Kamis, 31 Maret 2016

Kisah Penyemangat dan Pengadu


Pernah mendengar kisah si Penyemangat dan si Pengadu? Oke, aku anggap kamu belum tahu kisahnya, jadi akan kuceritakan. Tersebutlah gadis kecil, dia hidup pada abad ke-19, ketika itu ilmu pengetahuan sedang berkembang pesat.

Nama gadis itu Fika AJ. Panggil saja Fika. Tidak usah pakai AJ, ohya dan AJ bukanlah singkatan dari Anak Jalanan. Karena gadis itu adalah anak panti asuhan. Dia gadis yang manis, baik, lucu dan cerdas. Suatu hari dia ditanya oleh Bibi pengasuhnya, "Cita-cita kamu apa Fik?"

"Cita-citaku ingin jadi penulis dongeng yang terkenal Bi," jawab Fika riang.

Fika, gadis kecil yang suka membaca. Dia hanya suka membaca buku-buku cerita, alias dongeng. Sejak pertama dibacakan dongeng pengantar tidur oleh Bibi, Fika jadi ketagihan dengan dunia dongeng. Maka dia mulai mendalami dunia perdongengan dengan berburu buku-buku bekas jika ada penyumbang buku ke Panti Asuhan. Tentunya buku yang tak jauh-jauh dari dongeng.

Suatu malam tubuh Fika tiba-tiba panas. Dia terlihat begitu lesu dan lemah. Bibi Vinny, pengasuh Fika tampak khawatir, dia setia mengompres badan gadis kecil itu dengan sabar. Walau tak ada perubahan yang berarti pada kondisi Fika.

Satu minggu kemudian. Suhu badan Fika sudah kembali normal. Namun dia masih terlihat lesu dan lemah. Tak bergairah. Kadang seharian dia habiskan hanya untuk tidur. Dia tidak lagi berburu buku-buku dongeng. Bahkan buku dongeng yang ia punya sebelum sakit tergeletak begitu saja. Belum selesai ia baca.

Bibi Vinny semakin khawatir melihat gadis kecil yang dulunya penuh semangat, kini tertunduk lesu saja. Bermuram durja di jembatan. Memandang hijau pepohonan. Tanpa seuntai senyum sebagai hiasan.

Pada pagi yang menjelang siang, Bibi Vinny menghampiri Fika yang sedang duduk termangu di pinggir jembatan. Lalu bertanya, "Mau mendengar dongeng Fika?" 
Fika menggeleng pelan tanpa bersuara.

"Ayolah dengarkan, Bibi mau berbagi dongeng yang baru Bibi baca, biasanya kamu antusias sekali kan?" bujuk Bibi Vinny seraya duduk di sebelah gadis kecil yang pucat pasi.
Kini gadis kecil membuka mulutnya, "Iya Bi."

Bibi Vinny mulai bercerita, Pada zaman pertengahan hiduplah Penyemangat dan Pengadu. Sang Penyemangat, tentu saja bertugas sebagai penyemangat. Dan ketika si Pengadu mengutarakan isi hatinya kepada si Penyemangat, terjadilah suatu tragedi.

"Dasar lemah! Begitu saja sudah patah semangat. Picik kau!" Bentak si Penyemangat sambil berkacak pinggang. Tidak sedikit pun iba dengan keadaan lawan bicaranya. Yang dibentak hanya terbatuk-batuk sambil tertunduk lesu.

"Terserah, aku memang lemah," jawab si Pengadu. Dia kini terbatuk-batuk lagi. Terduduk lesu tak bertenaga.

"Ya, kau memang lemah. Begitu saja sudah menyerah, kau makhluk lemah Pengadu. Dari dulu kau memang lemah. Dan sampai kapanpun akan lemah!" Si Penyemangat kembali memaki-maki si Pengadu. Masih dengan suara yang lantang.

"Iya, aku memang begitu," si Pengadu hanya pasrah. Entah semangatnya dulu kini menguap ke mana.

"Sudah lemah, pemalas juga kau rupanya. Heh lebih baik mati saja kau. Tak sudi aku menyemangati makhluk pemalas!" Kembali si Penyemangat memaki-maki si Pengadu. Walau ucapannya pedas namun bagai angin lalu saja bagi si Pengadu.

"Ya, aku ingin mati saja dari pada hidupku lemah seperti ini, tak bertenaga sama sekali!" Ucap si Pengadu. Suaranya garang. Lalu dia berlari ke jembatan walau dengan tersengal tapi dia berhasil ke jembatan. Dan si Penyemangat masih saja mengikutinya.

"Kau mau melompat Pengadu?" Tanya si Penyemangat. Kemudian berucap, "Kenapa diam saja? Cepatlah sana kau lompat. Biar dunia ini tau bahwa kau memang makhluk lemah dan pengecut!" 

Si Pengadu diam. Tidak menjawab perkataan si Penyemangat. Dia memikirkan apa yang sudah dikatakan si Penyemangat. 

"Kenapa? Kau takut melompat? Ah dasar kau memang makhluk lemah! Hahaha," Ujar si Penyemangat.

Si pengadu hanya diam saja mendengar celoteh dari si Penyelamat. Kini ada sesuatu yang baru dia sadari.

"Diam kau Penyemangat!" Bentak si Pengadu.
"Kau memang Penyemangat, dan aku merasa disemangati, kau adalah penyemangat saat aku ingin mati. Betapa semangatnya aku ingin mati, sampai-sampai aku yang tadinya lemah jadi bertenaga untuk berlari ke sini."

Si Penyemangat diam.  Lama sekali, kemudian dia terduduk lesu. Memandang ke kejauhan.
"Ya, kau benar pengadu, kenapa aku menyemangatimu untuk mati. Dan hampir saja kau akan mati. Benarkah aku ini penyemangat segala hal? Baik mau pun buruk?"

Tetiba Fika nyeletuk, " Si Pengadu jadi bunuh diri atau tidak Bi?" tanyanya.

"Fika penasaran?" ujar Bibi Vinny dengan senyum mengembang. Jurus dongengnya sepertinya berhasil membangkitkan gadis kecil itu dari keterpurukan.

"Iya Bi, gimana kelanjutannya?" tanya Fika memburu.

"Dilanjut nanti ya? Bibi lapar nih, udah siang. Ayo temenin Bibi makan dulu Fik?" ucap Bibi Vinny sembari bangkit dan berjalan menuju Panti Asuhan bersama Fika.

The End aja ya, hehe. Sorry ya kalau ceritanya absurd. Jangan diambil hati, hanya fiksi belaka kok.

Khikmah Al-Maula
30 Maret 2016

#OneDayOnePost

Senin, 28 Maret 2016

Terlatih Patah Hati


Yea, jumpa lagi dengan Khikmah alias Inet dengan keceriaan yang tiada tara. Bunga-bunga pun bermekaran bersama indah cemara. Dan aku pun tak ambil pusing tentang kontroversi antara Horus dan Ra.  Karena memang aku tidak suka pada huru-hara. Hal itu hanya akan menimbulkan duka lara.

Ngomong-ngomong soal lara. Pernah gak sih hati kamu lara atau sakit sehingga hati menjadi cidera serius. Tapi gak ada obat yang manjur. Ke dokter gak mungkin, ke dukun gak deh, ke pasar ngapain, atau ke hutan saja lalu belok ke pantai. Sekalian saja pecahkan gelasnya, piringnya, semua pecahkan. Eh jangan ding nanti dimarahi emak. Ampun mak, ampun…

Ada yang bilang gelas yang sudah dipecahkan tidak akan dapat utuh lagi seperti semula bagaikan itu hati seorang yang baru patah hati. Sepertinya teori itu segera terpatahkan. Karena ada kabar gembira, kini kulit durian ada ekstraknya. Dipredikasikan akan menjadi saingan ekstra kulit manggis yang terlalu mainstream.

Udahlah kawan. Ikhlaskan saja yang telah pergi. Tak usah kau bermuram durja terus-menerus. Hidup hanya sekali, janganlah jadikan dirimu hanya seonggok daging bergerak. Yang hidup tak bergairah, mati pun enggan. Masih saja berkutat dengan masa lalu.

Omg, hello, 70 tahun kemerdekaan Indonesia diproklamasikan loh. Kenapa masih terjajah oleh perasaan sendiri? Ayo lepaskan segala pikiran negatif. Kemudian upgrade menjadi pikiran positif. Kita berhak sukses, hidup bahagia, tenang, sejahtera, berdikari, dan nyaman, aman, sentosa. Karena begitulah seharusnya mental Bangsa Indonesia agar membawanya menjadi negara maju. Bukan negara yang berkembang terus. Dari dulu berkembang terus, gak bosen? Aku sih bosen. Pengen ni Negara aku sumpahin jadi negara maju.

Tapi kalau mindset penghuni negaranya saja masih tertinggal di masa lalu, gimana bisa maju tuh Negara? Di sini aku tidak sedang membicarakan tentang patah hati karena di tinggal kekasih hati saja loh. Tapi patah hati karena berbagai aspek kehidupan. Ketika kita pintar mengolah sakit hati yang menumpuk. Justru akan menjadi kekuatan yang membuat kita lebih semangat mengarungi kehidupan tanpa takut lagi patah hati. Karena kita sudah terbiasa patah hati. Seperti lagunya The Rain yang menurutku kece badai.

Melalui tulisan ini maka aku menghimbau para barisan sakit hati ataupun patah hati untuk melihat pengrajin gelas. Bahwa gelas yang sudah pecah bisa didaur ulang menjadi gelas baru yang lebih indah melalui peleburan pada suhu tertentu. Jadi tuh hati juga bisa menjadi berkelas setelah beribu kali tersakiti, terhianati, dan terpatahkan. Berterimakasihlah pada mereka yang sudah menyakiti kita.

Bang Syaiha adalah satu contoh dari sekian banyak orang sukses yang mengelola dengan baik rasa patah hati. Patah hati ketika dosennya bilang orang cacat susah dapat kerja. Ketika melamar kerja juga tidak pula diterima. Dan aku yakin masih banyak lagi patah hati yang beliau alami. Tapi, lihatlah sekarang. Bang Syaiha bahagia bersama Istri yang cantik beserta anaknya yang lucu nan menggemaskan. Mapan dengan segala aktifitas bermanfaatnya dan prestasi-prestasinya di dunia kepenulisan tidak diragukan lagi.


Aku, gini-gini juga terbiasa tersakiti. Sejak memutuskan berhijab syar’i. Teman organisasi menandai. Padahal aku bukan ekstremisasi. Apalagi terorisasi. Hanya berusaha islami dan sesuai sabda Rasulullah yang aku cintai. Berharap syafaatnya di yaumil akhir nanti. Akupun juga suka bersholawat nabi. Ikut maulidur Rasul Habib Lutffi. Cinta Negara RI. Indonesia selalu di Hati. #Eaaak

Oke, terakhir untuk kalian yang baru saja patah hati atau pun sudah lama tapi masih awet tuh patah hati. Dengerin gih lagu ini: Terlatih Patah Hati, The Rain. 

Aku sudah mulai lupa
Saat pertama rasakan lara
Oleh harapan yang pupus
Hingga hati cedera serius

Terima kasih kalian
Barisan para mantan
Dan semua yang pergi
Tanpa sempat aku miliki
Tak satupun yang aku sesali
Hanya membuatku semakin terlatih

Begini rasanya terlatih patah hati
Hadapi getirnya terlatih disakiti
Bertepuk sebelah tangan (sudah biasa)
Ditinggal tanpa alasan (sudah biasa)
Penuh luka itu pasti tapi aku tetap bernyanyi

Khikmah Al-Maula
28 Maret 2016

#OneDayOnePost


Jumat, 25 Maret 2016

Gadis Berpayung Merah (Ending)

sumber: chubby2aja.wordpress.com


Dear: Lelaki penyuka hujan-hujanan

Aku kira kamu sudah tau namaku. Lucu sekali. Karena namaku adalah Gadis. Bukankah ini suatu kebetulan yang menggelikan?

By. Gadis Berpayung Merah.

Apa? Jadi namanya Gadis. Tapi dia lucu juga. Menyebutku dengan lelaki penyuka hujan-hujanan. Memang sih sejak melihatnya aku jadi suka hujan-hujanan untuk menghampirinya. Walau hujannya tidak deras. Hanya rinai lembut saja.

Setelah perkenalan singkat lewat surat. Kami jadi sering bertukar surat. Saat bertemu tak ada kata yang keluar. Hanya saling bertukar senyum kemudian dia memberi surat kepadaku atau sebaliknya.

Itu pun hanya ketika senja tertutupi awan abu saja kami bertemu. Melalui surat-surat itu aku jadi tau kenapa dia suka di situ ketika senja yang mendung. Kenapa baju itu menjadi favoritnya. Kenapa payung merah dipilihnya. Selebihnya aku yang lebih banyak bercerita tentangku.

Pernah aku bertanya alamat rumahnya. Namun dia tidak menjawab. Lalu aku kembali bertanya. Dia hanya bilang bahwa rumahnya dekat dari taman itu. Aku bertanya lagi, tapi dia malah mengalihkan ke pembahasan lain dalam suratnya.

Dua bulan berlalu. Entah kenapa aku penasaran di mana rumahnya. Kuikuti langkahnya saat pulang. Tentunya dengan jarak yang lumayan jauh agar dia tidak curiga. Aku berhasil melihatnya masuk ke rumah yang sangat besar. Rumah itu kemungkinan bergaya mediterania. Aku jadi curiga, jangan-jangan dia adalah putri dari negri dongeng yang nyasar di Indonesia.

Bulan ke tiga. Musim penghujan mulai beranjak pergi. Dan aku juga takut Gadis Berpayung Merah pergi. Di akhir bulan ke tiga kuungkapkan keinginanku, mendengarnya berbicara. Sebab aku memang belum pernah mendengarnnya bicara barang satu kata saja.

Tapi setelah itu dia tidak lagi muncul di taman. Entah karena permintaanku itu atau memang karena kini senja sudah jingga dan keemasan kembali. Setiap pulang kerja aku selalu menyempatkan menunggunya di taman. Berharap dia datang dan membalas suratku.

Mungkinkah Gadis marah atas permintaanku. Berlebihankah keinginanku. Tiga minggu sejak kuberikan surat itu. Akhirnya senja berbaik hati memberiku mendung dan rinai lembut. Aku bergegas ke taman. Namun tidak kujumpai Gadis Berpayung Merah.

Aku kecewa. Entah kecewa pada siapa. Mungkin diriku sendirilah yang patut disalahkan. Sekarang bagaimana cara agar aku bisa menemui Gadis dan minta maaf padanya. Hei, bukankah tempo hari aku pernah mengikutinya dan melihatnya masuk ke rumah besar bergaya mediterania. Ya, sekarang juga aku harus ke sana.

***
Ternyata rumah ini benar-benar bagaikan istana. Aku dipersilahkan masuk dengan mudahnya oleh wanita yang kuperkirakan berumur setengah abad setelah menyebutkan namaku Frian. Kini aku sedang duduk di ruang tamu bersamanya.

"Nak Frian, sejak berkenalan denganmu, Gadis bisa tersenyum lepas kembali," ucap Bibi itu menggantung. Lalu meneruskan, "Saya ucapkan terimakasih atas itu."

"Maaf, memangnya ada apa dengan Gadis sebelumnya Bu?" Ujarku dengan hati-hati.

"Sudah saya duga. Gadis tidak cerita ya  kalau dia bisu karena kecelakaan dua tahun yang lalu."

"Gadis bisu?"

"Ya, kukira Nak Frian sudah tau...."

"Belum Bu, boleh saya bertemu dengan Gadis sekarang?"

"Sudah terlambat Nak Frian."

"Sudah terlambat bagaimana Bu?"

"Gadis sudah pergi."

"Pergi? Maksudnya Bu?"

"Sebentar, saya ambilkan surat dari Gadis untuk Nak Frian sebelum dia pergi."

***
Selembut rinai hujan menyentuh wajahmu. Seikhlas senja yang tertutup awan abu. Sebening embun yang menguap di atas dedaun. Cinta begitu saja datang tanpa kuundang. Lalu tiba-tiba kau dan aku menyadari akan kehadirannya. Hingga aku ingin menyebutnya menjadi kita.

Gadis, aku akan menunggumu pulang. Entah masih dengan kebisuanmu atau pun tidak. Kudoakan semoga kau berhasil Gadis Berpayung Merah.

The End.

Khikmah Al-Maula
24 Maret 2016


#OneDayOnePost

Kamis, 24 Maret 2016

Gadis Berpayung Merah (Chapter 2)


Baca Chapter 1 juga: Gadis Berpayung Merah

Aku mengambil posisi berdiri. Karena memang sudah tidak ada lagi bangku kosong. Bus menderu lambat. Apalagi penyebabnya jika bukan karena macet. Setidaknya aku bisa menyapu pandangan ke luar kalau-kalau Gadis Berpayung Merah tengah berjalan atau menengadahkan wajahnya.

Mungkin andaikan tadi hujan secara tetiba tidak menderas aku bisa mendekati dan berkenalan dengannya. Sayang sekali, saat aku ingin mendekatinya hujan semakin deras. Lalu lalang manusia di tambah kendaraan-kendaraan yang semprawut membuat pandanganku pada gadis itu terhalang. Dan saat aku berhasil memandang ke sana kembali, dia menghilang.

***
Senja kedua di musim penghujan. Masih sama seperti kemarin, awan abu dan rinai yang menghiasi. Kali ini aku bertekat untuk menemui Gadis Berpayung Merah langsung tanpa duduk di halte berlama-lama.

Aku melihatnya tengah menghadapkan wajah cantiknya ke angkasa. Tentunya dengan mata terpejam. Kupercepat langkah. Tak ingin kehilangan jejaknya lagi. Lima meter, empat meter, langkahku melambat di tiga meter jarak antara aku dan dia.

Dari jarak tiga meter langkahku semakin pelan. Tak ingin mengganggunya. Hingga jarak kami hanya satu meter. Aku memandangnya. Walau sedikit terhalang oleh payung merahnya.

Aku menghitung tiap detik yang berjalan. 87 detik kemudian dia membuka matanya. Lalu berbalik arah  membelakangiku. Dan wajahku sempurna terkena kibasan payungnya. Dia lantas berbalik ke arahku dan belum selesai aku mengaduh, untuk kedua kalinya wajahku terkena kibasan payungnya.

Gadis itu menatapku. Tersenyum lalu susah payah menangkupkan kedua tangannya dan menunduk. Setelah itu mundur beberapa langkah dan berbalik arah. Lalu berjalan entah kemana. Hingga menghilang di persimpangan jalan.

Aku mematung. Baru tersadar setelah dia hilang dari penglihatanku. Kawan, senyumnya begitu manis. Melebihi madu, gula, permen atau apalah yang sejenisnya. Aku terbius oleh tingkah lucunya atau mungkin aneh. Umumnya gadis biasa jika mengalami insiden seperti tadi pasti akan meminta maaf. Lah Gadis Berpayung Merah? Benar-benar misterius. Hingga membuatku lupa pada tujuanku, yaitu berkenalan dengannya.

***
Senja ke tiga. Cuaca cerah, tapi hatiku justru mendung. Betapa tidak, Gadis Berpayung Merah tidak ada di tempat biasa. Aku jadi curiga dia benar-benar dewi hujan. Buktinya sekarang saat senja jingga  bertautan dengan cahaya keemasan membias. Dia tidak muncul.

Begitu saja sampai senja ke enam. Aku mulai resah, takut tidak bisa melihat gadis itu lagi. Tapi saat bertemu dengannya pun aku takut tidak bisa bicara hanya karena melihatnya tersenyum. Apalagi aku punya sejarah gagap ketika mengucapkan kata yang berawalan 'A'. Tapi kalau melihatnya bahkan aku tak bisa berkata-kata bagaimana?

Aku memutar otak. Bagaimana cara agar perkenalan dengan Gadis  Berpayung Merah tidak biasa. Dan tidak terkesan bahwa aku adalah lelaki yang nakal. Aku juga tidak mau saat berkenalan dengannya tiba-tiba gagapku kumat.

Sesuatu yang berkesan dan tidak perlu kuutarakan secara langsung. Kira-kira apa? Apakah Gadis itu punya akun sosial media? Tapi aku kan belum tahu namanya. Tetiba muncul pemikiran yang brilian dari otakku. Kenapa tidak surat saja? Ya, surat bisa disimpan sampai kapan pun. Dan aku hanya perlu memberinya secarik kertas tanpa sepatah kata pun bisa.

Dear: Gadis Berpayung Merah

Hai, Namaku Frian, kau bisa memanggilku Ian. Kau masih ingatkan ketika tempo hari aku terkena kibasan payungmu dua kali? Ya, itu aku. Maaf soal kejadian itu…
Oh ya, boleh aku tau siapa namamu? Kalau boleh balas surat ini ya Gadis Berpayung Merah…

By: Ian.

Untuk pertama kali mungkin singkat saja. Biar tidak dikira perayu. Mudah-mudahan senja besok turun  hujan dan aku bisa memberi surat ini kepadanya.

Senangnya. Doaku terkabul. Senja ke tujuh rinai kembali menetes dengan lembut. Aku bergegas ke taman. Gadis itu di sana. Menengadah ke angkasa seperti biasa. Dan aku juga masih saja terpesona olehnya.

Aku menunggunya membuka mata. Menghitung tiap detik yang berlalu. Entah dia sudah menghadapkan wajahnya ke langit berapa detik sebelum aku ke sini. Setiap aku melihatnya dia sudah dalam posisi seperti itu.

Genap hitungan 87, Gadis Berpayung Merah membuka matanya. Kali ini aku tidak terkena kibasan payungnya. Jarak yang kuambil ideal dari payung merahnya.

“Gadis Berpayung Merah,” ucapku menggantung.

Dia memandangku. Mata kami beradu. Aku bisa melihat bayanganku di matanya. Bagai embun pagi yang bening dan dingin. Lima detik berlalu, tak ingin salah tingkah. Lalu segera kuserahkan surat beramplop merah.

To be Continued...
Besok Endingnya ya... ^^

Khikmah Al-Maula
24 Maret 2016

#OneDayOnePost

Rabu, 23 Maret 2016

Gadis Berpayung Merah

sumber: chubby2aja.wordpress.com

Senja. Apakah masih senja ketika awan jingganya tertutupi oleh gumpalan awan abu. Sedangkan tak tampak cahaya keemasan yang mengalun merdu. Senja kini, masihkah seindah dulu? Aku memikirkan hal-hal yang jarang dipikirkan orang lain, mungkin menurut kebanyakan orang disebut remeh temeh. Tapi bagiku itu sebagai oase untuk otakku yang seharian berpikir tentang kerjaan.

Senja pertama di musim penghujan. Gerimis  merintik menyentuh lembut wajahku. Jam pulang kerja di kota ini begitu padat merayap. Dan hujan seakan menambah keengganan untuk berlama-lama di jalanan. Seperti biasa, aku menunggu di halte bus. Kali pertama langit tampak mulai menghitam sebelum waktunya di tahun ini. Rinai masih setia menetes dengan lembut.

Aku duduk. Lalu mengedarkan pandanganku. Pada saat seperti ini, aku lebih suka mengamati sekitar dari pada sibuk menyelami gadged. Sesekali berselancar di dunia nyata juga penting. Melihat keindahan ataupun sebaliknya secara real.

Di sudut taman aku melihat gadis yang tengah menengadahkan wajahnya. Dia tampak anggun dengan gaun warna putih yang ia kenakan. Tampak serasi  bersama wajahnya yang putih bersih. Dan payung merah itu membuatnya terlihat sempurna.

Itukah yang namanya bidadari. Cantik, manis, menawan, anggun, entah kata apa yang tepat untuk gadis itu. Dia menatap angkasa. Namun matanya sempurna tertutup. Barangkali dengan begitu dia jauh lebih menyelami semesta.

Rambutnya indah terurai. Tidak terlalu panjang dan tidak pula terlalu pendek. Ah, kenapa mataku tidak dapat berpaling darinya.

Gadis berpayung merah. Kau begitu mencuri perhatianku. Siapakah dirimu. Dari negeri manakah kau. Kenapa kau tampak berbeda. Jangan-jangan kau punya kekuatan magis yang bisa membuat setiap mata terpesona olehmu.

Kau begitu tenang di antara jiwa-jiwa yang gelisah memaki hujan. Apakah kau dewi hujan. Gaunmu begitu sederhana. Bahkan model gaun seperti itu mungkin tidak ada di negeri ini. Jadi kau berasal dari mana. Gadis berpayung merah dari negeri dongeng kah kau?

Gadis itu masih menengadahkan wajahnya ke langit. Dan aku tidak bisa membelokkan pandanganku darinya barang sesenti saja. Wajah gadis payung merah begitu teduh, namun tampak sendu. Hal itu hanya menambah magis dirinya.

"Hei, ada apa denganmu Frian." 
"Kenapa? Gak ada apa-apa."
"Lah tadi kamu memuji-muji gadis itu."
"Emangnya kenapa? Yang kulihat emang gitu kok."
"Sepertinya kamu udah tersihir olehnya."
"Apa?"


Batinku bermonolog, suasananya riuh dan ganjil. Entah kenapa dalam sekali tatap serasa ada paku yang menancap agar mataku tetap setia menemaninya. Inikah yang namanya cinta pada pandangan pertama? Ah sepertinya aku terlalu cepat menyimpulkan. Tapi aku harus berkenalan dengannya. Bagaimanapun caranya.

To be continued...

Khikmah Al-Maula
23 Maret 2016

#OneDayOnePost

Selasa, 22 Maret 2016

Dewi Fortuna dan 4 Malaikat

sumber: I LUV ISLAM.COM

Rupanya dewi fortuna sedang berpihak denganku. Karenanya  pagi ini bisa menulis postingan untuk hari ini. Jadi walaupun kurang sehat tidak menjadi alasan. No excuse!

Kemarin aku merasa lesu dan lemah. Tenagaku bagaikan diambil secara perlahan. Jadi saat pulang kuliah khawatir kalau-kalau tubuhku terbang saat mengendarai sepeda motor. Seperti iklan tv tentang berat badan yang terbang karena memegang payung (eh kok jadi iklan. Oke, abaikan).

Sepulangnya, dari sore sampai maghrib hanya tidur saja. Bangun maghrib sholat dan tidur lagi. Padahal perut sudah kroncongan. Tapi entahlah makan tak enak, minum tak enak, hanya tidur aja yang terasa enak.

Jam dua dini hari aku terbangun. Ingat belum sholat Isya’, maka aku bergegas untuk mengambil air wudhu. Dan wow, badanku terasa panas, kepala pusing tiada tara dan rasanya dingin. Akhirnya kuputuskan untuk tayamum saja.

Setelah itu mataku tidak bisa dipejamkan lagi. Ingat belum menulis untuk ODOP, akhirnya aku membuka netbook. Tapi gak ada kata yang diproses otak untuk kemudian ditintakan. Tulis beberapa kata, hapus lagi, tulis lagi hapus lagi. Sampai aku menyerah dan cuma duduk menerawang ke langit yang sedikit terlihat di jendela kamarku.

Lalu mana dewi fortunanya? Ada sms bahwa salah satu mata kuliah  diliburkan. Hari ini aku ada tiga kelas. Dua libur, satu tetep berangkat. Mudah-mudahan saja yang satu dosennya gak masuk (do’a macam apa ini? haha), karena aku memutuskan untuk absen pada kelas yang tetep berangkat.

Aku jadi ingat hadist yang mengatakan bahwa ketika sakit maka ada empat malaikat yang berkunjung. Dulu hal itu disampaikan ustadzku saat di Madrasah Aliyah Salafiyah. Karena aku lupa bagaimana redaksinya, jadi aku ubek-ubek google hingga nemuin hadist dibawah ini.

Rasulullah SAW bersabda: “Apabila seorang hamba yang beriman menderita sakit, maka Allah memerintahkan kepada para malaikat agar menulis perbuatan yang terbaik yang dikerjakan hamba mukmin itu pada saat sehat dan pada saat waktu senangnya.”

Ujaran Rasulullah SAW tersebut diriwayatkan oleh Abu Imamah al Bahili. Dalam hadist yang lain Rasulullah bersabda :

“Apabila seorang hamba mukmin sakit, maka Allah mengutus 4 malaikat untuk datang padanya.”

Allah memerintahkan :
1. Malaikat pertama untuk mengambil kekuatannya sehingga menjadi lemah.

2. Malaikat kedua untuk mengambil rasa lezatnya makanan dari mulutnya.

3. Malaikat ketiga untuk mengambil cahaya terang di wajahnya sehingga berubahlah wajah si sakit menjadi pucat pasi.

4. Malaikat keempat untuk mengambil semua dosanya , maka berubahlah si sakit menjadi suci dari dosa.

Tatkala Allah akan menyembuhkan hamba mukmin itu, Allah memerintahkan kepada malaikat 1, 2 dan 3 untuk mengembalikan kekuatannya, rasa lezat, dan cahaya di wajah sang hamba.

Namun untuk malaikat ke 4 , Allah tidak memerintahkan untuk mengembalikan dosa-dosanya kepada hamba mukmin. Maka bersujudlah para malaikat itu kepada Allah seraya berkata : “Ya Allah mengapa dosa-dosa ini tidak Engkau kembalikan?”

Allah menjawab: “Tidak baik bagi kemuliaan-Ku jika Aku mengembalikan dosa-dosanya setelah Aku menyulitkan keadaan dirinya ketika sakit. Pergilah dan buanglah dosa-dosa tersebut ke dalam laut.”

Dengan ini, maka kelak si sakit itu berangkat ke alam akhirat dan keluar dari dunia dalam keadaan suci dari dosa sebagaimana sabda Rasulullah SAW : “Sakit panas dalam sehari semalam, dapat menghilangkan dosa selama setahun.” (situs lakalaka.com)

Oke, sekian dan mohon maaf apabila terdapat curcol.
Tarik selimut lagi…

Khikmah Al-Maula
22 Maret 2016


#OneDayOnePost

Senin, 21 Maret 2016

30 Menit yang Tidak Biasa


Bicara tentang pengalaman yang paling berkesan tentu banyak tersimpan di memoar otak pengalaman-pengalaman berkesan. Selama 19 tahun mengembara di muka bumi ini bagiku semuanya berkesan. Bahkan saat kecil pipis dicelana, jatuh dari sepeda dan ditertawakan, dibonceng Ayah naik sepeda ketika senja. Semua itu berkesan.

Bagiku terlalu banyak hal yang berkesan dihidup ini. Bahkan aku ingin menjadikan tiap detik berkesan. Waktu bagaikan pedang. Tergantung bagaimana pemakainya menyikapi benda tajam itu. Bisa menjadi penjaga, namun tidak menutup kemungkinan akan menjadi bumerang.

Terlepas dari beribu-ribu pengalaman yang tersimpan dalam semestaku. Maka akan kukisahkan pengalaman berkesanku yang baru kemarin terjadi, tepatnya hari jum’at 18 Maret 2016. Yang betapa waktu tidak bisa kompromi dengan ego. Melangkah atau mundur. Mencoba atau mengabaikan. Berjuang atau pecundang.

***
Jam setengah dua tepat aku baru meluncur ke tempat acara. Sebagai ketua panitia aku merasa tidak teralu bertanggung jawab. Padahal acara mulai jam satu. Lagian tadi aku pulang dari prepare jam setengah satu. Jadi pulang untuk sekedar rehat sejenak, sholat dan makan.

Di tempat acara ternyata sudah mulai ramai tamu undangan. Aku memarkir sepeda motor kemudian masuk ke gedung. Wah, senangnya semua sudah rapi. Ketika sedang senyam-senyum, ketua panitia dari pihak IPNU menghampiriku. Dari raut mukanya menunjukkan kepanikan tiada tara.

“Net, kamu jadi moderatornya ya?” Ucap Mas Yan mengejutkan.

“Apaah???” Teriakku seperti gaya di sinetron-sinetron.

“Duh Net, sekarang bukan waktunya lebay. Serius ini,” ujarnya kemudian.

“Lah kan tadi udah ada pengganti moderatornya mas? Kok jadi aku sih, gak mau ah,” jawabku sembari memikirkan siapa kira-kira yang bisa menggantikan menjadi moderator.

“Orangnya tiba-tiba gak bisa bilangnya, ayolah,” mohonnya. Air muka Mas Yan dibikin semelas mungkin.

“Wah, gimana ya?” ucapku menggantung.

Coba bayangkan. Aku baru saja makan. Masih kenyang-kenyangnya. Datang ke acara, baru masuk udah di sodori untuk jadi moderator. Seakan makanan itu mau kumuntahkan saking terkejutnya aku.

Tahu moderatornya gak bisa aja udah membuatku kaget. Lah ini ditambah aku disuruh jadi moderator. Mending kalau moderator dalam presentasi di kelas. Ini bukan di kelas lagi, tapi di masyarakat. Mana pembicaranya Kyai dan organisator yang berpengalaman lagi.

Di lain sisi sebagai ketua panitia dari pihak IPPNU aku merasa belum memberikan kontribusi yang maksimal dalam acara ini. Karena emang kegiatanku yang begitu kompleks. Dan kapan lagi aku di beri kesempatan jadi moderator dialog interaktif dalam waktu setengah jam sebelum acara dimulai.

Batinku pun bergejolak. Antara mau dan tidak mau. Jika menuruti ego, aku pastilah tidak mau, aku belum siap. Andai saja setidaknya malamnya dikasih tahu. Mungkin besar kemungkinan aku terima tawaran itu.

“Net, oke ya, kamu jadi moderatornya.” Ucap Mas Yan membuyarkan lamunanku.

“Eh, aduh…. Iya deh, eh maksudnya gak aja deh,” jawabku belepotan.

“Please Net, ayolah, kesempatan ini tidak datang dua kali loh.”

“Kalo gitu Mas Yan aja deh.”

“Loh, akutuh memberi keempatan untuk yang lebih muda Net. Jadi jangan sia-siakan kesempatan ini,” ujarnya meyakinkanku.

“Iya deh Mas,” jawabku pasrah.

Walaupun sepertinya aku pasrah. Padahal batinku riuh banget. Bagai ada pawai drumband. Sudah menyetujui tapi masih setengah-setengah antara mau membatalkan atau lanjut. Tapi dalam hati kecilku aku ingin mencobanya.

Perang pun tak terelakkan. Antara ego dan nurani.
“Jangan Net, kalo kamu malah malu-maluin gimana?” Bisik Peri Merah sambil mengibas-ngibaskan rambut merahnya.
“Net, ini adalah kesempatan yang langka. Jangan sia-siakan,” bisik Peri Putih dengan mengepakkan sayap indahnya.

Setelah mengalami pergulatan batin yang hebat. Tangan yang mendadak keringat dingin. Dan ada acara kebelet pipis pula. Akhirnya aku memutuskan untuk mengikuti nuraniku. Ya, aku mau menjadi moderator.

Tibalah. MC memanggil namaku untuk ke singgasana dalam rangka menjadi moderator. Aku berjalan dengan anggun dan memesona menurut diriku sendiri. Ketiga pembicara juga ke singgasana.

Lalu hening. Seolah ribuan mata mengarah ke padaku. Dan ajaib sekali ketika duduk di singgasana. Rasa grogi, gemetar dan keringat dingin, semua menguap. Di situ aku merasa hangat menjuluri setiap aliran darahku. Begitu nyaman dan batinku tidak seriuh tadi.

Mataku menyapu seluruh tamu undangan. Kemudian mengucap Bismillah, salam dan ucapan syukur dalam bahasa Arab, kemudian bla bla bla. Sampai akhir acara kuucapkan Wallahul muwafiq illa aqwamit thariq, lalu salam. Di susul dengan tepuk tangan yang ah membuat hatiku berdesir.

Sebelum mengakhiri aku sempat membuat closing statement, “ Berorganisasilah, karena kita tidak dapat menemukan pengetahuan organisasi selain dengan ikut andil di dalamnya.”

***
Ya, itulah pengalaman berkesan yang tidak akan kulupakan dalam hidupku. Disuruh jadi moderator 30 menit sebelum acara Dialog Interaktif dimulai. Mungkin bagi yang sudah terbiasa jadi moderator akan menganggap ini pengalaman biasa saja. Tapi bagiku ini adalah pengalaman yang sangat berkesan.

Mungkin jika menolak tawaran itu aku akan sangat menyesal. Kesempatan yang memang jarang didapatkan. Kalau kesempatan jadi moderator mungkin sudah biasa. Tapi bagiku 30 menit itu yang tidak biasa.

Tawaran 30 menit sebelum acara. Membuatku mengerti apa arti sebuah kesempatan, tanggung jawab, dan hati nurani.

PS: Mohon maaf, belum ada fotonya soalnya aku belum sempat minta fotonya.

PS: IPNU= Ikatan Pelajar Nahdhlatul Ulama’
IPPNU= Ikatan Pelajar Putri Nahdhlatul Ulama’

Khikmah Al-Maula
21 Maret 2016

Belajar, Berjuang, Bertaqwa!


#OneDayOnePost

Jumat, 18 Maret 2016

Halusinasi Warta

gambar ilustrasi: google

Aku menunggu sendiri di gedung. Sepi dan beraroma magis. Dua temanku melenggang pergi ketika aku datang. Jadi, aku datang pas sekali untuk disuruh menemani barang-barang yang sengaja di tinggal di gedung guna mempersiapkan perhelatan akbar organisasiku.

Kucoba sms yang lain agar satu saja menemaniku. Semenit dua menit sampai ribuan menit tidak ada jawaban. Jadi kuputuskan berdiam diri di gedung kosong sendiri sambil mengetik ini. Namun tiga menit kemudian tukang sound datang. Oke, setidaknya aku ada yang menemani.

Pada dasarnya aku penakut. Dulu waktu kecil ketika malam mau ke kamar mandi sendirian takut. Bawaannya kek melihat bayang-bayang apaan gitu. Padahal ya gak ada apa-apa. Kamar mandi emang menyimpan misteri dan membuat negative thingking.

Perasaan seperti itu. Atau istilah kerennya halusinasi. Perasaan takut yang berlebih pada sesuatu hingga seakan melihat hal-hal yang sebenarnya nothing. Pintu menutup karena angin. Dikira ada yang menutup. Melihat kek ada putih-putih berambut panjang semampai. Oke, stop. Kok malah jadi horor.

Sebelum menulis ini aku sempet membuka media sosial. Melihat-lihat beranda. Ada berita menarik yang mewartakan bahwa seseorang telah di fitnah. Kemarin aku melihat berita dari media lain kontradiksi dari berita yang tadi aku baca.

Orang awam sepertiku jika melihat dua topik berita yang sama tapi kontradiksi di media yang berbeda. Hanya bisa geram dengan fenomena tersebut.  Media berita yang harusnya mewartakan fakta justru membuat pening dengan perbedaan itu.

"Liat apa si Net? Serius banget liat hpnya," temanku yang tadi meninggalkanku sendiri tetiba kembali. Dengan mengagetkanku pula.

"Nulis Al. Lama banget sih, teganya meninggalkanku sendirian, hiks," ucapku dengan agak lebay.

"Sorry deh, nulis apa sih," tanya Al.

"Nulis tulisan lah Al," jawabku dengan muka polos.

"Iyelah, maksudnya tentang apaan Net."

"Tentang berita Al. Yang tentang foto terus ada tulisan Saya Islam, dan bla bla bla. Media sekarang absurd. Gak bisa dipercaya lagi."

"Bener tuh Net, aku juga jadi apatis dengan media-media. Kita membaca berita berharap tau suatu fakta. Tapi malah media-media sekarang membentuk blok-blok tersendiri," ujar Al sambil memimikkan wajah kecewa yang mendalam.

"Ya, mereka berhalusinasi Al. Halusinasi berita yang mereka wartakan. Berita simple malah dilebay-lebaykan. Berita tentang A malah dicari akar permasalahan B," aku menambahi dengan menggeleng-gelengkan kepala.

"Woi, udah gosipnya, bantuin gelar karpet cepetan," teriak Ka.

Aku dan Al hanya tersenyum malu. Dari tadi hanya ngobrol sedangkan yang lain sudah berdatangan dan menyiapkan berbagai persiapan yang harus di selesaikan.

***
Jeli dan kritis menerima berita yang belum jelas kebenarannya adalah tuntunan al-Qur`an :
Allah berfirman,


ﻳَﺎﺃَﻳُّﻬَﺎ ﺍﻟَّﺬِﻳﻦَ ﺀَﺍﻣَﻨُﻮﺍ ﺇِﻥ ﺟَﺂﺀَﻛُﻢْ ﻓَﺎﺳِﻖُُ ﺑِﻨَﺒَﺈٍ ﻓَﺘَﺒَﻴَّﻨُﻮﺍ ﺃَﻥ ﺗُﺼِﻴﺒُﻮﺍ ﻗَﻮْﻣًﺎ ﺑِﺠَﻬَﺎﻟَﺔٍ ﻓَﺘُﺼْﺒِﺤُﻮﺍ ﻋَﻠَﻰ ﻣَﺎﻓَﻌَﻠْﺘُﻢْ ﻧَﺎﺩِﻣِﻴﻦَ



"Hai orang-orang yang beriman, jika datang kepadamu orang fasik membawa suatu berita, maka periksalah dengan teliti, agar kamu tidak menimpakan suatu musibah kepada suatu kaum tanpa mengetahui keadaannya yang menyebabkan kamu menyesal atas perbuatanmu itu". [Al Hujurat : 6].


Jangan sampai berita burung, desas-desus, gosip langsung dipercaya bahkan ikut-ikutan membesar-besarkan dan menyiarkan ke masyarakat. karena akibatnya sangat dahsyat dan menyakitkan! (dikutip dari status fb dosenku)


Khikmah Al-Maula 
18 Maret 2016

#OneDayOnePost