Senin, 31 Juli 2017

Shopie Agape Razaq

http://www.yeoner.com/p/68146.html

Namaku Shopie Agape Razaq. Nama itu bukan nama sembarangan, kedua orang tuaku telah berkhalwat di kamar mereka selama setengah jam untuk akhirnya memutuskan nama tersebut. Sambil sesekali aku memengaruhi pikiran mereka dengan cara menangis saat nama yang cukup aneh terpikirkan untuk diberikan kepadaku.

Mereka sempat berpikir untuk menamaiku Plati. Diambil dari nama Plato, filsuf besar yang berasal dari Yunani. Mereka berpikir kalau akhiran i itu untuk nama perempuan. Dalam bahasa arab, anti yang berarti kamu untuk perempuan, dan dalam nama-nama pewayangan, huruf i pun biasa untuk nama anak perempuan, seperti Drupadi yang diambil dari nama ayahnya, Drupada, Madri yang berayah Madra.

Ah, itulah pikiran ngawur Ayahku. Untungnya Mama tidak menyetujuinya.  Mama kemudian mengusulkan untuk menamaiku Shopie, dan aku setuju dengan cara menyungingkan senyumku. Shopie itu artikan saja Filsafat. Mereka penggemar berat filsafat. Tetapi aku justru tidak terlalu suka. Memusingkan.

Sambungan namaku selanjutnya adalah Agape, kita artikan saja Cinta. Katanya aku ini melambangkan cinta mereka yang suci, dan Razaq itu nama Ayahku, biar keren aja kek orang-orang.

Itulah sedikit sejarah namaku. Tentang aku sendiri, kini aku sedang menyuruh sahabatku untuk menuliskan ini, masalahnya biar aku tidak lupa bagaimana caraku pertama kali bertemu dengannya. Aduh aku malu mengatakannya. Bertemu dia. Dia itu seorang cowo yang menggemaskan.

Baiklah, waktu itu sedang MOS SMA. Tidak ada yang perlu dikhawatirkan, sebab aku telah mempersiapkan segalanya dengan sangat teliti, bahkan aku sampai di sekolah bertepatan Pak Satpam membuka gerbang, aku yang pertama, yes. Tapi cowo yang kumaksud bukan Pak Satpam ya?

Aku berjalan masuk setelah basa-basi menyapa Pak Satpam, tidak lama aku berjalan ada yang menyuruhku berenti. Kukira aku yang pertama, ternyata bukan. Ah!

“Stop!!!” katanya. Di depanku ada cowo, kira-kira lima meter jarakku dengannya, dia berpakaian dengan gaya sepertiku, gaya peserta MOS.

Aku melihatnya, dengan tatapan tanda tanya.

“Kamu hanya boleh menginjak warna merah.”

“Kenapa?”

“Sudah tradisi.”

“Tradisi?”

“Iya, cepatlah, lewati dengan hanya menginjak warna merah.”

Aspal itu diwarnai selang-seling. Merah di pinggir kanan, lalu dibaris selanjutnya di tengah, dan dibaris selanjutnya di pinggir kiri, dan selanjutnya tidak beraturan. Benar-benar merepotkan, tradisi macam apa itu?

Aku berjalan dengan hati-hati agar hanya menginjak warna merah dan menjaga keseimbangan tubuhku. Mirip permainan waktu kecil, jika didaerahku namanya jengklean. Panjang aspal yang diwarnai warna-warni itu sekitar empat meter.

“Hahaha, selamat...”
“Selamat apa?”

“Ternyata kamu bisa menari juga, Shopie.”

“Menari?”

“Ya, tadi aku mengajarimu menari.”

“Katamu tradisi?”

“Menari tradisi bukan?”

“Iya sih.”

“Yasudah.”
“Omong-omong namamu bagus, Shopie Agape Razaq.” Katanya, sambil tertawa kecil dan meninggalkanku termangu merasa dikibuli. Sial! Aku melihat peserta MOS lain mulai bermunculan, dan berjalan biasa saja melewati aspal berwarna-warni.

Sampai di sini dulu ya ceritanya, sahabatku yang menuliskan ini sudah ngantuk katannya. Perlu kuperkenalkan namanya tidak? Tapi dia bilang takut terkenal, jadi lain kali saja. Ini episode pertemuan pertama. Cieee haha... ohya, dia tahu namaku karena membaca name tage yang segede laptop. Sial! Dia tidak memakai name tage sepertiku. Aku jadi tidak tahu siapa dia.


NB: Terinspirasi dari gaya menulis Ayah Pidi Baiq, karena baru tiga hari yang lalu baca novelnya, dan terinspirasi dari Mr. Jostein Gaarder. Aduh, aku bingung tugasnya, jadi begini aja deh. Oke yah? 

#TugasFiksi6

Simple saja Menghadapi Writer's Block

https://www.theodysseyonline.com/10-stages-writers-block-writing-article

Tidak akan mudah untuk menuliskan bagaimana aku terbebas dari writer’s block. Maka dari itu aku memilih mengetik, agar lebih mudah. Mungkin saja. Tetapi yang sebenarnya terjadi adalah, seperti mencoba memaparkan cara berhenti cegukan saat aku sendiri sedang cegukan.

Writer block (selanjutnya ditulis dengan WB, sekadar informasi, WB adalah akronim dari writer’s block) sendiri merupakan penyakit yang menyebalkan bagi penulis. WB adalah ketika semuanya terasa hambar,tiada lagi yang menarik untuk ditulis, tak ada gairah menulis, seperti segalanya terasa buntu dan stag. Setidaknya itu yang kurasakan.

Singkatnya WB itu mentok nulis. Penyebabnya tentu banyak, mulai dari penyebab yang mengada-ada sampai ada-ada saja. Seperti sibuk karena banyak tugas, itu sudah pasti masuk kategori mengada-ada. Sebab menulis bisa di mana dan kapan saja. Aku tidak sedang menyindir siapa-siapa, tapi aku menyindir diriku sendiri. Dengan sangat keras. Ah!

Adapun sebab lain, yaitu karena patah hati atau sakit hati. Ini masuk kategori ada-ada saja. Tetapi ini serius, benar adanya.  Tapi bukankah patah hati jadi bisa nulis apa yang dirasakannya, Net? Kau pernah sakit hati? jika pernah takkan pernah bertanya seperti itu.

Patah hati itu semacam alasan yang sangat pas untuk bermalas-malas. Benar-benar ada-ada saja kan? Tapi itulah hati, tidak bisa ditebak. Rumit. Tapi sudahlah, sekarang aku sedang tidak patah hati, jadi kemungkinan WBku agak sembuh. (Memalukan, silakan tertawakan aku, hahaha)

Jadi apa yang dilakukan untuk menyembuhkan WB?

Segala sesuatu pastinya dimulai dengan NIAT. Niat aja dulu untuk sembuh dari WB, atau niat menulis. Kalau niat aja enggak, gimana mau ke tahap selanjutnya?

Setelah itu, kau tutuplah matamu. Rasakan aura positif disekitarmu. Pastikan kau lakukan di tempat yang aman, sebab kalau tidak dikhawatirkan ketika kau membuka mata, barang-barangmu telah hilang. Aku tidak tanggung jawab ya...

Perlu diketahui, bahwa WB itu berbeda dengan tidak punya ide, WB lebih mengacu pada sulitnya mengungkapkan suatu ide ke dalam tulisan.

Maka dari itu, pada step selanjutnya, jika kau merasa sudah cukup tenang dan bisa mulai menulis, maka langsung tulis saja. Jika tidak, pergilah ke toko buku, jika dompetmu tidak memungkinkan, maka kusarankan ke perpustakaan saja, Baca Buku.

Bacalah buku yang menarik menurutmu, tidak perlu buku berat seperti sejarah Kerajaan Nusantara. Membaca buku ringan pun cukup. Karena pada dasarnya WB itu bisa disebabkan kurangnya nutrisi kosa-kata, dengan kata lain kurang baca.

Menurutku pribadi sih WB itu males aja intinya. Segalanya menurutku hanya alasan yang mengada-ada. Itu hanya menurutku saja sih, jika kau tidak percaya, itu hakmu.

#TugasFiksi5

Minggu, 23 Juli 2017

Bahasa-Bahasa Perempuan

https://decaires.wordpress.com/2011/07/03/perempuan-itu/

Malam adalah kamu. Malam yang dengan bulan, tapi bukan bulan biasa, yang lebih dari tujuh puluh tahun muncul sekali, sebab kamu muncul sekali setelah bumi merubah energi mulia menjadi kamu. Kamu yang dari air, dari binatang, lalu kamu.

Seperti saat bulan menjelma menjadi matahari pukul tujuh belas, kamu bertanya tentang sebab-musababnya, lalu kujawab dia hanya ingin melihatmu lebih dekat, sebab malam itu serupa malam seribu bulan. Tapi itu bukan yang kutuju, maka aku mengafirmasi. Bahwa dirimu serupa bulan yang menjelma matahari pukul tujuh belas, yang berwarna biru, yang diteman rasi bintang sqorpio.

“Tapi kenapa?” tanyamu.

Itu adalah bahasamu, bukan seperti bahasa-bahasa perempuan biasa. Sebab mereka terbiasa menonton sinetron dengan alur sangat manis tapi pahit, membaca novel romance tapi bohong, membeli karcis bioskop pada malam minggu yang fana. Kamu selalu tidak peduli pada asas feminisme, kemanja-manjaan, atau pada lipstik merah, bedak tahan air, alis sempurna, pipi yang seperti babi baru lahir.

Tentu saja, sejak Ayahmu berperan sebagai pedofil, hidupmu serupa boneka pemuas kemaluan pria, “tetapi bahkan dia tidak punya malu?” katamu. Aku tergelak. Mungkin kamu mau bilang ini adalah ironi yang tragis sekaligus bengis. Disebut apakah kemaluan jika malu telah dibakar habis oleh kebanalan?

Dia tidak punya malu, bahkan arwah-arwah takut padanya. Bagaimana mungkin rasa takut ada dalam ujung hidungnya? Kamu pernah meminjam buku yang berjudul Hari-hari Terakhir Socrates, lalu berpusing kedalamnya. Lalu selepas itu bahasamu lebih tidak seperti bahasa-bahasa perempuan biasa. Kamu berceloteh tentang kesucian. Pada akhirnya meluncur dari bibir mungilmu.

“Apa aku masih suci?” Bertanya pada bayang-bayangmu yang hitam, mengikuti tiap inci tubuhmu.

            Bahkan kamu lebih suci dari orang-orang yang mengaku suci, dari orang berkostum agama yang mengkomersilkannya, dari orang yang kehilangan imajinasinya. Sesuci cahaya embun pada bougenvil saat dramatis kita bertemu. Kamu tidak takut padaku. Tidak terlintas di benakmu bahwa mungkin saja kamu lepas dari lubang buaya satu dan terjerembab di lubang komodo. Aku baru saja kehilangan istri dan anak-anakku

            Aku bercerita padamu bahwa bagiku kehilangan istri tidak membuatku bersedih, justru ada hawa kelegaan yang mengalir dalam lubang di hatiku. Dua anakku turut menjadi korban kebengisan. Aku menemukan mereka saat aku pulang dari luar kota untuk membeli keperluan tokoku, istriku sudah kaku dalam keadaan telanjang, kedua anakku yang berusia tujuh dan dua tahun mati ketakutan, mata mereka menonjol hampir keluar. Mendadak darahku membeku, dan aku tidak mengingat apapun kecuali saat aku terbangun, aku sudah berada di rumah sakit.

            Sesaat setelah sadar, kutatap langit-langit rumah sakit yang putih, lalu tiba-tiba hawa kehilangan menggerayangi tubuhku. Setetes butiran bening jatuh begitu saja dari sudut mataku. Ingatanku kembali saat perjumpaan awal kita yang tidak romantis, yang membawa luka dari lingkaran nasib yang bengis.

            Di jembatan perbatasan antara kotamu dan kotaku, yang kini telah bertransformasi lebih modern dan berkelas. Kamu berdiri di salah satu sisi jembatan, memandang laut lepas. Ada kebekuan waktu yang membuatku sejenak melupakan masalahku. Masih kuingat dengan jelas kamu mengenakan dress berwarna gading dengan cardigan merah.

            Tiba-tiba kamu terisak. Dan seketika itu aku menyimpulkan, di sini kita mempunyai tujuan yang sama. Mengasingkan diri dari nasib yang tidak berpihak pada kita. Rasanya saat kau terisak ingin aku mendekat padamu, tapi itu tidak akan membuatmu lebih tenang, aku pernah membaca artikel bahwa dengan menangis bisa membuat hati menjadi lebih lega, walaupun tidak mengatasi masalah. Setidaknya kamu mempunyai kepuasan akan luapan dari emosimu.

#Tantangankelasfiksi4

Minggu, 16 Juli 2017

Tataplah

Image: Getty

Aku ingin menatapmu
Aku ingin kau tatap
Kekasih, tataplah aku, tataplah aku
Aku merindukan mata itu,
Mata yang membawaku ke seluruh alam semesta,
Membawaku larut ke dalam jiwa yang satu.

Sepuluh tahun bukan waktu yang lama untuk dapat melupakan mata itu. Bukan karena tidak ada lagi di dunia ini mata seindah mata itu. Berulang kali Zoey, sahabat terbaikku memerlihatkan foto-foto mata laki-laki untuk membuatku setidaknya berenti menyeritakan matamu. Kebiasaan ganjil yang Zoey lakukan sejak SMA dan terlanjur mendarah daging hingga sekarang. Kemarin dia bilang sudah memfoto mata orang tepat yang ke tiga juta.

Berawal dari niat baik untuk menolongku, Zoey malah mendapat “hobi” yang tidak lazim. Maksudku, mana ada orang selain Zoey yang hobi mengoleksi foto mata orang. Pigmen kornea mata yang didapat Zoey tentu sudah bermacam-macam, hitam, coklat, biru, hijau, ungu, dan sekarang dia sedang memburu pigmen mata yang berbeda, seseorang yang memiliki dua pigmen mata, entah aku lupa namanya.

Bahkan kemarin dia diundang di salah satu stasiun tv nasional, sejak dia kenal dengan instagram, dia selalu meng-upload foto-fotonya, instagramnya hanya berisi foto mata dari orang berbagai belahan dunia. Hanya karena itu, Zoey mendapat followers yang mengesankan, hampir seratus juta follower. Tentu saja followernya dari berbagai belahan dunia. Dia bekerja sebagai seorang wartawati internasional.

Ah, kenapa aku jadi cerita tentang Zoey banyak sekali. Tetapi setidaknya itu berawal dari kau, semua itu karena kau, jutaan mata yang didapat  Zoey, berawal dari tatapan matamu.

Zoey penasaran sekali ingin melihat dan tentu saja memfoto matamu. Dan, dia juga ingin berterimakasih padamu, ini lucu sekali. Karena dulu bahkan dia ingin aku melupakanmu, memarahimu meski kau tidak pernah dikenalnya. Zoey bahkan akan ke sini jika sekarang aku memberitahunya bahwa kau ada di sini, di depanku. Dia penasaran sekali, kenapa selama sepuluh tahun dia mencarikan mata untukku, tidak ada yang bisa membuatku berpaling dari matamu.

Ah, lagi-lagi aku banyak bicara tentang Zoey, seharusnya aku menceritakan tentangku, tapi apa yang harus kuceritakan? Aku rasa cerita tadi sudah cukup menjelaskan tentang aku selama kau pergi, atau sebaiknya aku cerita tentang masa kecil kita? Kau ingat, Ethan?

Dulu kita sering memermainkan permainan ini, saling tatap dan kau selalu kalah, lalu kita tertawa. Tapi buat apa aku ceritakan masa kecil kita? Bukankah itu kisah kita? Lalu buat apa aku ceritakan?

Ethan? Kenapa kau diam saja? baiklah, sekarang aku yang diam, giliran kau yang cerita Ethan.

Ethan?

Yasmin, bukankah dengan menatapku sejak tadi, kau sudah tahu apa saja yang terjadi denganku selama sepuluh tahun ini?

Inet Bean
16 Juli 2017