Minggu, 28 Februari 2016

Agama Baru itu Bernama; HAM

Agama Baru itu Bernama; HAM


"Terserahku dong, kan HAM?" Demikian jawaban temanku saat aku protes dia membedaki pipiku dengan penghapus papan tulis kapur.
Aku rasa tidak masalah dengan jawaban demikian saat itu, walau dalam hati 'awas ya, aku bales ntar.'

Karena waktu itu aku dan temanku baru kelas tiga Sekolah Dasar. Kami tentu belum memahami apa itu HAM? Sekedar ikut-ikutan trend saat itu. Yang dipahami bahwa ketika kita mau melakukan apa saja, baik atau pun buruk bisa beralasan HAM.

Maka kenakalan apa saja, seperti mengambil pulpen tanpa ijin, coret-coret buku teman, membedaki teman dengan penghapus papan tulis kapur dan sebagainya. Itu semua lolos dengan kalimat "Terserah week, kan HAM?"

Begitulah kenangan masa kecilku tentang HAM. Dan sepertinya sekarang tidak banyak orang dewasa pun memahami HAM sama seperti trend saat aku kecil.

HAM. Singkatan dari Hak Asasi Manusia.
Hak adalah segala sesuatu yang harus di dapatkan oleh setiap orang yang telah ada sejak lahir bahkan sebelum lahir. Asasi adalah sesuatu yang bersifat dasar; pokok. Dan Manusia merupakan makhluk yang berakal budi (mampu menguasai makhluk lain); insan; orang.
Berarti dapat digabungkan bahwa Hak Asasi Manusia yaitu segala sesuatu yang harus di dapatkan oleh setiap orang yang telah lahir bahkan sebelum lahir akan suatu sifat dasar dari makhluk yang berakal budi.
Tapi selain Hak, manusia juga punya Kewajiban. Kewajiban sendiri merupakan sesuatu yang diwajibkan; sesuatu yang harus dilaksanakan; keharusan.

***
Nah setelah tau apa itu Hak dan Kewajiban. Sekarang giliran melihat fenomena sekarang ini. Orang-orang dengan lantang memperjuangkan hak. Tapi benarkah yang diperjuangkan itu adalah hak dari sifat dasar makhluk yang berakal?

Benarkah mereka telah memahami esensi Hak dan Kewajiban?
Karena sekarang yang sedang In adalah LGBT. Ambilah contoh LGBT. Mereka menuntut hak untuk dimanusiakan, dilegalkan prilaku mereka, diakui eksistensi mereka.

Maka satu persatu negara mulai melegalkan semua tuntutan itu. Jika hal tersebut semakin dikampanyekan dengan gencar. LGBT akan menjadi trend. Dan ketika LGBT menjadi trend. Beramai-ramai orang meniru perilaku tersebut.
Apa yang terjadi? Kiamat.
Kiamat bagi umat manusia. Bagaimana mau bereproduksi kalau jeruk makan jeruk?
Lalu apakah manusia normal juga harus mengkampanyekan haknya?
Ketika akalbudi manusia sudah terbalik, hal seperti itulah yang terjadi.

Menuntut hak dengan mengacuhkan kewajiban. Seperti mau makan di warung tapi tidak mau bayar. Tentu saja pemilik warung marah. Lalu pembeli itu bilang "Ini hak saya, hak manusia untuk hidup, dan hidup butuh makan," terang saja orang lain yang makan di warung itu akan menganggap pembeli itu kurang waras.
Jika di logika tentu pembeli lain akan membela si penjual. Kalaupun ada yang membela pembeli yang gak mau bayar karena hak hidupnya, berarti mereka satu spesies (haha...)

Mereka menuntut hak dengan merampas hak orang lain.
Sebenarnya LGBT itu minta diakui yang bagaimana? Bukankah ketika mereka keluar rumah dengan tingkah laku biasa maka orang lain akan bersikap biasa saja. Ataukah mereka menuntut untuk bisa bermesraan di tempat umum?
Hal ini berbanding terbalik dengan fenomena tentang diskriminasi yang seringkali di masyarakat. Yaitu menyangkut penampilan ataupun pakaian.

Misalnya saja pria yang berjenggot dan jidatnya hitam. Apa yang di mindset kalangan  luas? Teroris. Dan juga wanita yang bercadar maupun yang berjilbab besar. Mereka kerap dicap sebagai Islam garis keras.

Bukankah berpakaian itu hak mereka? Kenapa sesuatu yang tidak merugikan dianggap negatif?
Ketika seseorang yang berpenampilan seperti itu melamar kerja, akankan perusahaan menerima? Akankah tidak ada tatapan sinis saat berinteraksi di kawasan umum?
Sesuatu yang kecil akan tiba waktunya menjadi besar. Dan ketika sudah besar maka terlambat sudah untuk membuatnya kecil.

Kita analogikan suatu pohon mangga yang besar dan tiap tahun berbuah. Buahnya lezat, manis, dan warnanya menggiurkan. Lalu suatu ketika tumbuh tanaman parasit. Menumpang di pohon mangga tersebut.

Ada dua pilihan bagi si pemilik. Ketika si pemilik segera membuang parasit tersebut maka pohon mangga terselamatkan. Tetapi ketika si pemilik berprasangka pohonnya tidak akan terjadi apa-apa, toh yang menumpang hanya tumbuhan parasit kecil.
Maka lambat laun pohon tersebut akan terjadi perubahan. Mulai dari buahnya tidak selezat dulu, lalu buahnya mulai berkurang, dan selanjutnya tidak berbuah. Dan saat itu tanaman parasit sudah hampir menguasai pohon mangga tersebut.

Apa yang harus dilakukan si pemilik agar pohon yang lain tidak tertular tanaman parasit tersebut?
Menyingkirkan tanaman parasit dengan menebang pohonnya. Maka sudah selesai riwayat hidup pohon mangga tersebut.

***
Cuitan Inet.
Sedih ya, kalau akhirnya pohon mangga itu harus dimatikan.
Begini ya dunia, sudah sangat mengerikan. Logika dengan gampang dibolak-balik atas dasar payung HAM.

Semoga belum terlambat menunda kiamat. Karena salah satu tanda kiamat adalah munculnya kaum nabi Luth (Gay)
Ya Allah, Lindungilah Kami dari fitnah akhir zaman...
Allahma Inna Nas-alukallutfa Fiimaa Jarats bihil maqaadiiru.
Ya Allah, aku mohon belas kasihan atas segala perkara yang telah Engkau pastikan.

Agama Baru itu Bernama; HAM
4/ 5
Oleh

Berlangganan via email

Suka dengan postingan di atas? Silakan berlangganan postingan terbaru langsung via email.

6 komentar

Tulis komentar
avatar
28 Februari 2016 pukul 14.27

Setuju mba, keren analoginya tentang Ham yg disangkutpaut dgn fenomena LGBT saat ini (y) "menuntut HAM tpi menghilangkan kewajiban ".

Reply
avatar
NIA
28 Februari 2016 pukul 16.30

Sayang bnget kalo phon mangganya ditebang..gak bisa rujak an dong?hehe

Reply
avatar
28 Februari 2016 pukul 17.25

Yuhuu, makasih mba Shofi... :)

Reply
avatar
28 Februari 2016 pukul 17.26

Iya mba Siti, sedih kalo gak bisa di rujak hiks... (hehe)

Reply

-Terima kasih telah berkunjung di blog ini. Silahkan tinggalkan kritik, saran untuk perkembangan.