Tidak Perlu Berbagi Kesedihan
Artikel![]() |
http://www.farizykun.net |
“Kau baik-baik saja?” tanyaku.
“Iya, bahkan aku tidak pernah merasa sebaik ini, meskipun di
sini aku sebagai mentor, tapi justru aku yang belajar banyak dari mereka.” katanya
dengan menyunggingkan senyum.
“Tapi kau terlihat pucat.”
“Aku hanya sedikit kelelahan.”
Masih kuingat percakapanku denganmu ketika kita sama-sama
menjadi mentor pesantren ramadan di sekolah menengah atas. Waktu itu matahari
memang terik, di tambah berpuasa, jadi kukira itu menjadi alasan yang tepat
untuk menganggapmu hanya kelelahan semata.
Sampai pada penutupan pesantren ramadan kau masih sehat-sehat
saja, atau kau yang memang pintar menyembunyikannya dariku, dari kami, dari
siswa-siswa.
Dan setelah lebaran, kabar itu begitu mengejutkanku, bagaimana
mungkin? Kenapa tiba-tiba sekali? Kenapa tidak ada kabar apapun sebelumnya?
Tiba-tiba saja ada kabar bahwa kau meninggal dunia. Tapi kenapa?
Ketika kulihat terakhir kali tidak ada tanda-tanda kau sakit parah atau sedang
menjalani pengobatan dengan tubuh kurus, tubuhmu biasa saja.
Pagi-pagi aku dan teman-teman berangkat ke rumahmu,
mengantarkanmu ke peristirahan terakhir. Terlihat teman-teman lain yang sudah
berkumpul di sana dengan mata sembab, satu-dua terlihat masih menangis, yang
lain menenangkan.
Ah, bahkan ternyata tetanggamu pun, tidak tahu perihal
penyakitmu, seorang tetanggamu menceritakannya kepadaku tanpa kuminta. Baru setelah
kau pergi, kita tahu sesungguhnya apa yang sedang kau rasakan beberapa waktu
belakangan.
Aku belajar banyak hal darimu, kau paling rajin mengerjakan
tugas kelompok, tidak sepertiku yang hanya kadang-kadang, kau murah senyum,
suka berbagi kebaikan, dan tidak suka membagi kesedihan.
Bagaimana bisa kau menyembunyikan penyakitmu? Bukankah seharusnya
kau butuh setidaknya dukungan moril? Bahkan kau hanya bilang pergi untuk berlibur
yang sesungguhnya untuk kemoterapi. Kau terlalu kuat, aku belajar itu untukmu,
tidak perlu berbagi kesedihan, tapi jadilah lilin yang menerangi, meski sakit
dan akan lenyap pada waktunya.
20 September 2017, ditulis Inet Bean setelah melihat puisi yang ditujukan seorang teman padanya.
4 komentar
Tulis komentarwidihh keren, langsung terinspirasi gitu ya...
ReplyNukan punya kang Gilang kan??
Keren yak. Semudah itu menemukam ide
ReplyEh bukan atuh, itu emang cerita temen aku Bang Ian....
ReplyKadang-kadang emang mudah Put, hehe
Replynulisnya yang kadang males, #eh
-Terima kasih telah berkunjung di blog ini. Silahkan tinggalkan kritik, saran untuk perkembangan.