Selasa, 26 September 2017

Kerjarlah Dia

izwie.com
Menurutku kata cinta terlalu indah untuk diucapkan dengan bercanda. Jadi aku tidak suka pada siapapun yang bermain-main dengan kata itu. Itu bagiku, tentu saja siapapun juga boleh berbeda denganku.

Termasuk kamu, terserah jika kamu anggap itu biasa saja. Tapi tidak bagiku, maka ketika kamu bilang mencintainya, jangan pupuskan sepercik harapannya bahwa kata-katamu itu memang benar adanya menurutnya, jikapun tidak, mungkin belum.

Maka kerjarlah dia, dan pastikan dengan sepasti-pastinya dia juga mencintaimu, aku ini perempuan, jadi tidak mau menyakiti hati sesama perempuan, kamu sudah memutuskan untuk mengejarnya, jadi kejarlah.

Dan jangan menggodanya dengan sesuatu yang membuatnya merasa tidak pasti kepadamu, karena dia juga butuh kepastian, bukan hanya kamu.

Aku kira memang aku tidak berarti apa-apa buatmu, jadi aku sudah mengambil keputusan yang benar. Bukan karena aku cemburu, aku hanya tidak ingin menyakiti perasaan perempuan.

Aku pernah merasakan disakiti, jadi kukira tidak perlu perempuan itu merasa tersakiti juga. Jika dia tidak sekuat aku gimana? Ah, itu mengerikan, aku dengar perempuan kalau sakit hati bisa sampai bunuh diri. Dan aku tidak mau membunuh siapapun, walau secara tidak langsung sekalipun.

Dan kamu pun tak perlu mengkhawatirkanku, tapi apakah kamu mengkhawatirkanku? Kurasa tidak. Aku hanya ingin kamu tahu, aku baik-baik saja. Aku sudah pernah merasakannya, jauh lebih menyakitkan, jadi yang terjadi sekarang tidak ada apa-apanya.

Cinta selalu butuh kepastian, kamu membenci sesuatu yang tidak pasti, aku juga, makanya aku membiarkanmu mencari kepastian hatimu. Membantumu mencari kepastian hatimu.

Aku telah mencoba sesuatu yang seharusnya tidak perlu kucoba, tapi tidak perlu kusesali, setidaknya aku merasa lebih berani daripada kamu.

26 September 2017, ditulis Inet Bean saat sedang duduk.

Sabtu, 23 September 2017

Musik Koplo dan Kecintaan Millenials akan Bahasa Lokal

Kompasiana.com

Biar tidak ada salah paham atau paham salah. Akan aku sebutkan musik koplo itu apa, jangan berprasangka dulu, oke? Karena sesungguhnya prasangka itu hanyalah prasangka. Apasih?

Jadi, musik koplo atau juga dangdut koplo adalah aliran suatu sub aliran dalam musik dangdut. Dengan ciri khas irama yang menghentak dari gendangnya. Aliran ini dipopulerkan oleh grup musik melayu atau yang biasa disingkat dengan OM.

Oke, itu kata wikipedia begitu, kalau mau lebih lengkap buka dan baca sendirilah, karena aku bukan mau menuliskan sejarah musik koplo, dan yang mau kubahas adalah musik koplo yang berbahasa Jawa, tahu kan?

Di antaranya yang berjudul Konco Mesra, Bojo Ketikung, Ditinggal Rabi, Kimcil Kepolen, Sayang, Jaran Goyang, dan lain-lain.

Nah, lagu-lagu itu lagi hits nih, aku tahu lagu-lagu itu gegara saat di kantor mahasiswa, kan sering tuh aku ngadem sekalian ngewifi gratis di situ, nah pertama denger, eh nih musik kok asik juga didengerin, lama-lama jadi suka, witing tresno jalaran soko kulino, wkwkwk....

Seperti dalam berteman yang gak pemilih, dalam menikmati musik pun, aku tidak pemilih, pemakan segala genre musik. Dari sholawat hingga murratal, dari pop hingga dangdut, dari jazz hingga hiphop, asalkan enak didengarkan mah lewat.

Dan yang membuatku senang, lagu itu berbahasa Jawa. Yang secara enggak langsung, tuh lagu ikut andil dalam upaya pelestarian budaya lokal, yakni bahasa Jawa. Asal kau tahu, aku ini termasuk manusia yang cinta budaya lokal.

Tapi kan bahasnya tentang percintaan, Net? Alah, alasan basi. Toh lagu-lagu sekarang tentang cinta semua, Bojo Ketikung dan Tak Selamanya Selingkuh itu Indah masih satu saudara, Konco Mesra dan Teman Tapi Mesra masih sedarah, Ditinggal Rabi masih sahabatan sama Melewatkanmu. Ah, dan bandingkan saja dengan lagu-lagu lain.

Masih mending tuh lagu bisa mengantarkan anak bangsa untuk mengerti dan suka bahasa Jawa. Toh Jaran Goyang dan Despacito lebih (sensor) mana coba?

Faktanya, bahasa daerah sekarang itu sudah mulai dilupakan orang tua dalam hal mengajari anaknya. Lihat saja, lebih banyak anak kecil yang bisa bahasa Indonesia dan bahasa Inggris dibanding bahasa lokal, kek Jawa, Sunda atau pun Batak.

Dan, menurutku tidak terlalu buruk millenials yang suka musik koplo. (Ah itu pembelaanmu saja, Net.) Daripada Despacito? Nah loh nah loh... (Wah yo gapapa, asal gak tahu artinya.) Asem... wkwkwk.

Oke, pada akhirnya, harapanku adalah, bukan hanya ngefans sama pelantun lagunya wahai millenials, tapi ngefans jugalah sama budaya lokal, bahasa Jawa. (Ah, koe yo nulis nganggo bahasa Indonesia terus, Net) Ah, ribut koe.

23 September 2017, ditulis Inet Bean sambil mendengarkan “Konco Mesra”

Jumat, 22 September 2017

Intinya Saja

vemale.com

Pernahkah kamu seolah dipaksa menjadi peramal yang harus tahu apa saja maunya, tanpa dia katakan. Dan pernahkah, perbuatanmu serba salah dimatanya? Hanya dia yang seolah benar, hanya dia saja yang sibuk mengertimu, hanya dia saja yang berjuang.

Jika pernah, berarti kita senasib. Pernah dalam sehari dia tidak mengabariku, lalu untuk menunjukkan perhatianku, aku mengirim pesan dan menelponnya, tapi tidak ada balasan. Selang beberapa jam aku kembali menghubunginya.

Entah dia itu ke mana, apakah sedang amat sibuk dengan pekerjaannya atau apa. Paginya dia baru mengabariku, dan aku agak kesal karena dia baru mengabariku paginya. Memangnya semalam semenit saja tidak bisa menyempatkan untuk mengirim pesan padaku?

Dan alangkah terkejutnya aku, justru dia yang marah-marah padaku. Katanya aku seharusnya mengerti dia, katanya aku tidak perlu kesal padanya, katanya aku harus peka, katanya kalau dia tidak mengabari berarti sedang sibuk. Kenapa jadi aku yang jadi terdakwa sih?

Di lain waktu saat dia seharian tidak ada kabar, aku pun tidak menghubunginya sama sekali. Bukan karena aku marah padanya, tapi bukankah itu kemauannya? Paginya dia tidak mengabariku lagi.

Baru malamnya dia mengirim pesan padaku. Pesan yang menyebalkan. Dia menyalahkanku karena aku tidak menghubunginya. Damn!

Itu orang maunya apa sih? Kok kzl ya?

Jika kamu mengira dia itu perempuan, kamu salah. Dia seoarang laki-laki. Jadi, perempuan selalu benar itu bagiku mitos. Mitos tersebut sengaja dibesar-besarkan, justru agar terlihat bahwa laki-laki sesungguhnya yang selalu benar. Merekalah yang selalu tersiksa. Padahal sesungguhnya semua itu hanyalah relativitas.

Dan please. Siapapun kamu, laki-laki atau perempuan. Katakan intinya saja. Terlebih jika dia tidak peka. Pasanganmu bukan peramal. Tidak tahu apa yang sesungguhnya kamu inginkan.

22 September 2017, Pekalongan kota spesial.

Kamis, 21 September 2017

Dialog Inet dan Bean

Boredpanda
“Jauh lebih mudah bagi laki-laki sepertimu untuk memilih hidup bagaimana, daripada aku yang terlahir sebagai perempuan.”

“Kamu terlalu banyak berpikir”

“Karena perempuan makhluk pemikir”

“Perempuan makhluk perasa”

“Boleh aku bertanya?”

“Dan perempuan makhluk penanya”

“Jawab saja pertanyaanku”

“Pemaksa”

“Selalu banyak yang dipertimbangkan oleh perempuan. Aku sendiri bahkan merasa muak saat aku terlalu menjadi makhluk yang penimbang, pemikir, atau apapun itu. Mereka otomatis bekerja tanpa kusuruh.”

“Jadi apa pertanyaanmu?”

“Dapatkah aku menjadi laki-laki saja?”

“Dan kamu akan menyukai perempuan?”

“Aku tetap akan menyukai laki-laki”

“Dan adakah laki-laki yang menyukai laki-laki?”

“Ada”

“Homo?”

“Kamu menyukaiku bukan?”

“Iya, kamu yang sebagai perempuan. Aku mencintaimu dengan segala kerumitanmu, jika kamu rumit, akan kusederhanakan. Jika kamu ingin bebas, maka kamu memang harus bebas, terbanglah, jangan hanya di sangkar emasmu.”

“.....”

Nb: Inet (Perempuan), Bean (Laki-laki)


21 September 2017, Pekalongan yang hobi pawai.

Rabu, 20 September 2017

Tidak Perlu Berbagi Kesedihan

http://www.farizykun.net

“Kau baik-baik saja?” tanyaku.

“Iya, bahkan aku tidak pernah merasa sebaik ini, meskipun di sini aku sebagai mentor, tapi justru aku yang belajar banyak dari mereka.” katanya dengan menyunggingkan senyum.

“Tapi kau terlihat pucat.”

“Aku hanya sedikit kelelahan.”

Masih kuingat percakapanku denganmu ketika kita sama-sama menjadi mentor pesantren ramadan di sekolah menengah atas. Waktu itu matahari memang terik, di tambah berpuasa, jadi kukira itu menjadi alasan yang tepat untuk menganggapmu hanya kelelahan semata.

Sampai pada penutupan pesantren ramadan kau masih sehat-sehat saja, atau kau yang memang pintar menyembunyikannya dariku, dari kami, dari siswa-siswa.

Dan setelah lebaran, kabar itu begitu mengejutkanku, bagaimana mungkin? Kenapa tiba-tiba sekali? Kenapa tidak ada kabar apapun sebelumnya?

Tiba-tiba saja ada kabar bahwa kau meninggal dunia. Tapi kenapa? Ketika kulihat terakhir kali tidak ada tanda-tanda kau sakit parah atau sedang menjalani pengobatan dengan tubuh kurus, tubuhmu biasa saja.

Pagi-pagi aku dan teman-teman berangkat ke rumahmu, mengantarkanmu ke peristirahan terakhir. Terlihat teman-teman lain yang sudah berkumpul di sana dengan mata sembab, satu-dua terlihat masih menangis, yang lain menenangkan.

Ah, bahkan ternyata tetanggamu pun, tidak tahu perihal penyakitmu, seorang tetanggamu menceritakannya kepadaku tanpa kuminta. Baru setelah kau pergi, kita tahu sesungguhnya apa yang sedang kau rasakan beberapa waktu belakangan.

Aku belajar banyak hal darimu, kau paling rajin mengerjakan tugas kelompok, tidak sepertiku yang hanya kadang-kadang, kau murah senyum, suka berbagi kebaikan, dan tidak suka membagi kesedihan.

Bagaimana bisa kau menyembunyikan penyakitmu? Bukankah seharusnya kau butuh setidaknya dukungan moril? Bahkan kau hanya bilang pergi untuk berlibur yang sesungguhnya untuk kemoterapi. Kau terlalu kuat, aku belajar itu untukmu, tidak perlu berbagi kesedihan, tapi jadilah lilin yang menerangi, meski sakit dan akan lenyap pada waktunya.

Kini genap sebulan kau pergi, semoga kau ditempatkan di surga-Nya. Aamiin.

20 September 2017, ditulis Inet Bean setelah melihat puisi yang ditujukan seorang teman padanya.

Selasa, 19 September 2017

Hilang Derita


Canda warnai pertemuan kita, di sudut dunia
Ketika sang surya mulai malu
Tampakkan sinarnya
Sepasang mata beradu dalam diam
Tenggelam temukan taman surga
Hilang derita
Merengkuh asa
Jatuh ke dalam diri

Tak ada kita
Tinggalah aku
Bersama rembulan tanggal tengah
Malam tak berbintang jatuh
Segalanya tampak sempurna
Sempurna....

19 September 2017, Ditulis Inet Bean ketika sedang diare.

Jumat, 15 September 2017

Sejujurnya Aku Pecemburu

aceshowbis.

Saat kau bilang cinta, aku ingin hanya kepadaku saja kau katakan kata itu. Aku tidak suka jika kata cinta kau umbar begitu saja dengan perempuan lain, sekalipun itu sekadar becanda.

Bukan aku terlalu mengekang, kubiarkan kau becanda dengan perempuan manapun, tapi tidak perlu kau ucapkan dengan murah kata cinta, karena perempuan itu perasa, bagaimana jika dia pikir kau serius? Atau kau memang serius?

Saat kau bilang cinta, aku ingin kau membuktikannya dengan perilakumu, bukan sekadar berkata-kata saja, jika hanya berkata, banyak yang hanya bisa begitu. Lalu apa bedanya kau dengan laki-laki yang tidak serius itu?

Aku tidak memaksamu, tapi kau seharusnya sadar diri. Tidak perlu kukatakan, atau jika kau punya caramu sendiri, setidaknya katakan padaku bagaimana, biar aku yakin setidaknya, tidak perlu berlebihan. Aku selalu lebih suka yang sederhana. Entah, dengan bagaimana, terserah kau.

Saat kau bilang sayang, bisakah kau buktikan dengan setidaknya tidak membuatku berpikir negatif terhadapmu? Tidak perlu kau melaporkan tiap hari apa yang kau lakukan, jaga saja hatiku lewat apa-apa yang kau lakukan.

Apa aku berlebihan? Jika iya, kau tanyakan saja pada perempuan-perempuan. Bisa jadi mereka bahkan lebih menuntut dariku. Atau bahkan mereka akan kasihan padaku.

Saat kau bilang sayang, bisakah kau hanya bilang padaku saja? Tidak peduli itu bercanda, aku tidak suka kau bilang pada perempuan lain, karena sejujurnya aku pecemburu.

Aku tahu, cemburu hanya untuk orang-orang yang tidak yakin pada dirinya sendiri, tapi itulah yang terjadi, kadang aku tidak yakin pada diriku sendiri. Aku cemburu... aku cemburu... aku cemburu....

Jadi, siapkah kau begitu ketika memutuskan untuk bilang cinta padaku?

Seharusnya harus siap, bahkan semua pasangan memang harus menjaga hati pasangannya kan?

15 September 2017, ditulis Inet Bean saat sedang bingung mau nulis apa, di graha mahasiswa LPM Al-Mizan, ih kok aku kek aktivis ya sering nulis di sini?

Kamis, 14 September 2017

Catatan Skripsweet Inet (ACC Judul)


Proses skripsi itu identik dengan berbagai halangan, ujian dan cobaan yang menerpa. Kadang ditanya udah punya judul atau belum saja sudah membuat mahasiswa akhir sensitif. Gak percaya? Coba deh praktekkan. Kalau terjadi sesuatu hal yang tidak menyenangkan, aku tidak tanggung jawab ya.

Akupun tidak lepas dari ujian yang menimpaku saat mau mengajukan judul skripsi ke wali dosen. Bayangkan? Aku melihat teman-teman seangkatanku sudah pada seminar proposal dengan bangganya, sedangkan aku mau menemui waldos saja susahnya masyaAllah.

Iri? Iyelah, siapa juga yang kagak ngiri? Seakan mereka bilang, “Dadah Inet, duluan yaa, yang sabar nunggu bisa ketemu waldos.” Dan ketawa jahat. Iiih, sebal sekali.

Aku sempat terkaget-kaget sih, loh loh, tuh anak-anak kok tiba-tiba udah pada seminar aja sih? Jadi aku pun berkeyakinan secepatnya harus menyusul, tidak boleh tidak!

Tapi? Untung tak dapat diraih, malang tak dapat ditolak. Susah sekali mau ketemu sama waldos. Pertama aku WA, waldos lagi di rumah sakit, gak bisa ditemui, minggu depannya waldos udah masuk kata temanku, tapi aku yang lagi sibuk ada acara, jadi aku WA waldos minggu depannya lagi, dan tahukah?

Ternyata bedrest di rumah sakit lagi, ah ya Tuhan Yang Maha Esa. Waldos malah bilang gini, “Saya lagi di rumah sakit lagi Mba, kalau mau ke sini gapapa, di Semarang.”

Ah! Bagai tertusuk sembilu aku. Lalu kubalas dengan nada yang semanis mungkin, sabar mah aku orangnya. Kupikir waldosnya lagi sensi. Ya sudahlah. Saat kau berharap... bertemu waldosmu, lagi-lagi gagal, ya sudahlah.... hohoho...

Seminggu kemudian, aku denger dari temen, kalau waldos sudah masuk lagi, jadi saat itu juga aku WA waldos, buat apalagi selain mau ketemuan?

Balasnya gak bisa katanya, bisanya besoknya, itupun di kelasnya mengajar ketemunya, baiklah tidak apa-apa, asal masih di kampus, gak di rumah sakit apalagi di Semarang.

Tadi pagi kutemui waldos, jiah, kaget aku, ketemu-ketemu perutnya udah besar, hamil keknya, kurasa memang hamil, pantesan bedrest di rumah sakit. Aku mah mahasiwa yang tidak hobi perwalian, jadi ya kaget tiba-tiba ketemu waldos udah hamil besar aja, wkwkwk. Kapan mulai hamil sih?

Agak dagdigdug sih ngajuin judul, sebab kudengar dari cerita temanku ngajuin disuruh bolak-balik tiga kali dulu, baru di-ACC. Nah ini aku baru satu kali ini. Pasrah dah.

Kusalami waldos, lalu kuserahkan proposalnya, lalu beliau nyuruh aku buat dibelikan spidol boardmarker dua. Setelah kujelaskan sedikit soal istilah di judul yang ternyata belum diketahui waldos, lalu aku langsung meluncur beli spidol. Tentu saja dengan uang beliau, hehehe.

Setelah beli, segera aku menemui waldos yang sedang duduk, sementara mahasiswa semester satu sedang asik mengerjakan entah, tidak kuperhatikan. Kalau mereka memperhatikanku? Terserah, aku gak peduli.

“Begini Mba, untuk LBM tidak ada masalah, overall saya pikir kamu sudah tahu alurnya, nalar kamu sudah jalan, dan tinggal ini pengaturan tulisan aja.” Lalu waldos menunjukkan cara untuk mengecek pengaturannya. Saya mah angguk-angguk aja.

“Jadi sudah bawa surat buat ACC? Ini langsung saya ACC aja.”

Ah, tidak terkira senangnya, duh, seperti melayang, speechless.

“Eh, belum bawa Bu.” Jawabku, kan kupikir belum mau di ACC, kata temenku harus ketemu tiga kali dulu, ini benar-benar di luar dugaan. Ya Tuhan Yang Maha Esa, terimakasih.

“Kamu print dulu aja, ntar ke sini lagi ya?”

Kujawab dengan senyum sumpringah, segera ngeprint suratnya, dan kuserahkan, lalu ditandatangani sudah. Aaaaah, hatiku senang sekali hari ini. Pokoknya lagi mau senang, kamu jangan ganggu kesenangan aku!

14 September 2017, ditulis Inet Bean di graha mahasiswa LPM Al-Mizan, dengan perasaan senang.

Rabu, 13 September 2017

Dia yang Datang dan Berlalu Tanpa Pamit

http://www.animepjm.com

Kemarin aku melihatmu, pergi kondangan bersama perempuan, aku tidak tahu dia siapa kamu dan aku pun tidak mau tahu. Tapi kamu seakan menghindar untuk bertemu denganku, bertemu tatap saja seolah kamu takut.

Entah apa yang membuatmu seperti itu, kukira karena kamu dulu pernah meninggalkanku tanpa sepeser kata pun, hilang begitu saja, tertelan tempat, tertelan waktu, tertelan sikapmu.

Atau kamu merasa tidak enak hati, karena kamu datang bersama perempuan dan bertemu denganku? Hampir saja mata kita bertemu, namun kamu buru-buru mengalihkan tatapanmu, apakah kamu tidak berani menatapku? Kurasa itu wajar saja, kamu merasa bersalah bukan? Tapi kamu memanglah bersalah, dan pengecut.

Sebenarnya aku tidak mau kita seperti itu, aku ingin menyapamu, bersikap biasa saja, layaknya teman lama yang bertemu. Hanya sesederhana itu saja, tapi kamu bahkan minta maaf saja tidak berani, walau begitu, aku sudah memaafkanmu, karena aku pun berhak untuk bahagia.

Kamu pernah datang begitu saja setelah lama tak bersua, saat itu kita seru-seruan berchatting, juga kamu main ke rumahku, lalu tidak lama kamu mengajakku ke pasar malam. Di situ tiba-tiba kamu mengungkapkan perasaanmu.

Masih ingatkah? Mungkin kamu berusaha keras melupakannya, tapi aku tidak pernah lupa akan hal itu, dan bagiku tidak perlu kulupakan, untuk jaga-jaga, jika kamu datang, tak akan lagi aku tertipu.

Aku tidak menjawab perasaanmu saat itu juga, entah, walau dulu aku pernah menyukaimu, tapi kedekatan itu terlalu cepat bagiku. Dan selepas itu, kamu justru menghilang, tidak ada kabar lagi tentangmu.

Beberapa minggu kemudian aku melihatmu mengupload foto bersama perempuan, dan kalian saling berkomentar mesra, tambahkan teman-temanmu yang berkomentar menggoda. Dan aku jadi tahu, saat kamu mengungkapkan perasaanmu, sesungguhnya kamu sudah punya dia.

Mulai sekarang, jika kamu membaca ini, saat bertemu denganku, bersikaplah biasa saja. Karena aku pun menuliskan ini dengan biasa saja, tidak ada rasa marah dan kecewa beberapa tahun lalu. Rasa itu sudah menguap, habis. Hingga kering, dan tak ada lagi yang bisa kurasakan saat bertemu denganmu.


Terimakasih, sudah membuat hatiku semakin kuat.

13 September 2017, Ditulis Inet Bean ditengah keramaian muskam kampus Ijo.

Selasa, 12 September 2017

Bukan untukku, begitu pula bukan untuk Mereka

http://lifestyle.liputan6.com/read/2428669/unik-danau-danau-alami-ini-berbentuk-menyerupai-hati

Seperti daun yang pasrah dilarung air, menuju sungai, danau, laut, samudra, entah terbawa ke mana, aku tidak peduli, bahkan ke empang tempat engkong nongkrong di pagi hari pun, aku tidak peduli. Nyatanya hidup tak selalu berbau wangi, kadang-kadang bau busuk akan datang dengan atau tanpa ijin.

Aku berpikir, hidupku seharusnya memang lebih menyenangkan sekarang, aku selalu ingin hidup sepeti danau yang tenang, dalam, dan jernih. Setidaknya di mataku sendiri, begitulah diriku.

Tapi bukan soal perjalanan hidupku yang akan kubicarakan, melainkan tentang perasaanku yang seperti badut di acara ulang tahun ponakanku, atau di acara sunatan adik temanmu jika pernah kau lihat.

Lucu bukan? Badut-badut itu berusaha melucu dengan kesadaran penuh. Ah, bukankah itu adalah kerjaanya? Meski dari rumah dilepas dengan makian istri karena utang dan uang. Badut-badut tetap melucu, tidak peduli pada hati terdalamnya yang tengah berkecamuk.

Seperti itulah perasaanku. Perasaanku yang lucu. Lucu karena berusaha agar terlihat lucu. Jika tak kau pahami, marilah kita pahami bersama di paragraf selanjutnya, tapi aku tidak janji kau akan mendapatkan jawabannya. Karena aku lucu.

Ketika aku melihatnya sepintas, kurasa tidak ada yang spesial dari dia, seperti aku melihat wanita pada umumnya. Tapi suatu keadaan membuatku lebih dekat dengannya, dia tidak seperti wanita pada umumnya, tidak mainstream, lebih mendekati aneh sih.

“Aku sebal,” katanya.

“Kenapa?” kutanya.

“Gapapa, hehe.” Jawabnya, tapi sedetik kemudian cerita aja apa yang membuatnya sebal. Dan akhirnya meluncur pula kalimat ini pada ucapannnya, “Aku sebal, tapi ketiduran tadi.”

“Aneh, haha.”

“Ngantuk soalnya.”

Ah itulah, dia sukanya jadi manusia seutuhnya, walau sedang sebal sekalipun. Biasanya mah wanita kalau lagi sebal uring-uringan gak jelas. Ah, aku kan jadi suka, hehehe.

Iya, kurasa aku menyukainya, tapi untuk beberapa sebab, aku tidak ingin dia menyukaiku, dan aku juga tidak ingin siapapun disukainya. Egois? Ah itu kan urusanku, kalau dia mau suka aku atau orang lain, itu urusannya.

Sebab aku menginginkan hal itu? Besok atau lusa saja kutuliskan alasannya, sebab kopiku hampir dingin, tidak mungkin kubiarkan kopi mendingin, aku harus menyelamatannya agar tetap hangat di tubuhku

12 September 2017, ditulis Inet Bean saat sedang sebal.

Senin, 11 September 2017

Kepuasan antara jadi Objek Foto dan Fotografer

http://tipsfotografi.net/fotografer-harus-punya-flare.html

Di jaman sekarang, swafoto atau selfie sepertinya sudah menjadi kewajiban ketika ada acara tertentu atau sedang ada moment yang berkesan, bahkan adapula yang menjadikan swafoto sebagai obat, tiga kali sehari. Jika tidak swafoto dalam sehari, terasa ada yang salah dalam hidupnya.

Tetapi yang miris, sekarang swafoto tidak dilakukan ketika sedang bahagia saja, beberapa pernah kujumpai, abg yang swafoto saat dia sedang menangis, lalu diposting dengan caption tentang putus cinta yang memilukan, jujur saja postingan seperti itu membuat mataku pedih, dan buru-buru ingin mengenyahkannya dari beranda facebook-ku jika saja bisa.

Jadi, secara tidak langsung, swafoto dilakukan demi kepuasan hati, mereka melakukannya untuk mengungkapkan apa yang dirasakan, termasuk kepiluan hati dan disebarkan di media sosial. Hal itu bisa jadi adalah suatu bahaya psikologi.

Seperti pemuda Inggris yang depresi akibat sering berswafoto. Ia terobsesi untuk terlihat fotogenic, bahkan dalam sepuluh jam sudah 200 foto yang dia ambil, akibat dari tidak terpenuhi keinginannya, dia ingin mengakhiri hidupnya.

Beberapa bahaya psikologi dari hobi swafoto yang perlu diwaspadai yaitu gangguan penyakit mental, krisis kepercayaan diri, kepribadian narsis dan kecanduan. bahkan psikiater pemerintah Thailand telah mengimbau kepada pemuda-pemudinya agar tidak melakukan swafoto, karena bertambahnya pemuda galau yang membuat jumlah calon pemimpin generasi baru berkurang.

So, kurangilah berswafoto. Sebelum kecanduan hai pembaca blog lemping pena.
Lantas bagaimana soal kepuasan menjadi fotografer? Ah ini akan ku-share berdasarkan pengalaman pribadi saja, karena jujur saja aku lebih suka mengambil foto dari pada diambil foto. Aku sadar diri, aku ini tidak fotogenic, aku selalu pede dengan bilang kenyataannya lebih bagus daripada fotoku yang diambil tapi dalam hati bilangnya, heuheu.

Makanya aku lebih suka mengambil foto saja, tak jarang di beberapa acara, aku mendadak jadi fotografer, entah karena orang lebih berminat di foto, sehingga jika menjadi fotografer otomatis tidak difoto, atau karena memang aku yang bisa mengoperasikan kamera LDR, eh DSLR maksudku, padahal jujur saja aku tidak terlalu bisa mengerti pengaturannya, tapi setidaknya aku lumayan berwawasan soal mengambil angle, atau sukarela saja jadi fotografer, toh aku suka.

Saat mengambil foto, dan itu bagus, seperti ada kepuasan tersendiri, seperti mengabadikan moment istimewa, seperti menghasilkan seni yang estetik. Apasih? Aku bicara apa coba? Pahamkah? Untuk memahami, kamu coba saja sesekali jadi fotografer, ingat, tangkap moment istimewa, biasanya foto yang seakan bisa berbicara.


11 September 2017. Catatan Inet Bean.

referensi: http://doktersehat.com/hobi-selfie-waspadai-bahaya-psikologi-ini/

Testimoni pemateri yang puas atas foto yang kuambil, haha
agak narsis dikit gapapa yah.
Foto ini berbicara gak menurut kamu? Maksudku seperti menjelaskan ketiga objek sedang melakukan kegiatannya sendiri-sendiri.