Tentang Batas
Filosofisumber: peri google |
Anak kecil, usia tiga-empat tahunan.
Masa aktif dan kritis. Lantas dia melakukan
ini dan itu. bertanya banyak hal tentang semesta. Suatu ketika dia
bertanya tentang kerlap-kerlip bintang.
Ada
dua pilihan jawaban. Jawaban pertama bahwa bintang itu sebenarnya besar. Mereka
adalah matahari bagi planet lain. Memang jawaban tersebut benar adanya. Dan opsi
jawaban kedua. Bintang memang kecil. Karena saat di lihat dari bumi tentu
bintang terlihat kecil.
Jika melihat dari dua jawaban
tersebut yang pertama memanglah jawaban pintar. Tapi tentu sang anak kesulitan
mencerna jawaban itu. Jawaban kedua memang kelihatannya bodoh. Tapi sebenarnya
jawaban kedua inilah jawaban cerdas untuk pola pikir anak usia 3-4 tahun.
Jadi, apa hubungannya dengan batas?
(haha)
Di ilustrasi itulah terdapat esensi
dari batas. Batas di pengaruhi oleh Habitus, Habit, dan Habitat. Ketiganya tak
ubahnya lingkaran yang memengaruhi batas ataupun ruang gerak. Baik dari segi
intelegensi maupun etika.
Habitus yaitu si anak, perkembangan
intelektualnya masih sekitar mengenali benda-denda di sekitarnya yang terlihat,
maka bersifat empiris. Pengetahuannya di dasarkan pada indra-indra yang mulai
maksimal dirasakannya. Maka jelas terasa sekat-sekat tertentu dalam menjelaskan
fenomena yang dialami anak.
Habit yaitu dari
pengalaman-pengalaman anak tersebut melihat bintang. Nalurinya menyimpulkan
bahwa bintang itu kecil. Jadi ketika menjelaskan kepada anak tersebut bersikap
sebijak mungkin. Tidak dibenarkan mematahkan pengetahuan anak begitu saja
dengan mengatakan bahwa bintang yang dilihatnya sebenarnya lebih besar dari
bulan.
Lalu terkait Habitat. Lingkungan sang
anak. Karena anak itu bertempat tinggal di bumi jadi dia melihat bintang tampak
kecil. Mungkin beda jika anak itu bertempat tinggal di luar angkasa yang
bertetanggaan dengan bintang-bintang (oke, yang ini sedikit absurd haha)
Jadi bisa ditarik suatu benang biru.
Bahwa batas sendiri dibatasi oleh batas-batas alamiah. Sekat itu muncul
berdasarkan lingkungan yang didiami suatu komunitas. Lalu komunitas itulah yang
membuat batas berdasarkan suatu kebiasaan.
Batas sendiri mau tidak mau tetaplah
akan ada. Karena bagaimana pun seperti yang dikatakan oleh Rousseau “Manusia dilahirkan
merdeka, namun di mana-mana ia dirantai.
Itu berarti seberapapun manusia
ingin bebas. Namun ketika dia menempati suatu komunitas. Maka pasti terdapat
batas-batas. Jadi jika tidak ingin dibatasi mending hidup sendiri di planet
lain.
Jika ditilik dari segi
kebermanfaatan, maka batas yang
dimanifestasikan berdasarkan motif-motif kebijaksanaan tentu berpotensi memberi
kenyamanan kepada setiap anggota komunitas. Hidup berdampingan jika tanpa
adanya rantai yang mengekang akan menghancurkan komunitas itu sendiri. Jadi bisa
dijabarkan bahwa batas berperan kuat di situ
Namun dari segi kekurangannya. Bisa disandingkan
dengan pemikiran. Karena seperti kita ketahui bahwa pada abad pertengahan di
Eropa melarang rakyatnya untuk berpikir yang mengancam eksistensi gereja. Pikiran
mereka di rantai hanya sebatas dogma normatif tanpa filosofis.
Seperti yang dialami salah satunya ilmuan
Galileo Galilei. Pemikirannya tentang bumi adalah bulat dan matahari sebagai
pusat tata surya bertentangan dengan ajaran Aristoteles maupun keyakinan gereja
bahwa bumi adalah bulat dan pusat alam semesta. Hal tersebut dianggap sebagai
perusak iman dan menentang dogma gereja. Alhasil ia dihukum dengan pengucilan
sampai meninggalnya.
Tentu batas seperti itu sangat
menjegal pemikiran-pemikiran cemerlang yang seharusnya muncul ke permukaan. Batas
untuk berpikir tidaklah relevan jika dibenturkan dengan ilmu pengetahuan. Karena
tentu seiring perkembangan zaman teori-teori terdahulu bisa diragukan
kebenarannya dengan pengamatan ulang.
Batas adalah suatu keniscayaan. Jika
dipandang secara holistik dari suatu komunitas. Namun batas akan mengungkung
kebenaran jika dibenturkan dengan pemikiran. Maka lampaui batas itu dengan
berpikir radikal, mendalam sampai pada akar dari suatu akar.
****
Namun percayalah, cintaku kepadamu
tak berbatas. Karena ketika cinta berbatas, bukanlah cinta. Dan cinta sejati
selalu melampaui batas-batas. Batas yang memisahkan. (Oke, abaikan kalimat ini)
Lalu kenapa gambar ilustrasinya anime cewe cantik nan manis? Karena mirip aku kata seseorang. Mungkin lagi pusing tuh orang. Tapi beneran mirip aku kok, satu-satunya yang mirip banget sama aku adalah rambutnya. Ya, rambutnya mirip banget sama rambutku. Hanya saja warna rambutku khas Indonesia.
Oke, alasan sebenarnya karena aku udah biasa ngasih gambar di setiap postingan. Jadi kurang afdhol kalau gak dikasih gambar. Jadi ya terserah aku dong. lagian postingan aku sendiri. Bebaslah mau dikasih gambar apa.
Khikmah Al-Maula
16 Maret 2016
#OneDayOnePost
39 komentar
Tulis komentarFilosof odop 2... wkwkw..
ReplyWow.. radikalisme cinta .. biarkan ia bebas.. begitukah..? Hh
Keren banget ...
ReplyKata Om Kasino "gile lu Ndro"
hehehehe...aku harus belajar dan mencoba memasukkan gambar...
Replyhehehehe...aku harus belajar dan mencoba memasukkan gambar...
ReplyBahwa batas sendiri dibatasi oleh batas-batas alamiah.
Replyaku suka kalimat itu ^^
#tapi net.. berpikir radikaljuga ada batasnya. hehe bukankah segala hal yang berlebihan itu tidak baik? ^^
Aku ga ngerti malah hihi. Maaf
Replyadakah batas yg tak terbatas?
Replyberekspresi dengan gambar ya net...hehehe
ReplySughoiiii... (ini bahasa Jepang)
ReplyOtakku berpikir terus sepanjang membaca tulisanmu, Net.
Bukan aku kan net yg bilang itu mirip kamu??
Sughoiiii... (ini bahasa Jepang)
ReplyOtakku berpikir terus sepanjang membaca tulisanmu, Net.
Bukan aku kan net yg bilang itu mirip kamu??
Semacam itu lah :D
ReplyWih makasih :D
ReplyOke, silahkan mencoba...
ReplyIya, radikal yang sederhana mba :D
ReplyAku sendiri yang nulis gak terlalu paham, hehe
ReplyAda mba...
ReplyYuhu...
ReplyApa tuh artinya?
ReplyBukan, tenang aja mba :D
Batas akan mengungkung kebenaran jika dibenturkan dengan pemikiran... Wah mntap tuh...
ReplyHehehe....endingnya bikin tersenyum. Suka-suka aku mau kasih ilustrasi apa
ReplyBtw mbak inet suka anime yaa??
Replykeren...
ReplyAkhir tulisan "suka-suka aku dong"
ReplyAkhir tulisan "suka-suka aku dong"
Reply" ...bertanya tentang kerlap-kerlip bintang.
Replyada dua pilihan jawaban. Jawaban pertama bahwa bintang itu sebenarnya besar. Mereka adalah matahari bagi planet lain. Memang jawaban tersebut benar adanya. Dan opsi jawaban kedua. Bintang memang kecil. Karena saat di lihat dari bumi tentu bintang terlihat kecil."
(Kerlap-kerlip adalah kata yang menggambarkan suatu keadaan yang tidak konstan, dan orientasinya adalah cahaya. Jika yang ditanyakan oleh si anak adalah tentang kerlap-kerlip bintang, misal pertanyaannya si anak kenapa cahaya (sinar) bintang bisa nampak berkelap-kelip, yang berkelap-kerlip itu hanya cahaya bintang atau cahaya benda lain ?, kenapa dijawab dengan: 1. Bintang sebenarnya besar, 2. Bintang sebenarnya kecil, bukankah yang ditanyakan soal kerlap-kerlipnya bukan soal ukuran ?)
"Di ilustrasi itulah terdapat esensi dari batas. Batas di pengaruhi oleh Habitus, Habit, dan Habitat. Ketiganya tak ubahnya lingkaran yang memengaruhi batas ataupun ruang gerak. Baik dari segi intelegensi maupun etika"
Reply(Di ilustrasi itu sama sekali belum mencapai esensi dari batas, justru ilustrasi tersebut menjadi suatu yang kontradiktif jika hal itu adalah upaya untuk mencari esensi dari batas. Bintang yang sebenarnya sangat besar bisa terlihat sangat kecil itu berarti suatu kemampuan melampaui batas ukuran, bintang yang besar seharusnya tetap terlihat besar tapi bintang tersebut dengan bantuan jarak dan cahayanya sendiri ia telah melampau batas ukuran. sementara batas yang dipengaruhi oleh habitus, habit dan habitat itu juga belum mampu mencapai esensi dari batas, hal itu hanya bisa menciptakan pintu perspektif yang bisa digasar-geser bukan menciptakan batas, karena batas sendiri adalah batas, sesuatu yang otonom dengan fungsi yang hanya bisa mempengaruhi tanpa bisa dipengaruhi)
" ...Sekat itu muncul berdasarkan lingkungan yang didiami suatu komunitas. Lalu komunitas itulah yang membuat batas berdasarkan suatu kebiasaan"
Reply(Kebiasaan yang tercipta dalam suatu komunitas tidak bisa disebut batas karena sekat itu masih terlalu fleksibel kapanpun bisa digeser dan dipengaruhi)
"Batas sendiri mau tidak mau tetaplah akan ada. Karena bagaimana pun seperti yang dikatakan oleh Rousseau “Manusia dilahirkan merdeka, namun di mana-mana ia dirantai"
Reply(Ini adalah paragraf super paradoks, jika batas akan tetap ada berarti kapan ia akan berhenti eksis, sesuatu yang selalu konstan berarti tidak memiliki batas seperti sungai yang yang akan terus mengalir tanpa ada muaranya. Terus manusia merdeka yang di mana-mana dirantai, kita justru tidak menemukan batas di sini padahal kutipan itu untuk menunjukan selalu adanya batas, seharusnya ada suatu titik sebagai batas di mana manusia berhenti dirantai)
"Itu berarti seberapapun manusia ingin bebas. Namun ketika dia menempati suatu komunitas. Maka pasti terdapat batas-batas. Jadi jika tidak ingin dibatasi mending hidup sendiri di planet lain"
Reply(Paragraf yang ini juga sama dengan paragraf di atasnya: paradoks)
"Jika ditilik dari segi kebermanfaatan, maka batas yang dimanifestasikan berdasarkan motif-motif kebijaksanaan tentu berpotensi memberi kenyamanan kepada setiap anggota komunitas. Hidup berdampingan jika tanpa adanya rantai yang mengekang akan menghancurkan komunitas itu sendiri. Jadi bisa dijabarkan bahwa batas berperan kuat di situ
Reply&
Namun dari segi kekurangannya. Bisa disandingkan dengan pemikiran. Karena seperti kita ketahui bahwa pada abad pertengahan di Eropa melarang rakyatnya untuk berpikir yang mengancam eksistensi gereja. Pikiran mereka di rantai hanya sebatas dogma normatif tanpa filosofis"
(Contoh keparadoksan manusia: manusia selalu mendamba kebebasan tapi di sisi lain mereka juga sangat menakutinya)
Reply" ...ajaran Aristoteles maupun keyakinan gereja bahwa bumi adalah BULAT dan pusat alam semesta... "
(Aristoteles memang bilang bumi bulat, tapi otoritas gereja sendiri pada waktu itu masih berkeyakinan bahwa bumi datar, karena masing-masing memiliki persentase kesalahan yang berbeda jadi kalau informasi yang kamu berikan digabung akan terasa sangat oportunis)
LANJUT NANTI... IKLAN DULU.
Awalnya paham. Lama-lama mulai netes aku, Net. -_-
ReplyUntung di bawahnya ngelawak lagi. :D
Tapi makasih lho ilmunya, walau tambah puyeng. :p
Oh iya, gambarnya bener-bener ... nggak nyambung. XD
Iya gitu deh...
ReplyNah itu biar pembacanya mikir sendiri aja tentang pertanyaan anak kecilnya kalo jawabannya gitu...
ReplyDan lagian akukan beropini -_-
Tapi makasih deh udah dikomentarin... makasih banget...
Iya sengaja gak nyambung ko' :D
Reply"Tuhan dan Setan adalah satu entitas yang sama",
ReplyBegitu kira-kira penggambaranku akan batas.
Batas adalah hal yang super paradoks, super problematis sekaligus super solutif yang implikasinya sangat mempengaruhi kehidupan manusia.
Sebenarnya kata "batas" dalam bahasa manusia tidak akan pernah bisa untuk mewakili makna dari batas (batas yang sesungguhnya batas). Ketika seseorang mengatakan "batas", yang dia sebut sebenarnya tidak mewakili akan batas karena di dalam dirinya sendiri (dalam kata batas) tersimpan suatu paradoks. Kata batas dimanfaatkan manusia sebagai simbol yang memiliki makna akan batas, dan kata batas itu memiliki fungsi yang konstan yang selalu dimaknai sebagai batas, maka ia tidak pernah memiliki batas akan fungsi maknanya (maksud gak Net ?), mungkin analoginya seperti orang yang berteriak-teriak; "Woooiii... Aku sedang diam!!!" , seperti itu.
Batas yang biasa digunakan manusia aku sebut sebagai "Problem X" dan batas yang murni batas aku sebut sebagai "Faktor X"
Batas (Problem X) adalah sumber dari segala keburukan dan tragedi dalam kehidupan manusia, sementara batas murni (Faktor X) hanyalah sesuatu yang tidak terjangkau rasio manusia.
Mempertanyakan batas adalah proyek raksasa, seperti halnya proyek mempertanyakan apa itu "Ada" milik Martin Heidegger...
(Agak lengkapnya nanti bisa baca di postingan aku)
Gak Gie, aku gak maksud :v
ReplyDeket sini donk Net, mau aku bisiki sesuatu... Hehe
ReplyGak ah Gie, aku udah tau tipu muslihat kamu -_-
Reply-Terima kasih telah berkunjung di blog ini. Silahkan tinggalkan kritik, saran untuk perkembangan.