Sabtu, 13 Februari 2016

Dua Nuansa

Dua Nuansa

Absurditas: Khikmah Al-Maula

Ini adalah penjelasanku atas apa yang telah tertulis. Kisahku. Jika kau bisa mengambil keuntungan dari kerugian akan keuntunganku, biarkan kita berbagi suatu kepahitan.

Jangan menuduhku. Aku memang miskin kata-kata, kalimatku compang-camping. Bahkan aku rela memungut tiap kata yang tercecer pada bekas makananmu.

Aku takut. Bukan karena akan ada yang merasa. Ini bukan soal satire. Hanya saja hatiku terlalu berat untuk menyimpannya.

Sudah terlalu banyak korban. Lebih banyak dari yang terbayang. Aku adalah bagian dari mereka. Mungkin kalian juga, dan dia.

Setelah sumpah dengan kepongahannya memaksa untuk patuh. Dan masing-masing tahu aku mendua. Aku terpaksa meminjam tembok setiap tatapan sinis dingin menyentuhku, sehingga malu pun beku melihat dua bilik bertetangga.

Seberapa imbang aku adil, senyap lagi-lagi menertawakanku. Mereka tidak bisa melihatmu, buta. Bukan, sengaja membutakan diri, katanya.

Salah satu dari mereka menampakkan arogansinya. Ini yang kukatakan menafikan warna pelangi. Aku tidak bisa menerimanya. Cukup. Mata sinisnya kini sudah bisa kutenggelamkan. Aku sang penantang, angkuh meminjam mata sinismu.

Kini aku sang penantang. Aku mendamba pada kemajemukan warna. Begitu cara hatiku memilah, aku dan kata adalah satu.

Terbebas dan terpenjara sama saja akan menuntun pada penderitaan. Lalu mereka menjelma menjadi pengetahuan sejati.
Aku telah memilih, aku bagian darimu. Wahai Pers...


Dua Nuansa
4/ 5
Oleh

Berlangganan via email

Suka dengan postingan di atas? Silakan berlangganan postingan terbaru langsung via email.

-Terima kasih telah berkunjung di blog ini. Silahkan tinggalkan kritik, saran untuk perkembangan.