Asa Lukisan Impian
Cerpenilustrasi by google image |
Ketika kau punya impian, di situ terbuka seribu
pintu menuju impian itu. Tulisan di MMT itu terpampang di depan gedung bergengsi di kota ini. Kini
aku dapat berkata iya dengan tegas pada tulisan itu. Aku ingin mengumandangkan
kepada alam semesta sejarah dari tulisan yang kini gagah menyambut para
penikmat seni. Selamat datang di pameran lukisan Mahawira Candrakumara.
Lukisan-lukisan mantap menyambut tiap-tiap mata yang
lapar akan seni. Tentang keindahan, misteri, impian, tangis dan tawa, apapun
itu kupastikan mereka bisa mendapatkan semua itu hanya dengan menatap
lukisan-lukisan itu, karena mereka bernyawa. Bukan hanya kanvas yang
dikolaborasikan dengan warna-warna.
“Candra, kau Candra kan?” Seseorang memanggilku dan
memastikan bahwa yang dipanggilnya memang aku, Candra.
“Iya, saya Candra. Ada yang bisa saya bantu?” Ujarku sedikit berbasa-basi.
“Wah, ternyata kau ini segagah lukisan-lukisanmu.”
Puji lelaki berpenampilan aneh itu, dia memakai celana pendek dipadukan dengan
kemeja, serta topi koboi menghias dikepalanya.
“Terimakasih, bagaimana kesan setelah melihat
lukisan-lukisan itu?”
“Lukisanmu itu seumpama cinta seorang gadis pada
pria. Si gadis tidak sanggup mendeskripsikan kenapa dia mencintai pria itu.”
“Aku bukanlah penyair, hanya pelukis. Bisa pakai
bahasa yang sederhana saja?”
“Haha, ternyata kau juga lucu. Lukisanmu itu memang
bernyawa. Dan aku tidak tahu bagaimana menjelaskan wujud nyawa. Bahkan mereka
mampu menarik manusia-manusia mancanegara. Kau benar-benar hebat.”
“Ah, itu terlalu berlebihan, kemampuan saya belum
seberapa….”
“Ah, aku tahu. Mereka yang hebat selalu merendah.
Tapi kau berhak sombong sekarang. Ohya, lukisan dibelakangmu itu, boleh
kubeli?”
“Lukisan ini tidak dijual, maaf.”
“Kenapa? Aku sangat menyukai lukisan itu. Pintu
ditengah kegelapan, siluet-siluet keindahan pintu yang terbuka itu… membuatku
ingin memilikinya… dan lagi tulisan yang ada di bawahnya. Sangat membuatku
jatuh hati. Lukisan itu judulnya apa?”
“Asa Lukisan Impian…” jawabku disertai senyuman.
“Berapa harganya? Kudengar lukisanmu pernah tembus
100 juta? Aku berani membeli lukisan itu 150 juta, bagaimana?”
Aku sempat kaget dengan tawaran itu, mungkin dia
seorang konglomerat yang uangnya ratusan miliyar. Hingga uang segitu baginya
tidak berarti apa-apa. Tapi bagaimanapun lukisan itu sangat berarti bagiku.
“Sekali lagi maaf, lukisan itu tidak dijual….”
Tegasku.
“Bagaimana jika 200 juta?” Tawarnya.
“Terima kasih atas apresiasinya, tapi lukisan itu
tidak dijual.”
“Kenapa?”
“Ada cerita dibalik lukisan itu….yang membuatnya
sangat berarti bagiku.”
“Ceritakan, jika aku tidak boleh membelinya.”
***
Pagi ketika liburan sekolah. Waktu itu aku kelas 4
SD. Berhubung desaku ini benar-benar permai dan sejuk. Masih banyak pepohonan
yang menyebarkan udara segar. Burung-burung berkicau layaknya alunan orkestra
professional. Aku menghampiri bapak yang tengah duduk di teras rumah. Ditemani
kopi hitam yang masih mengepulkan aroma khasnya.
“Pak, gambarku bagus gak?” Tanyaku seraya
menunjukkan buku gambar berukuran B5.
“Wah, bagus Dra… rupanya kamu mewarisi bakat melukis
Bapak.” Sinar mata Bapak, benar-benar membuatku bahagia dan merasa diapresiasi.
Tiba-tiba ibu nyeletuk, “Halah, bakat melukis itu
gak bikin kaya Dra, tuh Bapakmu aja gini-gini aja dari dulu…, cari bakat selain
itu.”
“Loh, Melukis itu bisa juga bikin kaya Buk. Lah kalo
Bapak ini gak pernah diberi kesempatan untuk mengasah kemampuan dan berkarya.
Ibumu itu nyuruh Bapak berenti melukis Dra…. Tapi kalau kamu suka melukis, ya
asah bakatmu itu, Bapak yakin kamu ini bisa menjadi orang hebat. ”
“Tapi Pak, kata Ibu….”
“Udah, kalau kata Bapak lebih baik, ya ikuti saja
kata-kata Bapak. Impian itu bagaikan lumpur Dra…bukan tanah.”
“Kok gitu Pak?”
“Tanah itu mudah dipijaki. Sedangkan LUMPUR itu
sulit kita pijaki. Kalau tidak sabar dan berhati-hati dalam melewati lumpur,
kita bisa terjatuh. Lebih parah lagi kalau ada cidera. Nah, impian juga tidak
gampang kita taklukkan, harus telaten dan sabar.”
“Oh gitu, jadi sulit banget ya Pak untuk mewujudkan
impian?”
“Memang sulit. Tapi
ketika kamu punya impian, di situ terbuka seribu pintu menuju impian
itu.”
“Maksudnya Pak?”
“Kalau kamu benar-benar ingin mewujudkan impian
kamu, maka akan banyak jalan Dra, Insya Allah, Gusti Allah memudahkan… , kamu
jangan lupa berdo’a juga....”
***
Menceritakan kisah itu, aku jadi RINDU pada Bapak.
Sosok beliau lah yang kini membuatku dapat merengkuh impian yang telah kupahat
dalam relung hati, impian yang telah kuterbangkan hingga bernaung pada satu
BINTANG di angkasa.
Kini setelah 15 tahun silam, bocah 4 tahun itu telah
menjelma menjadi bintang dari para pelukis-pelukis. Dengan keinginan kuat akan
impian, usaha yang maksimal, tak lupa pula berdo’a kepada-Nya, Sang Penguasa
alam semesta. Maka kita akan diarahkan pada impian kita. Karena itulah KUNCI
membuka pintu impian.
Khikmah Al-Maula
20 April 2016
#OneDayOnePost
5 komentar
Tulis komentarSelalu keren idenya.
Replyjangan berhenti untuk membuat mimpi mu menjadi kenyataan, becauze wish coming true, always believe it in your mind *titip rindu buat ayah. salam..
Replytulisan yang bagus Ayunda ^_^
ReplyJawaban tantangan dg ide yg cemerlang ,,,
ReplyHebat... Bisa paham ttg lukisan... Sy g sama sekali... He..
Reply-Terima kasih telah berkunjung di blog ini. Silahkan tinggalkan kritik, saran untuk perkembangan.