Awan Jodoh
Kisahku
Awan mendadak abu dari semula yang biru cerah. Membawa deretan
angin yang melaju kencang. Lalu angin itu tersesat ke penjuru belahan dunia. Pernahkah
berfikir bahwa angin juga bisa bermigrasi? Mereka saling bertukar tempat dari
daerah panas ke daerah dingin atau pun daerah dingin ke daerah panas. Membawa pesan-pesan
tersirat makhluk yang disapanya dengan lembut.
Lalu kenapa awan yang mulanya berwarna biru cerah menjadi
keabuan berselimut redup? Itu tanda-tanda akan turun dewi rinai. Ya, benar. Jadi
apakah itu suatu kebetulan? Alam yang kebetulan? Jika kita mutilasi kata
kebetulan berawal dari kata betul dan diawali ke serta akhiran an. Hal tersebut menandakan suatu proses yang
sedang berlangsung. Proses itu adalah “betul”. Jadi makhluk apa yang namanya
kebetulan? Suatu proses betul. Kebetulan dan betul, kenapa mempunyai konotasi
makna yang tidak sejalan? Bukankan ini tampak menggelikan?
Oke sebelum semua ini menjadi rumit bagaikan hubungan
percintaanmu dengannya yang tidak pasti tapi ingin pasti, ah yang pasti-pasti
saja lah mendingan. Sepasti matahari dan bulan yang bergantian menemani terang
gelap bumi. Tak peduli badai, hujan, bahkan angin puting beliung melanda. Mereka
berdua tetap setia menemani walau kadang tak terlihat secara lahir.
Tulisan ini bukanlah untuk membahas tentang Kebetulan dan
betul yang maknanya begitu menggelitik layaknya pintu yang berdecit karena
menempel lantai dengan secara magis membuat tergelitik kuping yang
mendengarnya. Melainkan tentang apa yang setiap manusia inginkan ketika
beranjak dewasa. JODOH.
Siang, ketika aku melihat notif-notif handphoneku terbacalah
“Net, aku sedang di Pekalongan” pesannya, yang dalam hati
aku pun bahagia. Mungkin kita bisa berjumpa setelah sekian lama hanya
berinteraksi di dunia maya, kini bisa berhadapan secara nyata. Antara wujudku
dan wujudnya bersandingan membicarakan hobi kami yang telah menakdirkan
perkenalan diantara kami.
“Di mana? ayo kopdar” balasku disela menunggu dosen datang.
“Ini lagi di Pameran Buku,” kembali aku mendapat balasannya.
“Oke, setelah makul selesai aku ke Pameran Buku.”
Jam dua dosen belum juga datang, setelah ketua kelas mencoba
menghubungi ternyata memang tidak masuk. Aku segera melenggang pergi ke Pameran
Buku, tak sabar ingin berjumpa dengannya. Ingin sekali mengobrol layaknya di
dunia maya tetapi kini di dunia nyata. Ah mimpikah aku?
Aku menelusuri Pameran Buku, sesekali melirik buku-buku yang
melambai mesra minta di bawa pulang. Membuatku terharu, ingin rasanya memboyong
mereka semua pulang ke rumahku. Tapi apa daya, aku tak punya harta untuk
menebus mereka semua. Jadi kuputuskan membeli satu buku saja. Agar buku itu
merasa istimewa sudah kupilih dari beribu buku yang mencoba merayuku. Namun karena
dari awal sudah kupatenkan ingin membidik buku itu jadi aku tetap bersikap
kompeten. Seperti seorang wanita yang akan merasa diistimewakan ketika dia didaulat
menjadi wanita satu-satunya pemilik hati seorang pria. Betapa bahagianya? #stopbaper.
Setelah buku itu kugendong mesra dalam tas punggungku, aku
kembali mengecek handphone. Meminta kejelasan posisinya ada dimana. Ternyata 20
menit lalu dia sudah mengonfirmasikan bahwa dia sudah beralih tempat, yaitu
masjid. Karena sudah masuk waktu ashar juga dari tadi, maka kuputuskan menuju
masjid untuk beribadah kemudian menemuinya.
Mataku mengitari masjid yang kebanyakan panitia Pameran Buku
yang berkaos hijau. Tetapi sejak selepas shalat aku tidak menemukan sosok yang
mirip dengan foto yang pernah aku lihat di dumay. Aku kembali melihat notif handphone.
Benar saja, kini setelah aku di masjid, dia sudah berpindah tempat. Ke sebuah
tempat makan yang bagiku itu asing. Dan bersamaan dengan itu handphoneku lowbat.
Akhirnya kuputuskan untuk pulang saja. Barangkali kita belum
jodoh. Bukankah seberapa besar upaya untuk mendapatkannya, jika tidak berjodoh,
tidak akan berjalan mulus? Namun sebaliknya, jika sudah berjodoh, seberapa
besar halangan yang menghadang tidak akan menghalangi untuk tetap berjodoh. Bagaikan
awan yang beranjak menjadi abu belum tentu turun hujan, tetapi ketika Dia
menghendaki untuk hujan, maka rinai turun menjelma menjadi hujan sesuai dengan
titah yang disematkan oleh-Nya.
Sebelum handphoneku lowbat aku sempat membalas pesannya.
“Mbak Heni mah giliran aku udah di masjid malah pindah lagi….” Beriringan dengan terkirimnya pesan itu maka gelap sudah menggelanyut di layar
ponselku.
Khikmah Al-Maula
12 April 2016
#OneDayOnePost
11 komentar
Tulis komentariya bener mbak.. kalo Allah gak berkehendak,, sekuat apapun maksud hati untuk berjumpa... pasti gak bakal kesampaian :') semoga tetap sabar dalam penantian hihihi ^^
Replytetap semangat ineeeet ^^
ReplyKeren idenya .. saya angkat tangan kl disuruh nulis dg ide beginian.
ReplyKok jadi bagus begini tulisanmu?
ReplyBikin ngeri, eh ngiri.
Semoga bertemu jodohnya di waktu yang tepat. :D
Walaaah, template baru bikin muter-muter, Net. -,-
ReplyTulisan makin kece aja nih. Ini pasti tantangan analogi.
Ikutan kopdar dong. :D
Wah... template keren, tulisannyapu. Keren. Ada analogi dengan bumbu filosofi. Sungguh inet sekali.
ReplyWahh wahh.. jdi inget pas janjian di bazar buku sama anak2 FLP. Aku datangnya terlalu cepat ataupun mereka yg terlalu lama. Wehehhe
ReplyWahh wahh.. jdi inget pas janjian di bazar buku sama anak2 FLP. Aku datangnya terlalu cepat ataupun mereka yg terlalu lama. Wehehhe
ReplyMenarik! Yang namanya tulang rusuk (jodoh) memang tidak pernah tertukar, hanya kadang terpisah, sahja.. Salam :)
Replylain kalli lagi ya kopdarnya
ReplyNext time jodoh pasti bertemu...
ReplyHampir telo aku dibuat blog inet. Mendadak ilang kolom komentarnya.
-Terima kasih telah berkunjung di blog ini. Silahkan tinggalkan kritik, saran untuk perkembangan.