Kamis, 24 Maret 2016

Gadis Berpayung Merah (Chapter 2)

Gadis Berpayung Merah (Chapter 2)


Baca Chapter 1 juga: Gadis Berpayung Merah

Aku mengambil posisi berdiri. Karena memang sudah tidak ada lagi bangku kosong. Bus menderu lambat. Apalagi penyebabnya jika bukan karena macet. Setidaknya aku bisa menyapu pandangan ke luar kalau-kalau Gadis Berpayung Merah tengah berjalan atau menengadahkan wajahnya.

Mungkin andaikan tadi hujan secara tetiba tidak menderas aku bisa mendekati dan berkenalan dengannya. Sayang sekali, saat aku ingin mendekatinya hujan semakin deras. Lalu lalang manusia di tambah kendaraan-kendaraan yang semprawut membuat pandanganku pada gadis itu terhalang. Dan saat aku berhasil memandang ke sana kembali, dia menghilang.

***
Senja kedua di musim penghujan. Masih sama seperti kemarin, awan abu dan rinai yang menghiasi. Kali ini aku bertekat untuk menemui Gadis Berpayung Merah langsung tanpa duduk di halte berlama-lama.

Aku melihatnya tengah menghadapkan wajah cantiknya ke angkasa. Tentunya dengan mata terpejam. Kupercepat langkah. Tak ingin kehilangan jejaknya lagi. Lima meter, empat meter, langkahku melambat di tiga meter jarak antara aku dan dia.

Dari jarak tiga meter langkahku semakin pelan. Tak ingin mengganggunya. Hingga jarak kami hanya satu meter. Aku memandangnya. Walau sedikit terhalang oleh payung merahnya.

Aku menghitung tiap detik yang berjalan. 87 detik kemudian dia membuka matanya. Lalu berbalik arah  membelakangiku. Dan wajahku sempurna terkena kibasan payungnya. Dia lantas berbalik ke arahku dan belum selesai aku mengaduh, untuk kedua kalinya wajahku terkena kibasan payungnya.

Gadis itu menatapku. Tersenyum lalu susah payah menangkupkan kedua tangannya dan menunduk. Setelah itu mundur beberapa langkah dan berbalik arah. Lalu berjalan entah kemana. Hingga menghilang di persimpangan jalan.

Aku mematung. Baru tersadar setelah dia hilang dari penglihatanku. Kawan, senyumnya begitu manis. Melebihi madu, gula, permen atau apalah yang sejenisnya. Aku terbius oleh tingkah lucunya atau mungkin aneh. Umumnya gadis biasa jika mengalami insiden seperti tadi pasti akan meminta maaf. Lah Gadis Berpayung Merah? Benar-benar misterius. Hingga membuatku lupa pada tujuanku, yaitu berkenalan dengannya.

***
Senja ke tiga. Cuaca cerah, tapi hatiku justru mendung. Betapa tidak, Gadis Berpayung Merah tidak ada di tempat biasa. Aku jadi curiga dia benar-benar dewi hujan. Buktinya sekarang saat senja jingga  bertautan dengan cahaya keemasan membias. Dia tidak muncul.

Begitu saja sampai senja ke enam. Aku mulai resah, takut tidak bisa melihat gadis itu lagi. Tapi saat bertemu dengannya pun aku takut tidak bisa bicara hanya karena melihatnya tersenyum. Apalagi aku punya sejarah gagap ketika mengucapkan kata yang berawalan 'A'. Tapi kalau melihatnya bahkan aku tak bisa berkata-kata bagaimana?

Aku memutar otak. Bagaimana cara agar perkenalan dengan Gadis  Berpayung Merah tidak biasa. Dan tidak terkesan bahwa aku adalah lelaki yang nakal. Aku juga tidak mau saat berkenalan dengannya tiba-tiba gagapku kumat.

Sesuatu yang berkesan dan tidak perlu kuutarakan secara langsung. Kira-kira apa? Apakah Gadis itu punya akun sosial media? Tapi aku kan belum tahu namanya. Tetiba muncul pemikiran yang brilian dari otakku. Kenapa tidak surat saja? Ya, surat bisa disimpan sampai kapan pun. Dan aku hanya perlu memberinya secarik kertas tanpa sepatah kata pun bisa.

Dear: Gadis Berpayung Merah

Hai, Namaku Frian, kau bisa memanggilku Ian. Kau masih ingatkan ketika tempo hari aku terkena kibasan payungmu dua kali? Ya, itu aku. Maaf soal kejadian itu…
Oh ya, boleh aku tau siapa namamu? Kalau boleh balas surat ini ya Gadis Berpayung Merah…

By: Ian.

Untuk pertama kali mungkin singkat saja. Biar tidak dikira perayu. Mudah-mudahan senja besok turun  hujan dan aku bisa memberi surat ini kepadanya.

Senangnya. Doaku terkabul. Senja ke tujuh rinai kembali menetes dengan lembut. Aku bergegas ke taman. Gadis itu di sana. Menengadah ke angkasa seperti biasa. Dan aku juga masih saja terpesona olehnya.

Aku menunggunya membuka mata. Menghitung tiap detik yang berlalu. Entah dia sudah menghadapkan wajahnya ke langit berapa detik sebelum aku ke sini. Setiap aku melihatnya dia sudah dalam posisi seperti itu.

Genap hitungan 87, Gadis Berpayung Merah membuka matanya. Kali ini aku tidak terkena kibasan payungnya. Jarak yang kuambil ideal dari payung merahnya.

“Gadis Berpayung Merah,” ucapku menggantung.

Dia memandangku. Mata kami beradu. Aku bisa melihat bayanganku di matanya. Bagai embun pagi yang bening dan dingin. Lima detik berlalu, tak ingin salah tingkah. Lalu segera kuserahkan surat beramplop merah.

To be Continued...
Besok Endingnya ya... ^^

Khikmah Al-Maula
24 Maret 2016

#OneDayOnePost

Gadis Berpayung Merah (Chapter 2)
4/ 5
Oleh

Berlangganan via email

Suka dengan postingan di atas? Silakan berlangganan postingan terbaru langsung via email.

11 komentar

Tulis komentar
avatar
24 Maret 2016 pukul 12.19

Ko masih bersambung....duuh, penasaran lanjutannya...

Reply
avatar
24 Maret 2016 pukul 12.19

Ko masih bersambung....duuh, penasaran lanjutannya...

Reply
avatar
24 Maret 2016 pukul 13.32

Ahhhhh ineeeet cepet beresin penasaran

Reply
avatar
da
24 Maret 2016 pukul 16.11

Gak bisa bilang apa2 aku net, saking "gagapnya" mau muji tulisanmu.😄😀... .

Reply
avatar
24 Maret 2016 pukul 16.43

Sy g penesaran, cuma pengin tahu lanjutannya aja..

(Bedanya apa ya.. He..)

Reply
avatar
24 Maret 2016 pukul 20.47

Ecieee... sampe hapal frian gagap kalau mau bicara yang awalnya hufur A. #salah fokus deh

Reply
avatar
25 Maret 2016 pukul 00.14

Frian menjiwai banget
di tunggu sambungannya net

Reply
avatar
25 Maret 2016 pukul 22.31

Baru baca part 2.. maafkan daku net

Reply
avatar
25 Maret 2016 pukul 22.31

Baru baca part 2.. maafkan daku net

Reply

-Terima kasih telah berkunjung di blog ini. Silahkan tinggalkan kritik, saran untuk perkembangan.