banget, Net.
ReplyBerarti anak jalanan itu mengambil haknya, ya.
"Mencuri uang rakyat. Dengan kedudukan yang telah dicapainya berkat rakyat?
ReplyNah barangkali itu yang namanya dari rakyat, oleh rakyat dan untuk rakyat."
Hiks, Jleb banget statementmu yg ini net.
Keren tulisannya 👍
Akhir-akhir ini aku lebih sering mendengarkan lagu bang Iwan Fals, pas dengan tema artikel ini yang memerangi koruptor :)
ReplyTran Ran
Wah, terimakasih sudah ikut miris, hihi...
Reply-Terima kasih telah berkunjung di blog ini. Silahkan tinggalkan kritik, saran untuk perkembangan.