Selasa, 29 November 2016

Hujan di Tengah Malam

http://www.teropongsenayan.com

Oleh: Inet Bean

Hujan di tengah malam adalah kutukan bagi mata-mata yang tak bisa terpejam. Alunan rintikannya menghantarkan pada satu persatu kenangan, lalu membawa pada satu kerinduan.

Adakah kau merasakan kerinduan yang sama? Semacam kerinduan menikmati dinginnya malam yang berselimut sepi. Saat kita muak dengan percikan panas dunia ini. Saat tak bisa kita temukan di siang hari. Saat jiwa-jiwa kebohongan terlelap dalam sunyi.

Dan rinai hujan masih terdengar hingga selarut ini. Jika hujan menjelma menjadi seseorang, maka dia tidak akan mencapku sebagai pendiam. Karena hanya padanya kusampaikan rahasia-rahasiaku.

Ini adalah rahasia terbesarku. Setelah ini, kau bisa menanyakan padanya tentangku. Dia akan menjawabmu, karena kau adalah rahasia keduaku.

Kau tahu? Aku bisa mengerti seseorang hanya dengan respon dari pertanyaanku. Aku mengerti sesuatu yang tulus dan sesuatu yang hanya berselimut ketulusan. Aku mengerti seseorang yang tanpa sadar berbuat jahat. Aku mengerti seseorang yang senang dengan persahabatan. Aku mengerti seseorang yang membenciku. Aku mengerti...

Sampai saat ini, rintikan hujan masih terdengar. Tapi aku tidak cukup mengerti tentangku. Mengapa aku kadang cukup menyenangkan untuk disukai, dan kadang cukup pantas untuk dibenci. Aku berpikir hanya kau yang mengerti.

Tiba-tiba aku ingin mendengar suaramu. Tapi suaramu ternyata sudah ada di ingatanku, aku hanya butuh memilih puisi mana yang ingin kudengar. Hujan sudah reda.

29 November 2016

Kamis, 24 November 2016

Saat Waktu Hanya Ilusi


http://resepmasakanmaut.blogspot.co.id/2016/09/resep-cara-membuat-tempe-mendoan-khas-super-enak-lezat.html


Oleh: Inet Bean

Saat waktu hanya ilusi ketika kita duduk di bawah kejinggaan cahaya mentari, menyerupai lensa yang memotret sebagian tubuh dari arah timur. Sementara deburan ombak seumpama penambah kesyahduan penghapus waktu.

Masih ada satu-dua penjual es kelapa muda, gorengan, mie ayam hingga bakso yang belum menunjukkan tanda-tanda bergeming. Demi melihat raut kelelahan seorang kakek yang setia menunggu pembeli, kau mengajakku ke sana.

Kita berjalan bersisihan, kau memegang tanganku, mengisi di antara jari-jariku, erat. Seakan kau bilang ‘aku akan terus menggenggam tanganmu, sampai kapanpun.’

Lagi pula  kita sudah tahu masalah pada diri kita masing-masing. Penyebab kau pergi dan kenapa aku membiarkanmu pergi begitu saja. Tetapi itu hanya casing luar saja, di belakang itu kita tak kuasa menahan sepi yang sesak.

“Mbah, taseh enten mendoane?” Kau memikirkan mungkin saja kakek itu akan lebih fasih berbahasa Jawa.

“Nggeh, niki taseh,” jawab kakek, tersenyum ramah, tampak guratan-guratan yang seakan berbicara bahwa tiap guratan mewakili tiap zaman. “Sekedap, tak goreng riyen nggeh?”

“Nggeh, Mbah...” Kita membalas senyuman ramahnya

Dari percakapan antara kau dan kakek, aku mengetahui. Namanya Suryadi, biasanya dipanggil Mbah Di. Dulu ia berjualan bersama istrinya, namun sejak dua tahun lalu Mbah Di berjualan sendiri lantaran istrinya meninggal, sementara anak satu-satunya telah menikah dan merantau bersama suaminya di Ibu Kota.

Kau dan Mbah Di sudah tampak akrab walau baru bertemu, seakan kawan lama yang baru berjumpa. Sementara itu aku hanya menyimak, sesekali ikut tersenyum saat keduanya tertawa, memerhatikan jemari Mbah Di yang begitu cekatan membuat mendoan.

Mbah Di  menenggelamkan tempe kira-kira berukuran lima kali lima sentimeter ke wadah berisi adonan dari tepung, daun bawang, garam, dan rempah-rempah lainnya. Dan mengangkatnya untuk kemudian di tenggelamkan dalam minyak goreng panas di wajan.

Tidak perlu menunggu lama, mendoan dan teh panas sudah tersaji di hadapan kita. Karena mendoan memang tidak perlu sampai kering, seakan setengah matang.

“Kau tahu? dulu, Ibuku berasal dari Kota Mendoan,” Kau mengambil satu mendoan yang masih menguarkan kepul asap. ”Kenapa ya? Aku seperti tidak asing dengan Mbah Di? Apakah karena keramahannya atau jangan-jangan dia kakekku?”

Aku tersedak, sementara itu Mbah Di hanya tersenyum ramah seperti tadi, entah dia mendengar pertanyaanmu atau tidak.

#TantanganCerpenKuliner
24 November 2016



Rabu, 23 November 2016

Kopdar dengan Si Gadis Gitar ODOP

Dari hp si Gadis Gitar


Oleh: Inet Bean

Si Gadis Gitar ODOP itu sebenarnya adalah aku, tapi berhubung itu masih dalam rangka salah satu impianku dan aku belum bisa bermain gitar, maka gelar itu akan kuberikan kepada... (jeng jeng jeng.... biar dag dig dug dulu)

Tapi aku yakin sih warga ODOP udah mafhum, tentu saja si Bulek Hacker, jadi udah tahukan? Yups, Heni (Lusi) S Kagie.

Jadi, untuk kopdar alias kopi darat alias bertemu dengan Mbak Heni, bener-bener drama. Betapa tidak? Mbak Heni berulang kali ke Pekalongan tapi baru kali ini kita akhirnya bertemu. Rasanya seperti bertemu dengan teman lama yang terpisahkan, ketemu ketawa-ketiwi muluk.

Beberapa bulan yang lalu Mbak Heni ke Pekalongan dalam rangka menemani temennya yang mau penelitian, gak tahu deh kenapa penelitiannya di Pekalongan, padahal di Pemalang aku kira juga ada anak SMA.

Waktu itu kita mau kopdar, tapi gagal. Karena kita seperti kejar-kejaran. Ketika Mbak Heni ngabari di tempat A, aku pun OTW ke tempat tersebut tapi ternyata Mbak Heni sudah berganti tempat B, begitupun setelahnya ke tempat C, D, sampai Z.

Dan minggu lalu Mbak Heni ke Pekalongan dalam rangka untuk mempresentasikan mars dan hymne ciptaannya bersama Mas Urip dan satu lagi aku lupa. Keren kan si Gadis Gitar ini? Hebat. Empat jempol deh. Sayangnya kami waktu itu belum berjodoh bertemu. (hiks)

Walaupun gak juara pertama, setidaknya juara ketiga. Nah, tadi si Gadis Gitar ini ke Pekalongan lagi tepatnya kampusku, dalam rangka menanda tangani dan mengambil sertifikat kemenangan atas karyanya.

Sebelum bertemu pun aku masih harus towaf di gedung Akademik, padahal jelas-jelas SMS dari Mbak Heni bilangnya di utara Auditorium. Ini murni otakku yang agak konslet gegara baru saja dikerjain dosen (baca: Ngerjain Tugas)

Nah, untungnya aku cepat siuman, jadilah kita bertemu. Ah kitapun berpelukan erat sekali, sampai-sampai seperti ada lem di badan kita. Begitu erat, sampai ditereakin orang-orang, dikira lesbiyan. Eh, enggak. Sebenernya bukan begitu kok, itu murni khayalanku saja.

Yang sebenarnya terjadi adalah, aku liat dari jarak kira-kira lima meter ada coklat-coklat. Ternyata benar itu jilbab coklatnya Mbak Heni, aku pun memanggilnya.

“Mbak Heni...” teriakku.

“Inet...” teriak Mbak Heni.

Kita berlari-lari seperti di sinetron-sinetron yang adegan larinya dipelankan.
Tangan kita berpelukan erat sekali sambil ngakak-ngakak.

Dan tahukah yang dikatakan Mbak Heni terhadapku setelah itu?

“Net, suaramu seksi loh.” (Hening)

NB: Makasih makan-makannya, ciee yang juara. Sekali lagi Makasih amplop putihnya, maksa sih, aku terima deh. Lain kali jangan segan untuk paksa aku lagi yah Mbak Hen? (Becanda-becanda :D)


Dari hp si Gadis Gitar

Dibuang sayang :D

Selasa, 22 November 2016

Saat Dosen Positif Tidak Masuk Kelas

https://plus.google.com/+muhammadrandiazmi/posts/5mwghgAKYiL
Oleh: Inet Bean

Saya hanya ingin menggambarkan saat dosen positif tidak masuk kelas. Hari ini saya ada kelas pagi, dan selalu saja walaupun saya tidak kesiangan, tapi saya selalu buru-buru saat berangkat. Teman saya bilang itu adalah semacam kutukan mahasiswa menjelang semester akhir.

Bahkan senior saya pernah bilang bahwa semester lima ibarat seseorang yang akan tenggelam. Megap-megap seperti ikan kekurangan oksigen. Entah maksudnya apa, mungkin perumpamaan itu dipengaruhi karena kampus kita terletak di pesisir.

Barangkali lima tahun ke depan saya sudah sukses dan akan merindukan saat-saat seperti ini, saat dosen tidak masuk kelas. Dan berterimakasih pada jari-jari yang telah menuliskan suasana tersebut.

Jadi apa yang dilakukan mahasiswa saat dosen positif tidak masuk kelas?

Mahasiswa aktivis akan segera cabut, minggu lalu teman saya bilang, “Syukurlah, bisa jaga stand.”
Dan bulan lalu saya sendiri yang mengatakan hal itu, gini-gini saya adalah aktivis kampus, walau kalau rapat jarang ikut. Mungkin lebih tepatnya, aktipis abal-abal, heuheu...

Mahasiswa selanjutnya adalah yang memanfaatkan kelas sebagai sarana berteduh. Aktivitasnya bermacam-macam, ada yang memenuhi tugas dosen, nonton drama korea, sampai sekadar untuk mengecek sosial media, dua tangan dengan dua hp.

Nah, ada pula mahasiswa agamis, dia menonton siaran dakwah ustadz Yusuf Mansur via You Tube, yang ini benar-benar kenyataan terjadi (emang yang lain gak benar-benar terjadi? Bukan begitu, kadang aku suka berlebihan)

Yang terakhir ya mahasiswa aneh yang mengamati suasana kelas saat dosen positif gak masuk, yaitu mahasiswa yang menuliskan tulisan ini. Heuheuheu...

Mungkin kalian akan berpikiran bahwa saya ini kurang kerjaan. Padahal tugas saya masih banyak, membuat RPP, Power Point, syuting menjadi pendongeng hingga tugas resume makalah satu semester.

Tapi entahlah, saya sedang ingin saja menuliskan hal ini. Bukankah mengerjakan keinginan adalah salah satu tanda seseorang menghargai hidupnya? Di awal pun saya sudah katakan bahwa saya hanya ingin...

NB: Gambar agak gak ada hubungannya dengan tulisan. Karena buru-buru mau masuk ke kelas selanjutnya.

Senin, 21 November 2016

MUNAFIK?

Oleh: Inet Bean

Minggu lalu saya menonton film yang berjudul munafik. Film itu bergenre horor, dengan latar tempat di Malaysia, karena memang berasal dari Malaysia. Tidak seperti film horor dalam negeri yang kerap menonjolkan aura-aura tidak senonoh daripada setannya. Maksud saya, negeri ini film horornya sudah terkontaminasi dengan hal-hal yang menjorok pornografi, erotisme, seksualitas. Oke, walau tidak semua. Tapi banyak.

Film dimulai dari kejadian kecelakaan. Dia adalah seorang ustadz yang dikarunai bisa meruqyah, istrinya meninggal dalam kecelakaan tersebut. Di sisi lain ada seorang perempuan yang hidupnya diganggu oleh setan. Ibu tirinya mengeluhkan keanehannya pada suaminya.

Tapi saya bukannya mau membahas film itu, melainkan letak munafiknya. Walau belum tentu diri saya terhindar dari munafik, setidaknya berusaha untuk menjauhinya.

Dalam film tersebut digambarkan bahwa setan benar-benar sumber kemunafikan bagi manusia. Bagaimana setan memanipulasi, menghasud, menakuti. Mereka melakukannya dengan mengadu manusia. Menghasud manusia yang lemah untuk meruntuhkan keyakinan manusia yang kuat imannya.

Jika dalam dunia nyata wujud-wujud setan terkadang tidak menakutkan, mereka kadang berwujud uang, emas, jabatan, perempuan. Dalam film ini, disuguhkan setan dalam wujud yang setan (barangkali begitulah wujud setan).

Itulah kiranya setan yang berwujud setan. Mereka nyata menakuti manusia dengan kengerian dirinya. Nyata mengatakan akan membawa serta manusia bersamanya, bersanding dengan api-api yang beribu-ribu kali panasnya jika dibandingkan matahari. Yang dalam jarak 149,6 juta km ke bumi saja sudah nyata membuat keluhan-keluhan bertebaran di dinding bbm, fb, twitter dan semakhluk lainnya.

Kalau kata senior saya, Ki dalang Sujiwo Tejo, masyarakat munafik itu lebih hormat pada orang yang gak bilang jancuk dan fuck tapi korupsi, daripada sebaliknya. Jadi munafik itu gimana? Kita tahu, munafik itu orang yang pengucapannya berbeda dengan yang ada di dalam hatinya. Apakah munafik hanya itu saja? di zaman kontemporer ini kita akan menemukan munafik-munafik modern yang terwujud tapi dianggap biasa.

Dulu ketika saya punya pacar (jadi sekarang jomblo?), saya pernah updet status di fb yang menyertakan kata “jancuk”, selang beberapa menit, pacar saya sms, katanya saya ngucap kata saru, saya diceramahi habis-habisan. Padahal bahkan tingkahnya tidak jauh dari kata saru, beda saat pendekatan (bukan curhat ataupun gosip). Makanya saya langsung putuskan saja, babay, ke under world saja kau sanah... heuheuheu.

Oke, saya akan jelaskan asal jancuk yang merujuk pada buku karangan Ki dalang Tejo. Bahwa jancuk itu asli kosakata Surabaya. Artinya Jaran Ngencuk. Dulu pernah dibuatkan seminar di Surabaya, bukan umpatan, cuma salam (jadi saya gak nyaru loh, niat aja kagak). Contoh : jancuk! Nang endi ae kon? (ke mana aja loe?) Muatan emosinya bukan jorok, tapi terkejut ketemu teman. Kalo di bahasa Inggris: where the fuck have you been man? Bukan jorok, tapi surprised.

Tapi jangan digunakan untuk orang tua loh! Ini adalah warning keras. Bisa-bisa kamu akan disihir jadi batu menangis. Gunakanlah untuk waktu dan sikon tertentu, untuk orang yang sebaya dan akrab tahu luar dalammu.

Kata orang, teman yang udah tidak direm lagi kata-katanya saat ngobrol denganmu, itulah sahabat. Ia apa adanya, tidak ada rasa sungkan. Karena itu adalah salah satu barometer hubungan persahabatan.

Jadi munafik itu apa? Ah saya rasa kita sudah tahu munafik itu apa? Yang jadi pertanyaannya adalah bagaimana kita menghindari munafik? Silahkan tanyakan pada rumput yang bergoyang kata Om Ebit G. Ade.