Hadiah Untukmu
Cerpen
"Selamat ulang tahun?" Ucapku sembari memberikan senyuman termanisku.
"Kau masih ingat tanggal ulang tahunku?" Ujarmu dengan mata tampak dilebarkan dan entah apa yang tengah dia rasakan.
"Tentu, enam maret kan? aku tidak akan pernah lupa selama masih ada jeruk di dunia ini," jawabku dengan senyum renyah.
"Haha..., jadi kau mengingat ulang tahunku karena gadis jeruk?"
"Tidak juga, justru gadis jeruk yang selalu mengingatkan aku."
"Kau masih ingat tanggal ulang tahunku?" Ujarmu dengan mata tampak dilebarkan dan entah apa yang tengah dia rasakan.
"Tentu, enam maret kan? aku tidak akan pernah lupa selama masih ada jeruk di dunia ini," jawabku dengan senyum renyah.
"Haha..., jadi kau mengingat ulang tahunku karena gadis jeruk?"
"Tidak juga, justru gadis jeruk yang selalu mengingatkan aku."
Sejenak kita berdiam. Sibuk dengan pikiran masing-masing. Bulan tampak bulat sempurna dengan bintang yang berkelap-kelip. Sementara kau memandang bulan. Entah apa yang sedang kau bicarakan dengannya.
Kau pernah bilang bahwa bulan membuatmu cemburu. Karena aku berkata, 'Aku suka bulan. Bulan adalah sahabatku. Selalu mendengar keluh kesahku dan mengerti rasa kesendirianku.'
Apakah kini kau memandang bulan untuk memarahinya? Bulan lebih dulu mengambil hatiku dari pada kau. Ataukah kau sedang bernegoisasi dengannya agar sedikit menjauh dariku?
Lagi-lagi aku hanya bermonolog. Tak kuasa mengeluarkan semua pertanyaan itu.
Lagi-lagi aku hanya bermonolog. Tak kuasa mengeluarkan semua pertanyaan itu.
Kau masih asik memandang bulan. Kenapa serasa terbalik. Harusnya aku yang memandang bulan. Aku yang suka gantungan bulat langit itu.
"Apa doa yang kau panjatkan untukku?" Tanyamu masih dengan mata tertuju ke bulan.
"Aku harap kau menjadi realis yang idealis," jawabku spontan disertai menarik kedua ujung bibirku.
"Haha..., doa yang ganjil."
"Aku harap kau menjadi realis yang idealis," jawabku spontan disertai menarik kedua ujung bibirku.
"Haha..., doa yang ganjil."
Sebenarnya banyak doa yang kupanjatkan untukmu. Hanya saja aku tidak bisa mengutarakan secara langsung. Dan doa itu mungkin secara garis besar sudah mewakili semua doaku.
Ingatanku melesat saat kau bilang aku adalah idealis dan kau adalah realis. Ya, kau benar, ketika idealis dan realis bertemu. Maka idealislah yang diuntungkan. Aku belajar tentang apa yang pernah kau katakan. Mencerna setiap penjelasan dari pertanyaan yang kadang kulontarkan.
Ingatanku melesat saat kau bilang aku adalah idealis dan kau adalah realis. Ya, kau benar, ketika idealis dan realis bertemu. Maka idealislah yang diuntungkan. Aku belajar tentang apa yang pernah kau katakan. Mencerna setiap penjelasan dari pertanyaan yang kadang kulontarkan.
Dingin, tiba-tiba aku merasakan jiwaku kini dingin. Berlawanan dengan ragaku yang hangat.
Aku menyatukan tanganku. Berharap hawa kehangatan pada jiwa ini.
Aku menyatukan tanganku. Berharap hawa kehangatan pada jiwa ini.
"Kau kenapa?" Tanyamu dengan dahi mengkerut. Akhirnya kau memandangku juga.
"Dingin. Tak apa, aku sudah biasa begini." Lagi, aku tersenyum untuk kesekian kalinya. Sebisa mungkin selalu tersenyum dihari spesialmu.
"Sayangnya aku tidak bisa memelukmu atau memberimu jaket, ah kenapa aku tidak memakai jaket."
"Doakan saja agar aku tidak kedinginan, hehe," candaku padamu.
"Dingin. Tak apa, aku sudah biasa begini." Lagi, aku tersenyum untuk kesekian kalinya. Sebisa mungkin selalu tersenyum dihari spesialmu.
"Sayangnya aku tidak bisa memelukmu atau memberimu jaket, ah kenapa aku tidak memakai jaket."
"Doakan saja agar aku tidak kedinginan, hehe," candaku padamu.
Kau kembali diam. Memandang ke arah bulan dan memejamkan mata. Sepersekian menit kemudian membuka mata. Tersenyum padaku.
"Sudah hangatkah? Baru saja aku berdoa."
"Doamu terkabul," kataku. Membalas senyummu.
Kau tersenyum, lantas berucap "Apa kau punya hadiah untukku?"
"Ya, aku melukismu, lihat ini?" Ujarku sambil mengeluarkan lukisan dari tas punggung hijau.
"Doamu terkabul," kataku. Membalas senyummu.
Kau tersenyum, lantas berucap "Apa kau punya hadiah untukku?"
"Ya, aku melukismu, lihat ini?" Ujarku sambil mengeluarkan lukisan dari tas punggung hijau.
Kau melihat lukisan itu. Mengamati lalu tersenyum.
"Maaf, aku hanya bisa memberimu kado ini. Aku bingung. Kalau memberimu buku. Aku takut ternyata kau sudah membacanya. Ya, kuputuskan menghadiahi karyaku. Setidaknya aku bisa memastikan kau belum pernah melihat dan membacanya." Terangku.
"Trimakasih, ini sudah lebih dari cukup," jawabmu memandangku. Lalu kembali melihat lukisan itu, "Eh, kau bilang membacanya?" Tanyamu sambil menghadapkan wajahmu ke arahku.
"Ya, aku punya hadiah lain untukmu."
"Apa?"
Aku kembali merogoh tas punggung hijauku. Mengeluarkan secarik kertas. Lalu menyerahkan padamu.
"Silahkan baca," ujarku.
"Puisi?"
"Ya."
"Kau seharusnya membacakan puisi ini untukku."
Aku diam beberapa menit. Menimbang apakah akan menerima keinginanmu. Lalu menjawab, "baik."
"Silahkan baca," ujarku.
"Puisi?"
"Ya."
"Kau seharusnya membacakan puisi ini untukku."
Aku diam beberapa menit. Menimbang apakah akan menerima keinginanmu. Lalu menjawab, "baik."
Komitmen Agung
Apa itu cinta sejati?
Bagaimana entitas cinta?
Lalu di tambah dengan makhluk sejati.
Suatu yang melampaui perjuangan
Atau dengan isakan di tengah malam
Haruskah melalui jalan itu
Bagaimana entitas cinta?
Lalu di tambah dengan makhluk sejati.
Suatu yang melampaui perjuangan
Atau dengan isakan di tengah malam
Haruskah melalui jalan itu
Bukankah semua ini terlihat begitu mudah
Ketika maya rendah hati membuka jalan
Kau benar, fatamorgana.
Ketika maya rendah hati membuka jalan
Kau benar, fatamorgana.
Di tepi sungai
Air beriak tenang, lembut
Awan membias dalam bayang air
Hanya bayang yang kita lihat
Semakin ke dalam, ternyata air dan air lagi
Dua pilihan. Awan dan air
Bisakah menuju awan dengan masuk ke dalam air?
Bisa, katamu
Tenggelam, hingga udara sempurna menghilang dari raga.
Air beriak tenang, lembut
Awan membias dalam bayang air
Hanya bayang yang kita lihat
Semakin ke dalam, ternyata air dan air lagi
Dua pilihan. Awan dan air
Bisakah menuju awan dengan masuk ke dalam air?
Bisa, katamu
Tenggelam, hingga udara sempurna menghilang dari raga.
Tanpa terucap cinta tetaplah cinta
Apa itu komitmen agung?
Mari kita tertawakan bersama
Bahkan makhluk sejati ikut memparodikan
Sampai kapanpun realis akan menertawakan idealis
Begitu pula sebaliknya
Ah betapa lucu.
Lalu aku akan menertawakan si pembuat keduanya.
Apa itu komitmen agung?
Mari kita tertawakan bersama
Bahkan makhluk sejati ikut memparodikan
Sampai kapanpun realis akan menertawakan idealis
Begitu pula sebaliknya
Ah betapa lucu.
Lalu aku akan menertawakan si pembuat keduanya.
Cinta
Terlampau dini kupahami
Aku paham
Tidak juga
Lalu?
Entah
Biarkan bisikan bulan mensabdakan cinta dan sejati.
Aku paham
Tidak juga
Lalu?
Entah
Biarkan bisikan bulan mensabdakan cinta dan sejati.
Hembusan angin mengkhiriku membacakan puisi untukmu. Tiba-tiba aku merasa semua ini mimpi. Bagaimana bisa aku mengucapkan selamat tanggal lahirmu secara langsung. Di tengah malam bersama bulan yang tampak besar dan jutaan formasi-formasi rasi bintang?
Aku berusaha meyakinkan diriku. Semua ini nyata. Bukan mimpi. Lihat puisi ini. Lihat lukisan itu. Semuanya tampak nyata. Bahkan baru saja aku membaca puisi. Di sambut dengan senyuman manis.
Kau ternyata bisa tersenyum manis. Aku tidak percaya. Senyum yang tidak biasa. Sepertinya malaikat tiba-tiba menjatuhkan cahayanya untukmu demi seulas senyum. Terkhusus hanya untukku. Karena dia diam-diam mendengarku berpuisi.
Kau ternyata bisa tersenyum manis. Aku tidak percaya. Senyum yang tidak biasa. Sepertinya malaikat tiba-tiba menjatuhkan cahayanya untukmu demi seulas senyum. Terkhusus hanya untukku. Karena dia diam-diam mendengarku berpuisi.
"Hadiah yang indah," pujimu yang menurutku terdengar suatu gombalan.
"Trimakasih," pendek kujawab.
"Ini bukan mimpi ko', ini nyata," ujarmu meyakinkanku.
"Maksudmu? Kau bisa mendengar isi hatiku?" Jawabku memburu.
"Jika novel Gadis Jeruk yang ku hadiahkan padamu itu nyata, maka hadiahmu juga nyata Net," jelasmu sembari memegang lukisan yang tidak terlalu mirip denganmu.
"Trimakasih," pendek kujawab.
"Ini bukan mimpi ko', ini nyata," ujarmu meyakinkanku.
"Maksudmu? Kau bisa mendengar isi hatiku?" Jawabku memburu.
"Jika novel Gadis Jeruk yang ku hadiahkan padamu itu nyata, maka hadiahmu juga nyata Net," jelasmu sembari memegang lukisan yang tidak terlalu mirip denganmu.
***
Selamat ulang tahun Init, hanya ini yang bisa Inet hadiahkan. ^_^
Hayoh, Tiup lilinnya, kuenya beli sendiri. hahaha...
17 komentar
Tulis komentarKereeeeen. Lanjutkan hehe
ReplyBagus..Mb inet
ReplySelamat ulang tahun.. Semoga panjang umur yaaa.. Hehe..
ReplyBarokalloh fi umriq.....
ReplyWiiihh...baguuuusss. Sukaaaa...
ReplyMakasih mba Andriyes :D
ReplyAlhamdulillah, hehe
ReplyBukan Inet yang ulang tahun bang, tapi Init :D
ReplyAamiin ^^
ReplyWihh makasih mba Denik...
ReplySelamat Ulang tahun Init 😍
ReplySo sweet 👍
Selamat nambah tua. Init hehe
Replykereeeeennnn
Replykereeeeennnn
ReplyInit bilang makasih katanya mba ^_^
ReplyKata Init makasih bang ^_^
ReplyMakasih cikgu... :)
Reply-Terima kasih telah berkunjung di blog ini. Silahkan tinggalkan kritik, saran untuk perkembangan.