Selasa, 10 Januari 2017

Senja di Batas Kota

Senja di Batas Kota

Abaikan dua sosok berjilbab yang terfoto :D

Ahad, 8 Januari 2017, aku bersama teman dan keponakanku menunggu di Jetayu untuk melihat pawai panjang jimat. Siang itu sangat terik, kami duduk di pinggir taman yang cukup teduh. Suasana sekitar cukup ramai, anak kecil bersama kedua orangtuanya, anak sekolah yang masih berseragam, hingga remaja cewek-cowok yang bergerombol.

Sudah menjadi kebiasaanku, mengamati tiap inci sejauh mata memandang. Tidak jauh dari tempatku duduk, aku melihat kalimat puitis, “Senja di Batas Kota” tertulis di gerobak mie ayam. Aku antara takjub, terpana, lucu, apalagi ya? Aneh, iya aneh kan? Gerobak mie ayam bertulis kalimat puitis kek gitu?

Mungkin si Bapak Tukang Mie Ayam itu dulunya sastrawan? Penyair? Seniman? Atau yang nulis istrinya? Anaknya? Aku bertanya-tanya dalam hati sekaligus sama teman dan keponakanku. Karena enggak ada jawaban (iyalah? Tanya sama diri sendiri mana kejawab?) akhirnya karena aku lumayan laper dan sekaligus penasaran, aku beli mie ayam deh, sendiri, karena temen dan ponakanku masih kenyang katanya.

“Pak, mie ayam satu”

“Iya, silahkan duduk, Mbak....”

“Eh iya, Pak....”

“Monggo Mbak, silahkan di sana.”

Si Bapaknya mungkin berpikiran gimana-gimana, soalnya aku disuruh duduk iya-iya aja tapi masih didekat gerobaknya. Bingung juga mau mulai nanya dari mana, masa’ tiba-tiba nanya tulisan di gerobak sih?

Untuk membuka obrolan, basa-basi aku nanya-nanya, ini beneran konyol deh keknya aku. Saking penasarannya sama tulisan “Senja di Batas Kota” bayanginnya tuh keknya romantis banget.

“Pak, biasa di sini ya?”

“Iya, udah biasa di sini, Mbak”

“Oh, rumah Bapak deket dari sini?”

“Iya, paling belakang gedung itu, kalau rumah Mbak?”

“Saya Buaran, Pak...”

Setelah bla bla bla ngobrol, istri si Bapak Tukang Mie Ayam datang ngebantu si Bapak nyiapin mie ayam. Sedangkan aku gelisah, soalnya mie ayam untuk aku udah mau jadi, tapi belum sempet nanya. Duhh...

Oke, daripada mati penasaran, akhirnya aku sok ngelihat tulisannya gitu dengan pandangan terpesona.

“Eh, Pak... tulisan ini Bapak yang buat?”

Si Bapak Cuma senyum, tersipu gitu deh. Aku jadi ikut senyum gaje, dalem hati, ‘Yaelah kok Cuma senyum, please Bapak, aku tidak butuh senyumanmu, aku butuh jawabanmu.’ Karena si Bapak senyum aja, jadi aku langsung lanjut nanya istrinya, “Yang buat Bapaknya ya, Bu?”

Kali ini si Ibu yang tersenyum, tapi sambil menjawab, “Iya, itu Bapak yang buat....”

Lalu kami bertiga tersenyum dan bahagia selama-lamanya, sebenarnya masih pengen nanya lebih banyak, tapi karena mie ayamku sudah jadi dan makin rame yang beli mie ayam, yasudahlah. Padahal waktu itu aku berharap pembuatan mie ayam bisa selama satu atau dua jam.

Yang pasti, aku harus ke sana lagi!

Inet Bean
10 Januari 2017


Senja di Batas Kota
4/ 5
Oleh

Berlangganan via email

Suka dengan postingan di atas? Silakan berlangganan postingan terbaru langsung via email.

7 komentar

Tulis komentar
avatar
11 Januari 2017 pukul 06.28

Ini bedanya aku sama inet, klo aku ga bakal brani tanya meski penasaran tingkat akut... :(

Reply
avatar
11 Januari 2017 pukul 08.55

Itu pertanyaan belum Kelar, ayo kejar lagi.. hahahha..

Reply
avatar
11 Januari 2017 pukul 17.19

Udah makan mie ayamnya saja...hehehe

Reply
avatar
11 Januari 2017 pukul 19.39

Aku juga gak tahu, kekuatan misterius apa yang tiba-tiba mendorongku untuk melakukan hal itu, hmmm

Reply
avatar
14 April 2017 pukul 17.35

Hmm bagus juga kebiasaan mengamati tiap inci. Pasti berguna untuk menambah konten. Salam kenal.

Reply

-Terima kasih telah berkunjung di blog ini. Silahkan tinggalkan kritik, saran untuk perkembangan.