Bukan Siapa Pun
Celoteh
Bagaimana aku menuliskannya ketika aku menulis, mereka
justru menuduhku semakin jauh dari apa yang mereka kenal tentangku. Jika itu
menyangkut diriku sendiri bukankah itu sudah menjadi hak privasiku? Namun kenapa
mereka bertanya-tanya akan keputusanku? Jahatkah aku dengan perubahanku? Padahal
aku tetap berfikir bagaimana cara untuk berfikir.
Membaca sudah menjadi kebutuhan hidupku. Sehari saja tidak
membaca, aku merasa semakin kurus kering. Dan tidak berarti apa-apa. Karena hidupku
tidak terlalu kaya, miskin pun tidak. Aku bahagia akan hidupku. Sederhana adalah
posisi terbaik di dunia ini. Karena orang hebat hanya membutuhkan ruangan sunyi,
bukan emas permata.
Dari itulah, aku tahu bagaimana yang benar dan salah. Masih dalam
perspektif pendirianku. Kita dapat mencuri kebaikan dari buku-buku itu. Lalu
menjadikan pelajaran bagi yang berseberangan. Membaca dan pegalaman, bukankah
mereka adalah guru terbaik?
Jangan hanya membaca, lalu lepas dari aksara-aksara yang
dirangkai itu. Ambilah cahaya darinya. Ya, aku telah menggabungkan pengalamanku
dengan bacaanku. Hingga membuatku seperti sekarang ini, jilbabku lebih lebar. Aku
menutup fisikku, namun tak menutup pikiranku.
Kenapa pandanganmu terlihat sinis? Apa yang kamu pikirkan
tentangku? Anggaplah aku sepertimu, mungkin kau beralih gaya busanamu karena
tren-tren masa kini. Sedangkan aku? aku lebih memilih beralih ke kesederhanaan,
aku memakai apa yang membuatku nyaman. Bukan apa yang mereka inginkan. Jadi tidak
ada hubungannya dengan aliran-aliran apa pun. Bukankah Dia tidak melihat apa
yang kita pakai? Hanya Hati. Dan percayalah, hatiku belum tentu lebih bercahaya
dari hatimu.
Aku ingat, seorang guru pernah berkata kepadaku sewaktu di
Madrasah Aliyah Salafiyah, tepatnya pada siswi-siswinya. Di situ siswi memakai
jilbab segi empat putih polos, berneci, dan tidak transparan, benar-benar
sederhana.
“Jilbab seperti yang kalian pakai sudah bagus, sederhana dan
menawan,” Ujar guru itu dengan senyum wibawa.
Kamu ingat kan? Aku hanya mengikuti apa yang dikatakan guru
kita. Memakai apa yang kusebut rasa nyaman dan sederhana. Bukan karena
dipengaruhi oleh siapapun. Tapi ini adalah hasil dari perenunganku melihat
pengalaman dan tulisan-tulisan.
Namun aku tidak lantas menganggapmu aneh seperti sorot
matamu padaku. Aku membuka lebar-lebar pikiranku tentang bagaimana para pemikir
merenungkan perbedaan-perbedaan pendapat. Anggaplah itu sebuah kekayaan
wawasan. Bukan suatu sekat-sekat yang mengikat.
Aku bukan sang pembawa emas dan gula-gula yang mencoba
menawarkan kebahagiaan padamu. Bukan pula sang pembawa pedang dan belati yang
melarangmu berbuat sesukamu.
Aku bukanlah siapa-siapa. Hanya pengagum
pikiran-pikiran Socrates, Plato, Aristoteles, Ibnu Sina, Ibnu Maskawih,
Al-Ghazali, Muhammad Abduh, Nietzsche, Sigmund Freud, dan masih banyak lagi
yang tidak bisa disebutkan satu persatu, hanya menuliskan nama-nama yang terlintas
saat menuliskan tulisan ini.
Ketahuilah, mereka tidak akan membawamu pada kengerian. Karena
Ilmu itu bagaikan cahaya dalam menunjukkan. Ingatkah ungkapan yang dulu kita
temui pada mata pelajaran Balaghoh? Al-Ilmu Kannuuri Fil Hidayah.
Khikmah Al-Maula
29 April 2016
#OneDayOnePost
6 komentar
Tulis komentarKeep istiqomah ukhti ... (Y)
ReplyGile lu Ndro!
ReplyKeren banget Inet
Subhanallah. Filsafatnya luar biasa...
Replyistiqomah inet..akan selalu ada angin yang lebih kuat ketika kita tumbuh semakin tinggi
ReplyInsyaAllah
Filsafat kelas berat buat aku iniiii..
ReplyRasanya punya pengalaman yg mirip, hehe..
Replysy terkesan sama ucapan seorang dosen yg hanya kebetulan kudengar saat melintas depan kelasnya, kata beliau.."Busana itu tujuanx utk memberi rasa nyaman dn ketentraman"
kalimat yg bikin sy merenung lama sampai memutuskan yakin utk 'hijrah'..:)
-Terima kasih telah berkunjung di blog ini. Silahkan tinggalkan kritik, saran untuk perkembangan.