Senin, 16 Januari 2017

Pemakluman bagi Pemilik Jabatan Tinggi yang menjadi Biasa?

Pemakluman bagi Pemilik Jabatan Tinggi yang menjadi Biasa?

https://www.ayomaju.info/ilustrasi-kartun-karikatur-politik/

Indonesia memang negara yang menjunjung tinggi persamaan derajat manusia, tapi realitanya sangat jauh. Bagaikan hanya suatu teori yang dikoar-koarkan oleh pendidik, tapi nggak ada gunanya buat terjun langsung di masyarakat.

Ewuh-pakewuh di Indonesia sudah keterlaluan, karena hal itu justru dimanfaatkan oleh oknum yang merasa jabatannya tinggi, mereka merasa mempunyai sesuatu yang ‘lebih’ entah untuk pemakluman, penekanan, bahkan pemaksaan.

Jika di negara Barat, derajat guru dan murid sama, lain di negara ini, guru dianggap seperti dewa yang paling benar. Murid sedari kecil tidak diajarkan kritis. Alhasil mental mereka sempurna menjadi mental tempe. Berbeda pendapat dengan guru atau dosen saja sudah takut setengah mati. Padahal itu hal yang wajar, bukan di dunia Barat saja, bahkan dunia Islam, Imam Syafi’i pernah berdebad dengan gurunya, bahkan berbeda pendapat.

Gagalnya pendidikan membentuk mental anak bangsa, berdampak hingga ia terjun di masyarakat. Mereka menjadi pribadi yang mengagungkan jabatan tinggi, dan merendahkan jabatan yang lebih rendah dari mereka.

Seperti kasus yang pernah viral di media sosial, seorang ibu-ibu pejabat MA berbuat kasar kepada polisi lalulintas, anggota DPRD yang ngamuk lantaran ditegur petugas bandara, bahkan kasus baru yang viral di media sosial, calon gubernur Jakarta yang menerobos ke jalur busway dengan dalih macet agar tepat waktu sampai lokasi debat.

Kasus-kasus di atas polanya sama saja, mereka merasa lebih tinggi jabatannya dan karena itu sudah semestinya mendapatkan pemakluman saat berbuat salah. Seolah mereka bahkan tidak merasa berbuat salah. Masyarakat juga sudah termindset demikian. Maka lestari sudah budaya yang salah.

Solusinya?
Tentu saja dengan revolusi mental, saya setuju dengan jargon yang digembar-gemborkan oleh Pak Jokowi, mental berani, bukan berarti berani itu tidak sopan, tapi berani dalam hal mengkritisi, tentang benar dan salah, tentang keadilan, tentang persamaan derajat sebagai rakyat Indonesia dan hamba Tuhan.

Kapan dimulainya?
Sekarang juga, kita mempunyai hak dan kewajiban yang sama. Tanpa memandang status sosial. Sopan santun itu perlu, tapi jangan dijadikan alasan menuju kebodohan. Jaman sekarang gak ada orang yang bisa dipercaya 100%, bahkan orang-orang yang tutur katanya halus, bisa diam-diam ternyata menusuk.

Entah kapan mental negara ini benar-benar berevolusi, menjadi mental pemberani yang enggak hanya menjadi hamba pengekor, menjadi mental kritis yang enggak sembarangan klik share sebelum mencari kebenarannya, menjadi mental yang lebih baik...

Inet Bean
16 Januari 2017
Pemakluman bagi Pemilik Jabatan Tinggi yang menjadi Biasa?
4/ 5
Oleh

Berlangganan via email

Suka dengan postingan di atas? Silakan berlangganan postingan terbaru langsung via email.

1 komentar:

Tulis komentar
avatar
16 Januari 2017 pukul 21.44

Bener tuh..suka sebel dengan yang punya jabatan

Reply

-Terima kasih telah berkunjung di blog ini. Silahkan tinggalkan kritik, saran untuk perkembangan.