Selasa, 28 Maret 2017

Layang-layang

http://suryamalang.tribunnews.com/2016/05/09/layang-layang-bikin-helikopter-polisi-mendadak-mendarat-dan-melabrak-pemilik-layang-layang-mengapa

Aku tak ingin mencintaimu seperti layang-layang
Menarik ulur lalu dilepaskan
Aku tak ingin mencintaimu seperti layang-layang
Mengikat untuk kemudian diterbangkan
Jangan pula meniru layang-layang
Begitu lepas lalu jadi rebutan
Dipegang-pegang karena mainan
Cintaku lebih mengangkasa dari senar layang-layang
Melampaui batas-batas imajiner

Aku mencintaimu, Sayang

Senin, 27 Maret 2017

Utopia Khotbah Cinta

https://pixabay.com/en/heart-love-romance-valentine-700141/

Bagaimana musafir mengembara dari satu naungan ke naungan yang lain
Perasaan macam apa yang tengah berbisik ketika berkunjung lalu beranjak.
Bagaimana jalan filsuf dilalui tanpa air mata
Ketika mensabdakan cerapannya akan alam semesta
Bagaimana skeptis tak dapat diam pada dogma
Rasio dipatenkannya menjadi sumber keajaiban yang pernah ada
Dalam buku kantongnya tak ada kata persepsi
Yang harus diketahui mereka berasal dari kampung halaman yang sama.

Bagaimana jalan sufi digambarkan dengan cawan-cawan anggur yang tertandas habis
Dalam tariannya seirama dengan berputarnya bulan yang cahayanya cemerlang
Bagaimana aku menafsirkan cinta
Ketika cinta datang dalam berbagai bentuk
Mereka menjelma sebagai musafir, filsuf, skeptis, lalu sufi.
Wahai hati aku tak memaksamu mendengarku
Kini aku lelah pada utopia cinta yang mereka ciptakan
Aku ingin melebur pada pikiran murni
Semurni mata air yang bergemerincik


Inet Bean
27 Maret 2017

Sabtu, 11 Maret 2017

Kita Hanya Sedang Lupa

http://otakcerdasalami.blogspot.co.id/2015/03/cerdas-mengingat-angka.html

Hidup adalah melawan lupa. Sejak lahir manusia sudah dipaksa lupa dari masa sebelum ia terlahir. Kemudian lupa masa-masa kecil, dan seterusnya. Manusia dituntut untuk mengetahui asal-usulnya, super ego berusaha mengingatkan hal-hal tersebut, agar mengetahui sesungguhnya id yang ada dalam diri manusia. Dan ego berperan dalam hal keduanya. Dorongan untuk menyejajarkan keduanya. Barangkali begitu jika psikoanalisa Freud diaplikasikan.

Kelupaan-kelupaan ini, akan menimbulkan bencana bagi si pelupa, maupun akan berimbas pada orang-orang disekitarnya. Lupa serupa penyakit yang menular, yang tanpa sadar seseorang telah terjangkit. Maka dari itu dibutuhkan pengingat, agar kelupaan ini tidak semakin bertambah. Karena apabila kelupaan dibiarkan, akan sulit si pengingat untuk mengingatkan.

Pada akhir tahun sampai dengan bulan Februari kemarin, ada fenomena kelupaan masal. Kita melihat betapa ramainya saat pilkada serentak diselenggarakan, baik saat masa kampanye hingga saat hari-H.

Pilkada dilakukan di 101 daerah di Indonesia, tetapi pemberitaan di media, maupun pembahasan-pembahasan di dunia maya, terforsir hanya pada satu daerah, Jakarta. Bahkan ketua KPU Jakarta menyampaikan hal bernada demikian ketika debat ke tiga pilkada Jakarta.

Rakyat Indonesia seolah terbagi menjadi dua kubu. Kubu Ahok dan Kubu yang penting bukan Ahok. Barangkali penyebab ini adalah Ahok diduga telah menistakan agama. Kita masih ingat bagaimana jutaan massa berdemo di Jakarta.

Pasca kejadian itu, semakin bertambahlah jarak orang yang pro dan kontra Ahok. Mereka perang opini di media sosial, tidak jarang menyebarkan aib yang belum tentu benar. Di sini hoax mempunyai jalan, yaitu kelupaan seseorang.

Mereka telah lupa pada hati nurani, karena derasnya informasi, baik yang benar ataupun hoax. Pemberitaan-pemberitaan dari media pun dari judul sudah terlihat memprovokasi. Akibatnya banyak yang tersulut, kemudian orang-orang yang tadinya tidak menanggapi, akan mulai tertarik menanggapi.

Manusia cenderung mengikuti arus, mereka mengikuti arus agar dilihat eksistensinya, apalagi jika menyangkut SARA. Para bedebah memanfaatkan hal tersebut untuk maksud jahatnya dan bisa dikatakan hal itu berhasil. Para bedebah adalah kejahatan yang secara halus menelusup di hati manusia, itulah penyebab manusia hipokrit tercipta.

Di bulan yang baru ini, kita harus berusaha mengingat apa yang telah terlupa di bulan-bulan sebelumnya. Tidak ada manusia yang terbebas dari kelupaan, karena manusia memang hakikatnya terlahir untuk mengingat suatu kelupaan. Kelupaan pada Sang Penguasa Semesta.


Membenci adalah suatu kewajaran. Tapi membenci seseorang adalah suatu kesalahan. Karena bukan personal manusia yang layak dibenci, tapi suatu kekejian yang telah melekatinya. Semua manusia ingin dimanusiakan dan harus memanusiakan manusia. Hal satu ini yang sering terlupakan.

11 Maret 2017

Kamis, 09 Maret 2017

Tentang Aku

By. Pixabay
Terimakasih untuk pengalaman perasaan yang Kau berikan kepadaku. Bahwa sesungguhnya aku terlalu dini untuk mengerti apa arti sesungguhnya rasa yang tak terjelaskan dengan kata dari belahan dunia manapun.

Terimakasih atas sebuah pemahaman yang Kau bisikkan kepadaku. Bahwa aku terlalu naif menerjemahkan kata-kata yang berasal dari bibir manusia, tidak terkecuali dari bibirku. Tidak semua kata yang terucap dapat terwujud.

Terimakasih, pada orang-orang tak terduga yang Kau kirimkan kepadaku. Bermacam-macam karakter mewarnai hidupku, hingga aku mampu mengambil jawaban dari pertanyaan yang secara rahasia Kau lontarkan kepadaku.

Terimakasih, telah Kau sadarkan. Banyak yang harus kuperbuat selain sibuk dengan rasa yang belum kumengerti. Tak kutaruh dendam pada rasa sakit yang pernah ada, semua itu adalah kuliah kehidupan yang secara gratis kudapatkan, tetapi mahal untuk didapatkan.

Rasa sakit, kecewa, terluka, biarlah menjadi atribut kehidupan yang menyejarah, begitu juga kenangan indah yang kan jadi nostalgia. Dan kini, kubiarkan hidupku mengalir seperti sungai kehidupan. Dengan mimpi-mimpi yang telah menunggu untuk kugapai.

Dan mari kita dengarkan lirik yang indah ini

I know my life ain’t perfect
Aku tahu hidupku tidak sempurna
But I don't have to worry
Tapi aku tidak perlu khawatir
‘Cause I've got all that I need
Karena aku punya semua yang aku butuhkan
Right here in my, in my life
Disini, di diriku, di dalam hidup ku
I know my life ain't perfect
Aku tahu hidupku tidak sempurna
But I like the way it's going
Tetapi aku suka perjalanan hidupku
‘Cause I've got all that I need
Karena aku punya semua yang aku butuhkan
Right here in my, in my life
Disini, di diriku, di dalam hidup ku
Thank You for the good life, good life
Terima kasih untuk kehidupanku yang baik, kehidupan yang baik
Allah I want to thank You for the good life
Allah, aku ingin berterima kasih atas kehidupanku yang baik
I leave it all in Your hands, oh
Aku meninggalkan semua itu di tangan Mu, oh


(Good Life, Harris J)

9 Maret 2017

Rabu, 08 Maret 2017

Hakikat Hidup

By. Pixabay

Mereka datang dan berlalu pergi
Meninggalkan rasa terdalam lalu mencabut dengan kejam
Membiarkan senyum mengembang lalu menghapus tak bersisa
Aku masih di sini
Entah sekarang mereka sedang apa
Aku masih menetap
Hakikat hidup, benarkah tentang datang dan pergi
Sahabat, bolehkah aku menyebut mereka sahabat?
Melalui tulisan aku tersedu
Lebih dari sekedar bulir permata
Kemarin ada tawa yang tertoreh
Kini giliran tangis menghias

Memangnya aku ini siapa?
Tentu saja mereka hanya menjawab “bukan siapa-siapa”
Di sudut senja aku menari
Tarian yang kan mengantarkanku pada perpisahan
Akulah tuan rumah para pengembara
Menyuguh ramah tak melarang mereka lanjutkan mengembara

Pekalongan, Juli 31 2016

8 Maret 2017

Selasa, 07 Maret 2017

Lelaki Kitab Kuning

http://www.andikafm.com/news/detail/8248/1

Senja itu adalah senja yang melelahkan. Dengan jalanan yang berdebu, bunga-bunga yang menguncup, dan deru motor yang bergegas meninggalkan kampus. Sementara itu, aku masih bergelut dengan beberapa teman demi tugas yang tak kunjung selesai.

Untuk sesaat aku tak melihat adanya sesuatu yang istimewa. Hanya lelaki yang rapi dan wangi. Yang aku tunggu darinya adalah  dia membacakan kitab kuning yang tidak berharokat, atau sebut saja arab gundul.

Setengah gila aku mencari-cari syarah kitab itu di internet, tetapi hasilnya nihil. Lelaki yang kini duduk tepat di hadapanku adalah satu-satunya harapanku, maksudku kami. Dia adalah senior di pesantren temanku, merangkap seniorku di kampus.

Kini dia mulai membaca kitab tanpa harokat yang berkertas kuning itu. Perkalimah, dengan kehati-hatian yang penuh, memadu-padankan dengan kaidah nahwu shorof, mentasrifkan kalimah demi kalimah.

Aku mengharokati sesuai dengan apa yang dibacakannya, saat dia agak kesulitan membaca, aku mengamatinya, pura-pura ikut merasakan kesulitannya. Dia bergumam tentang La nahi, mabni, masdar, sandaran per kalimah. Dan aku hanya memandangnya dengan pandangan berusaha mengerti apa yang digumamkannya.

Sedikit terbersit rasa kagum terhadapnya, bagiku orang yang pintar bukan hanya mereka yang pandai berhitung atau hafal rumus fisika dan kimia. Lelaki di hadapanku ini, aku mengakui kecerdasannya dalam ranah nahwu shorof. Meskipun dia selalu bersikap merendah.

Senja digeser oleh peraduan bulan. Terdengar lamat-lamat adzan maghrib. Kami pun bergegas ke mushola kampus. Di sana belum ada yang adzan. Sekali lagi aku dibuat terkagum hingga meleleh mendengan suara adzannya. Merdu, jernih, dan menyentuh. Rasanya ingin menangis.

Setelah dia adzan karena tidak ada yang adzan, dia melanjutkan dengan bersholawat. Masih dengan suara yang merdu, jernih, dan menyentuh. Beberapa menit kemudian, dia menjadi imam. Bacaannya begitu tartil dan jernih. Aku ingin menangis.

Ah Tuhan, jika Kau mau berbaik hati padaku. Aku ingin satu lelaki yang seperti dia. Halus perangainya, cerdas otaknya, dan merdu suaranya. Wajahnya yang teduh seolah menyempurnakan sosoknya.

Aku ingin berjumpa lagi, untuk sekadar bercakap-cakap. Tapi bagaimana caranya?

Jadi, kuserahkan segalanya pada-Mu, yang Maha Pemurah lagi Maha Penyayang.

7 Maret 2017

Senin, 06 Maret 2017

Atribut Kehidupan

http://id.pility.com/bunga-indah-vektor-siluet-wanita/

Ketika aku bergeming, semua ingatan tentangmu begitu saja merasuk dalam pikiranku. Entah sudah berapa kali aku berusaha menghapusnya. Tetapi usahaku belum cukup berhasil.

Apakah kau merasakan yang kurasakan? Aku pernah bilang bahwa aku adalah seorang yang pengecut dengan masalah hati. Aku selalu takut merasakan sakit hati.

Ingatkah ketika kau berusaha mencuri hatiku? Dan aku tak acuh kepadamu. Tidak meresponmu seketika. Kau menunggu dengan harap cemas hingga kau terlihat berpeluh.

Jika ternyata akhirnya kau dengan keputusanmu dan aku dengan pendirianku. Tak apa, aku yang penakut ini akan pura-pura tegar. Tak kutunjukkan air mata yang begitu saja keluar melalui sudut mata. Biar rasa itu kukenang sendiri, hingga tak kan pernah terlupa. Menyejarah dan menjadi prasasti tentang kita.

Kau pikir aku bercanda? Aku memang suka bercanda, tetapi aku hanya manusia biasa yang bisa menangis. Karena luka dan duka.

Pada kesempatan tertentu aku memang dapat tertawa di atas tangis. Hanya diriku dan Sang Maha Tahu yang mengerti bagaimana rasanya bersandiwara seperti itu. Kau tentu tak pernah tahu, yang kau tahu aku selalu bahagia.

Pada saat sunyi aku melihat bayangmu pada buah hati kita, matanya, bibirnya, suaranya, semuanya mengingatkanku padamu. Aku bimbang, antara sedih tak bisa lepas seutuhnya darimu dan senang ketika kerinduan diam-diam menelucup di celah jiwa, malaikat kecil itu sebagai pengobatnya.

Walau kutahu, kau seolah tak peduli lagi padaku, tetapi hati mana yang mempercayai hal itu? Ketika kau melumerkan hatiku, aku percaya hatimu tak mungkin tandus.

Namun, sudah kutetapkan dalam hatiku. Setiap orang mempunyai jalannya sendiri, dan kini aku melihat kau semakin jauh. Kau seperti orang yang tak ku kenal. Kau kehilangan kenanganmu, amnesia.

Untuk kenangan yang kau lupakan, untuk malaikat kecil yang kau acuhkan, untuk hidupku yang masih berjalan, untuk mentari dan bintang yang masih benderang. Aku kan berjuang, menunggu isyarat semesta yang belum sampai.

Takdir hanyalah sebagian kecil atribut kehidupan. Dan bagaimana aku memandang dunia, semesta telah berbisik, meneguhkanku, bahwa aku selalu pantas mendapat seseorang yang tak pernah berhenti berjuang denganku. Menghapus dukaku, mewarnai tawaku, dan mencintai malaikat kecil yang begitu meneduhkanku.

NB: Untuk seorang wanita hebat dan malaikat kecilnya.

6 Maret 2017

Minggu, 05 Maret 2017

Sesaat Setelah Senja

http://tipsfotografi.net/tips-fotografi-memotret-bulan.html

Sesaat setelah senja, atas dukungan semesta mata kita bertemu. Lalu untuk beberapa waktu kita tertegun, seolah kau adalah bayanganku dan aku adalah bayanganmu. Sebuah perjumpaan yang melenakan.

Kita selalu berpikir pertemuan itu adalah paradoks. Di satu sisi itu terlalu mudah bagimu dan di sisi lain sulit untukku terjemahkan. Sementara itu semesta tidak peduli dengan kebingungan-kebingungan yang ditimbulkannya.

Nikmati saja, katamu. Ketika pelangi tidak sengaja muncul di tengah gersang padang pasir, tetap harus dinikmati keindahannya. Keindahan yang langka. Meskipun sebelum pelangi menghilang, dahaga telah mencekik tenggorokan.

Lalu aku mengeryitkan dahi. Sebelum pelangi menghias, akanku tampung butiran-butiran air sebelum terjatuh ke pasir, hingga tak lenyap begitu saja. Dan seharusnya aku bisa menikmati warna-warni itu dengan mereguk kesegarannya.

Pada kesimpulannya kita adalah paradoks. Pada perdebatan-perdebatan yang kau luncurkan dan pada asumsi-asumsi yang kulontarkan. Dan semesta semakin tidak tahu malu.

Sesaat setelah senja, harus kuakhiri perdebatan dalam hatiku. Tidak terlena dengan keramahan semesta atau kebengisannya. Keduanya menjadi benalu. Aku telah terbiasa membuang keduanya, membakarnya, melarungkannya ke samudera maha luas.

Dan kini aku berdiri di atas kakiku sendiri. Dengan segenap mimpi-mimpi yang belum sempat melompat dalam ranah realis. Janji itu ada dan selalu terngiang sesaat sebelum mataku terpejam dan ketika dinginnya fajar kedua membuka kelopak mataku.

Kau dengan persepsimu, dan aku dengan sebenarnya diriku. Seharusnya kau tahu itu, dan tak perlu tawar-menawar dengan diriku. Hanya diriku yang mengetahui apa yang menjadi impianku. Tidak ada yang boleh mengusik mimpiku, tidak juga kau.

Karena walau sudah kugenggam mentari dan kuikuti cahaya rembulan, namun tetap ku hanyalah manusia biasa yang bisa terluka.

Sesaat setelah senja, telah kupendam segala hal yang membuat dingin dapat menelusup pada celah-celah hati. Menatap mentari dengan sejuta mimpi, dengan hati sebening embun, dan menapaki jalan menuju dunia yang lebih baik.

Sesaat setelah senja, Bulan bersinar anggun.

5 Maret 2017

Inet Bean

Sabtu, 04 Maret 2017

Bukan Sebentuk Keraguan



Adakah keraguan menelusup dalam hatimu? Apakah sebentuk kegelisahan? Ataukah sebentuk kerinduan? Tetapi bukankah cinta tak dapat bersanding dengan keraguan? Cinta tak mengijinkan ragu menyusup pada hati-hati yang tengah mencinta.

Sesungguhnya apa yang menggelisahkan? Sedangkan sepasang pecinta telah mengetahui bisikan-bisikan hatinya

Adalah kerinduan, tiada sedetik berlalu tanpa kerinduan dari dua hati yang telah menyatu, seumpama api yang berasal dari dua lilin, hingga tiada diketahui sesuatu yang dapat membedakan asalnya.

Kita telah mengabarkan pada sunyi tentang apa-apa yang menjadi rahasia dari hati yang tengah merindu. Melalui bisikan angin, bulan, rasi bintang, dan samudra jiwa.

Aku dan kau telah melebur dalam sebentuk kita. Segala rasa, duka lara, dan canda tawa adalah adalah satu rasa kita.

Maka, ketika waktu memanggil,

Biarkan jiwa dan tubuh menyelaras panggilan tersebut, dan semesta selalu berpihak pada pecinta, sebab adanya semesta karena Cinta.

Cinta yang telah menyatukan sepasang pecinta.

Jumat, 03 Maret 2017

Membaca Sejarah dapat Melembutkan Hati

http://psikologan.blogspot.co.id/2015/08/3-cara-agar-anak-gemar-membaca.html

Membaca Sejarah dapat Melembutkan Hati. Demikian kesimpulan saya setelah membaca buku biografi Rasulullah. Selang dua hari setelah membaca, ada suatu kejadian yang membuat saya marah, bukan karena marah pada seseorang itu, tapi marah karena betapa orang-orang sekarang barangkali tidak sedikit yang begitu, acuh terhadap kesusahan orang lain, ketika dirinya sudah mendapat kenyamanan dan diusik.

Pagi itu saya masuk kelas, sudah ramai, tapi belum ada dosen. Tampak temen-temen sudah duduk melingkar bergerombol dengan kelompok seperti biasa. Terlihat tidak ada kursi tersisa di kelompok saya, lantas pandangan saya menyapu kelas, mencari kursi sisa.

Di pojok kelas masih ada kursi tersisa, mungkin sulit untuk diambil, karena di depannya sudah membentuk lingkaran pula kelompok lain, sementara itu kelompok saya ada di depannya.

Saya meminta seorang perempuan yang saya kenal, untuk bergantian kursi. Mengingat pasti sulit untuk membawa kursi yang tersisa menuju ke kelompok saya. Dia tidak mau, menggelengkan kepala dengan mimik wajah masam. Kemudian saya minta tolong perempuan sebelahnya, dia tidak berekspresi, sambil menggelengkan kepala.

Di gedung kampus lama, kursinya memang menggunakan dua jenis kursi, kursi dari kayu dan kursi pekuliahan seperti biasa. Mungkin mereka malas untuk duduk dikursi kayu, setelah itu saya permisi untuk mengambil kursi tersebut. Tidak lama seorang laki-laki menawarkan saya untuk bergantian kursi ketika melihat saya baru saja mau memindahkan kursi.

Pada mulanya saya mau marah pada dua perempuan tersebut. Tapi ketika saya mengingat perkataan Nabi saw. Kemarahan itu lenyap, berganti dengan rasa kasih. Mereka melupakan sesuatu, melupakan akhlak panutannya, Muhammad saw.

Pada saat diposisi mereka, tidak menutup kemungkinan saya juga bersikap acuh, namun dengan kejadian tersebut, mengingatkan diri saya bahwa sekecil apapun bantuan dari kita pada orang yang membutuhkan, akan berarti besar bagi orang yang sedang kesusahan.

Rasulullah bersabda, “Permudahlah dan jangan mempersulit. Berilah kabar gembira, bukan kabar buruk.” (HR al Bukhari-Muslim)

Nabi saw. Menekankan keringanan yang diberikan kepada umatnya untuk mempermudah pelaksanaan ajaran agama, dan membawa kabar baik, yaitu yang membuat hati gembira, bukan kabar buruk yang melahirkan kesulitan dan ketidaksukaan.

Dilain kesempatan, beliau pernah berkata, “Orang kuat bukanlah orang yang dapat mengalahkan musuhnya!” Para sahabat merenungkan kalimat tersebut, kemudian bertanya. “Jadi, siapakan orang yang kuat itu?” Nabi saw menjawab dengan jawaban yang membuat mereka harus merenung lagi, “Orang kuat adalah orang yang dapat mengendalikan diri ketika sedang marah.” (HR. Al-Bukhari-Muslim)

Nabi Muhammad bersabda, “Kekayaan tidak terletak pada harta yang kalian miliki!” para sahabat memikirkan hal itu, kemudian beliau menjelaskan, “Sesungguhnya kekayaan sejati adalah kaya hati.” (HR. Muslim)

3 Maret 2017